Pagoda di Mahabalipuram. / Bisnis-Lutfi Zaenudin
Travel

Shore Temple: Menikmati Legenda Tujuh Pagoda

Lutfi Zaenudin
Jumat, 26 September 2014 - 12:40
Bagikan

Serombongan orang, laki-laki dan perempuan dari berbagai usia dengan penutup tubuh dan bendera berwarna cenderung merah muda, berarak tertib di sisi jalan. Sebagian bergabung dalam rombongan berjumlah sepuluh orang, sebagian lain terpencar dua-tiga orang.

 

Jika semuanya dikumpulkan mungkin ratusan orang. “Apakah itu serombongan pramuka atau kegiatan semacam long march?” tanyaku. “Bukan pak,” ujar sopir yang mengantar kami selama kegiatan Polaris di Chennai, India.

 

“Mereka baru pulang dari acara keagamaan ke kuil di Mahabalipuram. Mereka datang dari kediamannya masing-masing. Sebagian di antaranya harus menempuh 350 kilometer dari kuil. Mereka harus berjalan kaki. Harus berjalan kaki seperti kepercayaan mereka,” katanya menyambung.

 

Rombongan peziarah itu mengikuti festival tahunan seperti yang dilakukan leluhur mereka sejak ratusan tahun lalu. Setelah diamati lebih jauh memang mereka membawa simbol-simbol puji-pujian mungkin ditujukan bagi para dewa mereka.

 

Leluhur mereka mungkin berjalan beriringan di bawah naungan pohon. Menapakkan kaki di jalanan tanah dan mungkin berdebu seperti umumnya kondisi daerah di situ. Adapun peziarah masa kini harus mengurutkan langkahnya di jalan beraspal yang mulus tetapi mungkin lebih panas karena hanya sedikit pohon disepanjang jalan itu. 

 

Tempat yang baru saja dikunjungi para peziarah itu biasa disebut Mahabalipuram atau Mamallapuram. Kota ini masuk ke dalam distrik  Kancheepuram, Tamil Nadu yang terletak di wilayah selatah India.

 

Mahabalipuram, kota tempat kuil yang dimaksud sang sopir yang ramah senyum ini, sebenarnya berjarak sekitar 60 km dari Chennai.  Namun, dengan gaya mengemudikan mungkin hanya bisa ditemui di India, jarak sepanjang itu bisa dilalui dengan lebih cepat dan tentu saja lebih tegang. Agaknya sopir metromini di DKI Jakarta akan bertekuk lutut di sana.

 

Mahabalipuram merupakan kota kuno. Kota ini menjadi saksi perjalanan peradaban manusia dari generasi ke generasi. Kota yang sejak dulu menjadi pusat kegiatan keagamaan bagi masyarakat dari berbagai daerah di negara itu.

 

Kota yang didirikan penguasa Pallavas selatan dari Madras pada abad ketujuh itu pada awalnya merupakan pelabuhan yang menghubungkan India dengan banyak kerajaan di Asia Tenggara seperti Kamboja, Sriwijaya yang menguasai Malaysia, Sumatra, dan Jawa, serta kerajaan Champa.

 

Namun, peranannya sebagai pelabuhan di masa itu digeser.  Kota perdagangan ini diubah menjadi tempat suci melalui pembangunan candi seperti Candi Pantai atau Shore Temple, candi gua, dan relief raksasa Descent of the Ganges di atas bebatuan raksasa di kawasan itu.

 

Sejumlah peninggalan pada masa itu yang melahirkan legenda tujuh pagoda kini masuk daftar World Heritage Organisasi Pendidikan, Ilmu Pengetahuan, dan Kebudayaan PBB (Unesco).  Pada masa kini, selain sebagai peninggalan sejarah, situs tersebut juga menarik kedatangan para wisatawan baik domestik maupun asing.

 

Peninggalan itu pula yang sempat membuat orang Eropa menjuluki Mahabalipuram sebagai Kota Tujuh Pagoda. Julukan itu yang bermula dari legenda yang hidup di masyarakat setempat.

 

Mahabalipuram, dalam legenda itu, disebutkan memiliki tujuh pagoda yang megah. Begitu indahnya bangunan duniawi itu, membuat dewa marah hingga menenggelamkannya, sehingga hanya tersisa satu candi saja, Shore Temple.

 

Meskipun penduduk setempat percaya keberadaan keenam bangunan suci lainnya, cerita itu dianggap sebagai dongeng pengiring tidur saja. Hingga tsunami pada 2004 membuka sebagian tabir legenda itu. Pada 2005, Archaeological Survey of India menemukan candi di sebelah selatan Shore Temple.

 

Shore Temple yang gagah berdiri di tepi pantai itu dianggap dibentuk dari satu batuan utuh. Bagi masyarakat Indonesia, bangunan itu mengingatkan bangunan candi kecil yang banyak dijumpai di beberapa wilayah di Jawa Tengah. 

 

Para wisatawan yang ingin melihat salah satu bangunan dari legenda tujuh pagoda itu sebaiknya menggunakan pakaian dan pelindung sinar matahari. Pemerintah setempat memberlakukan tarif 250 rupe atau sekitar Rp50.000 untuk turis asing dan 10 rupe bagi masyarakat setempat.

 

Penulis : Lutfi Zaenudin
Editor : Setyardi Widodo
Sumber : Bisnis Indonesia Week End edisi 28/9/2014
Bagikan

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terkini

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Terpopuler

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro