Bisnis.com, JAKARTA - Di sela-sela peliputan naming ceremony Very Large Gas Carrier (VLGC) milik Pertamina, Pertamina Gas 2 di Ulsan Korea Selatan, kami memiliki waktu sehari semalam untuk menikmati keindahan Seoul, ibukota negara di Asia Timur tersebut.
Dalam waktu yang singkat ini, kami diajak Corporate Communication PT Pertamina (Persero), Vega Pita, ke istana terbesar di kota itu, yaitu Istana Gyeongbokgung. Istana ini hanya salah satu istana di Seoul. Masih ada beberapa istana lagi seperti Istana Gyeonghui, Istana Deoksu dan Istana Deoksu.
Cukup mudah untuk menjangkau istana yang sering dipergunakan dalam membuat film kolosal ini, dan bisa ditempuh dengan sejumlah alat transportasi. Bahkan di hotel kami di daerah Gang Nam, disediakan bus gratis dari hotel ke istana tersebut yang beroperasi pukul 11.00.
Namun, karena berangkat pagi, kami oleh petugas hotel disarankan naik kereta bawah tanah (subway), agar lebih cepat sampai dibandingkan dengan naik taksi mengingat padatnya jalan menjelang jam kerja.
Naik kereta subway di Korea Selatan juga tidak rumit dan mirip dengan MRT di Singapura. Kami cukup membeli tiket lewat mesin dengan memilih stasiun tujuan. Untuk ke istana Gyeongbok, kita bisa memilih Subway line #3, turun di stasiun Gyeongbokgung dan keluar di exit #5. Bisa juga dengan menggunakan kereta Subway Line #5, berhenti di stasiun Ganghwamun.
Keluar dari stasiun Gyeongbokgung kita bisa langsung melihat istana tersebut. Untuk masuk ke istana yang mulai buka pukul 09.00 ini, kita harus terlebih dahulu membeli tiket seharga 3.000 won (sekitar Rp30.000) per orang, sedangkan untuk anak-anak dan remaja 1.500 won.
Bagi yang memiliki waktu banyak dan ingin melihat keindahan berbagai tempat bersejarah di Seoul, bisa juga membeli tiket wisata terpadu seharga 10.000 won, dan bisa mengunjungi empat istana, seperti Changdeokgung, Changgyeonggung, Deoksugung, dan Gyeongbokgung serta juga kuil Konfusius Jongmyo Shrine.
Untuk membeli tiket tersebut, perlu memperhatikan buka tidaknya istana bagi pengunjung. Yang penting hindari hari Senin dan Selasa karena di hari itu istana tersebut sebagian tutup.
Di tempat pembelian tiket, juga dijual buku untuk memahami istana Gyeongbokgung dengan harga sekitar 2.000 won. Namun, kita juga bisa ikut tour keliling gratis dengan pemandu wisata berbahasa Inggris, Jepang dan China yang disediakan resmi di tempat itu, tapi pada jam-jam tertentu.
Istana Gyeongbokgung sangat luas, sekitar 410.000 meter persegi. Cukup capek untuk melihat semua isi istana ini, tetapi terbayar dengan keindahan panorama bangunan-bangunan, taman dan kolam teratainya.
Gyeongbokgung terdiri dari beberapa bangunan, di antaranya Geunjeongjeon (gedung utama tempat dilangsungkannya paseban agung, dan pertemuan pagi), ruangan tahta raja, Jagyongjeon (tempat Ibunda dari sang raja beristirahat) dan Paviliun Gyeonghoeru yang memiliki tiang 48 buah tonggak granit dan juga terdapat kolam bunga teratai.
Di bagian selatan ada gerbang utama Gwanghwamun, di bagian selatan ada Sinmumun, di timur ada Yeongchumun, dan di barat ada Geonchunmun. Di halaman depan, ada tiga jalan setapak dari batu granit, dengan jalan setapak bagi raja dibuat lebih tinggi dibandingkan dengan jalan buat yang lainnya.
Dinasti Joseon
Istana Gyeongbok Palace ini dibangun pada 1394 semasa Raja pendiri Dinasti Joseon, Lee Seong-Gye saat ibu kota negara dipindahkan dari Gyeseong ke Seoul. Istana ini sempat rusak pada saat invasi Jepang ke Korea tahun 1592-1598 dan dibangun lagi pada 1860-an dengan 330 buah komplek bangunan dengan 5.792 kamar.
Pada saat pendudukan Jepang 1911, istana ini kembali rusak kecuali 10 bangunan utama, dan membangun bangunan pemerintahan utama Jepang untuk gubernur jenderal Korea di depan ruangan tahta.
Setelah lepas dari Jepang, pemerintah Korea kembali merekonstruksi bangunan istana dengan melibatkan sekitar 300 arkeolog dan kini dibuka untuk umum, serta didalamnya dilengkapi dengan Museum Nasional Rakyat Korea.
Kami beruntung, karena saat kami berkunjung diselenggarakan upacara pertukaran penjaga istana yang diikuti oleh pengawal dengan berbagai pakaian kerajaan yang warna warni. Upacara ini berlangsung singkat sekitar setengah jam, dan pengunjung dipersilakan berfoto bersama dengan para pengawal setelah upacara usai.
Selepas dari istana, kami memilih untuk wisata belanja pernak-pernik Korea. Kami memilih pasar Namdemun yang jaraknya tidak terlalu jauh dari istana. Bila masih sanggup, tempat belanja itu bisa ditempuh dalam 30 menit dengan jalan kaki. Namun akhirnya kami memilih naik taksi untuk menghemat tenaga.
Pasar yang terletak di sebelah timur Gerbang Besar Selatan (Sungnyemun) ini cukup luas, yaitu 40.000 meter persegi, dengan 58 buah bangunan yang melingkupi sekitar 9.000 toko. Pasar ini juga menjadi kunjungan wisatawan untuk mencari oleh-oleh, atau berbelanja pakaian dan peralatan rumah tangga. Tidak jarang kami bertemu dengan wisatawan Indonesia lainnya di pasar itu. Tidak heran apabila ada beberapa penjual berbahasa Indonesia walau patah-patah. Di pasar yang buka mulai pukul 11.00 ini, sebagian ada yang harga pas, tapi ada juga yang mau ditawar.
Dari pasar tradisional ini, kita juga bisa mengunjungi pemandangan Seoul lainnya, yaitu N Seoul Tower. Jaraknya tidak terlalu jauh, sekitar 15 menit jalan kaki.
Adapun tempat belanja lainnya di Seoul yang terkenal adalah Dongdaemun yang beroperasi 24 jam. Pertokoannya mirip dengan pertokoan di Mangga Dua Jakarta. Kebanyakan produk yang dijual di pertokoan ini adalah pakaian dan berbagai macam perawatan tubuh khas Korea. Untuk harga, apabila dilihat dari price tag-nya tidak berbeda jauh dari harga di Indonesia.