Press confress Lakon Ibu di Galeri Indonesia Kaya/Bisnis.com
Show

Impian Teater Koma Lakonkan Karya Bertolt Brech Ibu

Miftahul Khoer
Sabtu, 26 Oktober 2013 - 00:04
Bagikan

Bisnis.com, JAKARTA - Impian Nano Riantiarno akhirnya terwujud untuk mementaskan lakon karya dramawan besar asal Jerman, Bertolt Brecht. Lakon itu berjudul Mother Courage and Her Children. Nano menyadurnya ke dalam bahasa Indonesia dengan lakon berjudul Ibu.

Betapa tidak, penantian panjang sutradara sekaligus pendiri Teater Koma itu sudah membidik jauh-jauh hari terhadap karya fenomenal Brecht. Bahkan, lakon Ibu sudah diterjemahkan sejak 1987. Kegelisahan Nano mulai terwujud untuk mementaskan lakon itu pada 1989, 1999, dan 2010. “Dengan beragam alasan, Lakon Ibu kami tampilkan tahun ini,” katanya pada jumpa pers di Galeri Kaya Indonesia, Jakarta, Selasa (22/10/2013).

Lakon Ibu akan dipentaskan di Graha Bhakti Budaya Taman Ismail Marzuki (TIM) pada 1-17 November 2013. Tokoh utama diperankan oleh Sari Madjid, aktris senior Teater Koma yang sudah berkiprah sejak era 1980-an. Sari Madjid juga dikenal sebagai tokoh Engtay yang sukses dalam lakon Sampek Engtay yang dipentaskan beberapakali sejak 1988-2004.

Lakon Ibu ini bercerita tentang sosok seorang perempuan tua yang memiliki tiga orang anak. Ibu itu bernama Brani. Dalam sebuah perpecahan yang terjadi di negaranya, Ibu Brani masuk ke dalam medan pertempuran. Namun, dia tidak terlibat dalam peperangan. Brani bahkan mencari keuntungan dalam usaha yang dia kelola 

Ibu Brani dan ketiga anaknya terus menyusuri jalan peperangan dengan membawa gerobak berisi beragam makanan. Mereka berharap para prajurit kedua pihak yang terlibat peperangan membeli jualannya untuk keperluan sehari-hari. Namun, ketika putranya direkrut menjadi tentara, Ibu Brani gamang dihantam ketidakpastian. Dia dilema dan penuh ketakutan akan nasib kedua anaknya.

Tak tanggung-tanggung, pada pementasan lakon Ibu ini, Nano mengajak 45 pemain pendukung, 11 pemain musik dan 50 personil tambahan yang dicabut dari kalangan TIM sendiri. “Saya tidak tahu, apakah lakon ini merupakan salah satu masterpiece Teater Koma atau bukan. Yang jelas, kami benar-benar serius menggarap lakon ini,” kata Nano.

Di dunia teater, nama Teater Koma memang cukup luas dikenal. Sejak berdiri pada 1977, Teater Koma sudah mementaskan 130 lakon. Tiga di antaranya merupakan karya Bertolt Brecht antara lain Tiga Dewa dan Kupu-kupu yang disadur dari judul The Good Person of Sechzwan dan Opera Ikan Asin yang disadur dari naskah The Threepenny Opera. Lakon Ibu ini berarti menandakan pementasan yang ke-131.

Pada 2013 ini, Teater Koma sudah 12 kali melakukan regenerasi. Ratna Riantiarno, selaku pimpinan produksi sekaligus istri dari Nano Riantiarno hafal betul sepak terjang penyutradaraan dan manajemen suami. Kiprah Teater Koma pernah memiliki pasang surut. Karir pementasannya sempat dihadang oleh pemerintahan Orde Baru. Pemerintah waktu itu melarang Teater Koma untuk melakukan pementasan lantaran kerap mengkritik pedas sistem pemerintahan era Presiden Suharto 

“Bapak pernah marah dan mengancam akan berhenti selama dua tahun untuk tidak pentas,” ujar Ratna berkisah. “Tetapi saya terus mendukung, kalau Teater Koma berhenti, berarti sama saja mengalah pada keadaan.”

Untuk itu, ciri khas yang terus tertera pada Teater Koma adalah pementasan yang menghadirkan kritik sosial. Tema-tema yang diangkat ke dalam pementasan tak jarang menyerang dan menusuk urat nadi pemerintah. Idealisme Nano Riantiarno dalam pementasan tak bisa tergoyahkan. Jika dia ingin menyerang penguasa, dia tak segan-segan menyentil lewat karakter tokoh yang dihadirkan.

Inilah yang membawa lakon Ibu mantap untuk dipentaskan. Nano menafsirkan naskah Brecht tersebut bukan hanya terjadi pada kondisi sosial dan politik Jerman saja. Tetapi dia tarik ke dalam suasana dan kondisi yang terjadi di Indonesia.

Nano menjelaskan tema tersebut sangat sesuai dengan kondisi negara saat ini. Dia berharap orang-orang melihat pertunjukan dan mengambil pesan yang terdapat dalam setiap adegan. Beberapa adegan mengisahkan fenomena kebobrokan aparatur negara, pejabat hingga masyarakat sipil. Menjadi wajar jika selama hampir 26 tahun, lakon Ibu merupakan cita-cita besar Nano untuk bisa ditampilkan di hadapan khalayak.

Sementara itu, Sari Madjid menuturkan kebanggannya bisa terlibat dalam pementasan lakon Ibu. Dia menilai kisah yang dimainkan merupakan sebuah refleksi menyentuh bagi semua orang. Ambisi peperangan yang terjadi menimbulkan kekisruhan dan ketidakpastian. “Apakah kita masih akan mengambil keuntungan dari pada memberikan pertolongan di tengah kekacauan yang terjadi,” paparnya.

Pada pementasan lakon Ibu juga, Nano menggaet Ohan Adiputra, sebagai co-sutradara. Sementara, aktor dan aktris kawakan Teater Koma yang dilibatkan antara lain Rita Matu Mona, Dorias Pribadi, Alex Fatahillah, Daisy Lantang, Supartono JW dan Budi Ros.

Pertunjukan lakon Ibu yang akan berlangsung selama 17 hari ini juga menggaet generasi Teater Koma angkatan 2013. Mereka akan menunjukan kebolehan dalam tarian garapan penata gerak Ratna Ully. Sementara pada penata musik, kali ini Teater Koma menghadirkan Fero Aldiansya Stefanus serta penata kostum hasil rancangan Samuel Wattimena.

Dia menambahkan, pementasan lakon Ibu yang berdurasi 3,5 jam ini menghabiskan waktu persiapan selama tiga bulan. Setiap harinya hampir para pemain yang terlibat wajib mengikuti latihan penuh. Ini memang ciri khas Teater Koma untuk menghasilkan pertunjukan yang berkualitas. “Jika setengah-setengah, saya tidak menjamin seluruh pemain yang terlibat bisa tampil maksimal,” katanya.

Penulis : Miftahul Khoer
Editor : Sepudin Zuhri
Bagikan

Tags :


Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terkini

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Terpopuler

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro