Bisnis.com, JAKARTA – Kementerian Lingkungan Hidup berupaya menggandeng berbagai stakeholder untuk merangkum masukan mengenai Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun.
Pihak yang digandeng tersebut adalah perwakilan Kadin, Asosiasi Pengusaha Limbah Indonesia, Asosiasi Cooper Slag Indonesia, Asosiasi Pulp dan Kertas Indonesia, Asosiasi Semen Indonesia, dan Asosiasi Pertekstilan Indonesia.
Selain itu, ada pula Asosiasi Penyamakan Kulit, Asosiasi Besi dan Baja, Asosiasi Pertambangan Indonesia, Asosiasi Petroleum Indonesia, Asosiasi Panas Bumi Indonesia, serta Komite Penghapusan Bensin Bertimbal (KPPB).
Deputi IV Kementerian Lingkungan Hidup Bidang Pengelolaan B3, Limbah B3, dan Sampah Rasio Ridho Sani, mengatakan, RPP Pengelolaan Limbah B3 tersebut fokus pada beberapa aspek yaitu meminimalkan resiko limbah B3 terhadap masyarakat dan lingkungan hidup, serta mempertimbangkan aspek teknologi dan mengakomodir azas manfaat.
“Selain itu, RPP ini mendorong agar perizinan lebih baik dan terintegrasi sehingga memutuskan rantai birokrasi yang panjang,” ujarnya dalam rilis yang diterima Bisnis, Kamis (6/2/2014).
Hierarki pengelolaan limbah B3 ini, lanjutnya, diperlukan agar limbah B3 yang dihasilkan masing-masing unit produksi sesedikit mungkin dan bahkan diusahakan sampai nol. Caranya dengan mengupayakan reduksi pada sumber dengan pengolahan bahan, substitusi bahan, pengaturan operasi kegiatan, dan digunakannya teknologi bersih.
Rasio menegaskan, pemanfaatan limbah B3 yang mencakup kegiatan penggunaan kembali (reuse), daur ulang (recycle), dan perolehan kembali (recovery) merupakan satu mata rantai penting dalam pengelolaannya.
Berikut Ini Perbedaan antara PP 18 Tahun 1999 jo PP 85 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun dengan yang RPP PLB3 baru ini adalah:
PP Lama | RPP Baru |
|
|
Sumber: Kementerian Lingkungan Hidup