Bisnis.com, JAKARTA – Menghadapi Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) tahun ini, tenaga medis kesehatan mata Indonesia berinovasi di bidang teknologi cangkok kornea mata dengan teknik Lamellar Keratoplasty (LK).
Keberadaan teknologi ini membuat masyarakat Indonesia kini tak perlu melakukan transplantasi kornea hingga ke negara tetangga seperti Singapura dan Malaysia.
Biaya yang harus dikeluarkan pasien juga lebih murah dibanding biaya transplantasi di luar negeri. Setiap pasien diperkirakan harus mengeluarkan setidaknya Rp34 juta untuk operasi ini, jauh lebih murah dibandingkan operasi di luar negeri dengan biaya mencapai ratusan juta rupiah.
“Jika dulu operasi kornea dilakukan dengan mengganti seluruh bagian kornea, sekarang bisa dilakukan dengan mengganti lapisan demi lapisan kornea demi optimalisasi penglihatan,” ujar Direktur Medis Jakarta Eye Centre (JEC) Setiyo Budi Riyanto dalam Pre Meeting Cornea Workshop di Jakarta Eye Centre (JEC) Kedoya, Kamis (8/1/2015).
Lebih lanjut dia menjelaskan teknik ini terdiri dari dua jenis, yaitu Deep Anterior Lamellar Kerotaplasty (DALK) dan Descement Stripping Automated Endothelial Keratoplasty (DSEK). Teknik DALK ditujukan untuk mengganti sebagian besar lapisan depan kornea termasuk bagian kornea yang lebih dalam, sedangkan DSEK untuk mengganti lapisan tipis kornea terdalam melalui lubang atau sayatan kecil tanpa jahitan.
Selama ini teknik transplantasi kornea yang umum digunakan adalah Penetrating Keratoplasty (PK) yakni tindakan mengganti seluruh lapisan kornea pasien dengan kornea donor. Risiko penolakan mata pasien terhadap kornea baru pada teknik ini cenderung lebih tinggi dengan proses penyembuhan yang relatif lebih lama dibandingkan teknik LK.
Dalam acara ini, para wartawan juga melihat secara langsung operasi tranplantasi kornea dengan teknik DSEK. Operasi tersebut dilakukan oleh Direktur Rumah Sakit JEC Dr.Johan A. Hutauruk dengan dipandu oleh ahli transplantasi kornea mata asal Amerika Serikat Dr. Anthony J. Aldave.
“Teknik ini tidak menggunakan jahitan pada kornea karena dapat merusaknya,” ujar Anthony J. Aldave.
Dia menambahkan sebagai gantinya, dokter menggunakan bantuan gelembung udara (bubble) untuk menjaga kornea tetap berada di tempatnya dan tidak bergeser. Dia pun mengklaim teknik ini membuat operasi lebih cepat, aman dan lebih baik dibandingkan teknik konvensional.
Teknik ini juga diklaim berhasil mengurangi risiko komplikasi yang dialami pasien pasca operasi. Masa pemulihan total pasien berkisar antara dua hingga tiga bulan pasca operasi, dengan proses optimalisasi penglihatan yang berangsur membaik sejak lima hari setelah operasi.
Aldave memaparkan tidak ada batas usia pasien untuk bisa menjalani transplantasi cangkok kornea ini. Hingga saat ini dia pernah menangani operasi bagi pasien anak berusia di bawah 10 tahun hingga yang tertua pasien berumur 98 tahun di Amerika Serikat.
Sayangnya, tidak semua rumah sakit mampu menerapkan operasi cangkok kornea mata ini. Hal ini disebabkan terbatasnya alat yang tersedia karena harganya yang cukup mahal. Di Jakarta pun tidak sampai lima dokter yang sudah berpengalaman melakukan transplantasi kornea mata.
Kendala lain juga terletak pada donor mata yang masih tergantung pada stok luar negeri, karena Bank Mata Indonesia belum mampu memenuhi kebutuhan donor mata dalam negeri. Menurut Ketua Bank Mata Indonesia Tjahjono D. Gondhowiardjo, setiap bulannya terdapat hingga 50 pasien dalam daftar tunggu donor mata di Bank Mata Jakarta. (Bisnis.com)
BACA JUGA:
Dirut PLN Pecat Anak Buahnya Gara-gara Beberkan Persoalan Listrik ke Jokowi
Belum Diluncurkan, China Sudah Bikin Tiruan Smartwatch Apple
Wah, Pemkot Manado Segera Keluarkan Larangan Makan Hewan Langka