Bisnis.com, JAKARTA - Desa Sendangharjo, Kecamatan Ngasem, Kabupaten Bojonegoro, Jawa Timur tidak akan pernah sepi dikunjungi pendatang. Tempat yang dikenal dengan Khayangan Api merupakan daya tarik tersendiri untuk para pelancong.
Khayangan Api berada di lokasi yang sangat tenang dengan dikelilingi hutan. Di tempat ini, Anda akan melihat sumber api abadi yang tidak akan pernah padam, meski saat hujan deras mengguyur bumi.
Tempat ini hanya berjarak 10 km dari pusat alun-alun Kabupaten Bojonegoro. Tempat ini dapat Anda capai kurang lebih selama 30 menit dengan menggunakan kendaran bermotor. Jika Anda mulai bosan dengan keriuhan perkotaan, ada baiknya jika menyempatkan waktu menyambangi Khayangan Api.
Selama perjalanan, mata Anda akan disapa oleh kehidupan pedesaan dan hutan yang menghijau. Pohon-pohon Jati muda akan banyak Anda temui di tempat ini.
Berkunjung ke tempat ini, tidak terbatas pada waktu pagi dan siang hari. Namun demikian, pada petang hingga malam hari, tempat ini pun masih ramai dikunjungi orang. Beberapa kelompok yang menggemari aktivitas spiritual banyak mendatangi tempat ini pada malam hingga jelang dini hari.
Suasana Khayangan Api yang terisolir, jauh dari keriuhan, hanya terdengar suara hewan pengguni hutan yang saling bersahutan, merupakan tempat yang dianggap tepat bagi beberapa kelompok atau pribadi untuk menyepi, mendekatkan diri kepada Penguasa Sejati, Tuhan Yang Maha Esa.
Api abadi berada di tengah pagar yang dibuat melingkar. Lebarnya mencapai 4 meter. Nyala api yang tak pernah padam ini bersumber dari kandungan minyak bumi Cepu. Meskipun wilayah administratif Bojonegoro tidak termasuk dalam Blok Cepu di Blora, Jawa Tengah, tetapi dilihat dari peta geologi, kandungan minyak bumi di dalam tanah, dapat melebar ke Bojonegoro.
Dari cerita lisan yang dituturkan secara turun temurun, dikisahkan bahwa Khayangan Api adalah tempat persemayaman seorang empu bernama Supa, yang berasal dari kerajaan Majapahit. Keberadaan empu tersebut, diperkuat dengan penemuan 17 lempeng tembaga yang bertarikh 1223 atau 1301 masehi.
Prasasti yang ditemukan pada 12 Maret 1992 itu berbahasa Jawa kuno yang berasal dari zaman Raja Majapahit I, yakni Kertarajasa Jaya Wardhana. Arkeolog menyatakan prasasti itu menceritakan tentang pembebasan desa Adan-adan dari kewajiban membayar pajak, sekaligus penetapan wilayah tersebut sebagai sebuah sima perdikan, atau swatantra.
Penghargaan ini diberikan Raja kepada pengikut yang dianggap berjasa besar terhadap kerajaan Majapahit. Penerima penghargaan ini adalah Empu Supa, yang lebih dikenal dengan sebutan Mbah Pande. Dalam bahasa Jawa, Pande tidak lain adalah sebutan bagi seseorang yang pandai membuat barang-barang dari besi. Pada masa itu, Empu Supa dikenal sebagai pembuat senjata yang sangat mumpuni.
Api yang dipakai untuk menempa senjata yang dibuatnya, didapatkan dari api khayangan tersebut. Sementara itu, aktivitas penyelesaian pembuatan senjata di lakukan di sebelah Barat sumber api, yang terdapat kubangan lumpur berbau belerang. Yang menarik dari kubangan berbau belerang ini, baunya yang tajam dapat Anda baui ketika jauh dari lokasinya. Namun, jika Anda berdiri dekat dengan kubangan, maka Anda tidak akan mencium bau belerang yang tajam. (Peni Widarti & Diena Lestari)