Bisnis.com, JAKARTA - 'JADI aku berjanji tidak mengolok-olok lagi, karena aku tidak mau menyakiti dan membuat sedih kakak, teman-teman, dan Bibi serta Pa Min. Kalau aku lupa, aku janji untuk minta maaf dan minta diingatkan.'
Begitulah sekiranya dialog terakhir dalam salah satu komik anak berseri bertajuk 'Aku dan Teman-temanku, Tidak Mengolok-olok', hasil karya Masyarakat Komik Indonesia (MKI).
Komik sederhana yang seukuran buku tulis dan bergambar sampul sejumlah anak-anak sedang bermain tersebut, saya dapati di stan MKI, di sela gelaran Artphoria, Ciputra Artpreneur Center, Jakarta, belum lama ini.
Komik edukasi untuk anak-anak itu sengaja diproduksi oleh MKI, sebuah komunitas pecinta komik Indonesia yang telah berdiri sejak 1997 silam.
"Ini salah satu komik terbitan kami, dan masih banyak judul lainnya lagi, seperti Terdampar di Masa Silam, Cerdas Menonton TV, Mengenal Bangsa-bangsa dan Suku-suku dan lainnya," kata seorang pemuda yang belakangan saya ketahui namanya Widiono Susanto, Sekjen MKI.
Sambil melihat-lihat, saya pun menemukan sejumlah komik lainnya yang lebih ditujukan untuk remaja, seperti Jelajah Komodo dan Pesantren Terakhir. Dan kami pun terlibat pembicaraan cukup seru mengenai komunitas MKI dengan Mas Widi - begitu biasanya Widiono Susanto - disapa.
"Komunitas ini lahir sejak 1997, seusai acara Pekan Komik Nasional Pertama di Indonesa yang diadakan di Universitas Indonesia (UI). Waktu itu terbentuk oleh 7 orang yakni 5 orang dari UI dan 2 orang dari ITB," tuturnya.
Widi mengisahkan, sebenarnya pada awalnya kelahiran MKI adalah sebagai wadah silaturahmi para pecinta komik seusai gelaran Pekan Komik Nasional.
"Pekan Komik Nasional itu diadakan sebagai upaya mengangkat kembali komik lokal yang mulai tersingkirkan," tuturnya.
Menurutnya, perkembangan komik saat itu mengalami masa-masa paling redup diantara tahun-tahun sebelumnya. Tidak seperti kejayaan komik lokal Indonesia seperti pada 1970-1980 yang cukup cemerlang.
Kala itu, sederet nama komikus Tanah Air seperti Beng Rahadian, Misrad, R.A Kosasih, dan Teguh Santoso pun turut bersinar pada masa itu.
"Sekarang meskipun masih sepi, tetapi tidak separah 1997. Kehadiran televisi dan komik-komik asing membuat goyah eksistensi komik lokal, hingga akhirnya pada sekitar 2000-an hampir hilang ditelan bumi".
Peduli Komik Lokal
Namun, di tengah keredupan karya para komikus, ternyata masih terdapat sekumpulan orang yang peduli akan nasib komik lokal di Indonesia.
Dengan semangat dan tekad tinggi, menyatukan serta menyamakan visi misi untuk mempertahankan kejayaan komik Indonesia, maka lahirlah acara Pekan Komik Nasional di Universitas Indonesia (UI), hingga akhirnya gelaran itu pun melahirkan komunitas MKI.
Komunitas yang awalnya dibentuk sebagai wadah para penggemar komik lokal untuk bertukar pikiran dan menyalurkan kreatifitas tentang dunia perkomikan itu, kini mulai merambah pada dunia bisnis dengan terus menerbitkan komik-komik lokal.
Guna mendukung kemajuan anggotanya dalam berkomik, MKI menggandeng Sawotoon sebagai lini penerbitannya serta memiliki pengajaran komik bernama Semesta yang mengajarkan proses menggambar dasar.
Selain itu, mengajarkan pembuatan komik yang difokuskan mulai dari murid sekolah dasar hingga SMU, dengan mengajarkan materi pendukung seperti fotografi, menulis.
"Para pecinta komik, penerbit hingga masyarakat umum telah berbaur menjadi bagian dari komunitas ini".
Siring perkembangan zaman, MKI pun melakukan ekspansi gerakannya ke dunia digital, melalui website http://masyarakatkomik.org dan juga www.arsabook.com.
Dengan mengunjungi kedua website tersebut, masyarakat sudah dapat menemukan komik terbitan MKI versi digital yang dapat dibaca secara gratis.
Widi menambahkan saat ini keanggotaan aktif paling hanya sekitar 20 orang, namun dalam jejaring sosial facebook maupun twitter sudah melebihi dari 2.000 orang.
"Yang mau gabung gampang saja, asalkan dengan syarat mencintai dunia komik, silahkan mendaftarkan diri pada website atau mengikuti akun Facebook 'Masyarakat Komik Indonesia'. Silakan kunjungi basecamp kami di Jalan Raya Batu Tajung Barat No.142 B, Jakarta Selatan," ujarnya