Bisnis.com, NUSA DUA – Pemerintah diminta segera mencari solusi sejumlah permasalahan dalam implementasi jaminan kesehatan nasional (JKN) bagi peserta, penyelenggara, perusahaan pemberi kerja dan industri asuransi.
Bisnis mencatat beberapa poin yang dipermasalahkan dalam International Conference on Ensuring Financial Sustainability of Insurance, Pension, & Social Security Systems adalah pelayanan fasilitas kesehatan (faskes), serta mandeknya skema coordination of benefit (COB), sehingga pelaksanaan JKN masih belum optimal.
Rimawan Pradiptyo, Ekonom Universitas Gajah Mada (UGM) mengatakan, pelayanan dan kesiapan infrastruktur faskes yang tidak merata cenderung membebani masyarakat miskin untuk menyubsidi golongan kaya karena keterbatasan akses untuk mengklaim.
Pertimbangannya, infrastruktur faskes di luar Pulau Jawa tidak semumpuni di Pulau Jawa. Di sisi lain, dia mengatakan klaim rasio antara peserta mandiri yang lebih tinggi dibandingkan penerima bantuan iuran (PBI) mengindikasikan adanya kesenjangan yang semakin lebar antara golongan miskin dan kaya.
“Padahal, klaim rasio PBI hanya 80-85% sedangkan mandiri 1380% tahun lalu. Dengan ketimpangan infrastruktur, bisa dibilang pelayanan JKN saat ini mirip dengan subsidi BBM karena orang miskin menanggung beban orang kaya,” seperti dikutip Bisnis, (9/9/2015).
Dengan adanya rencana kenaikan iuran PBI, Rimawan mengatakan pelaksanaan JKN akan semakin menciptakan kesenjangan. Seharusnya, dia mengatakan iuran peserta mandiri yang dipertimbangkan seperti besaran dalam premi asuransi swasta.
Menurutnya, pemerintah harus mengevaluasi kembali perihal kesiapan infrastruktur didaerah, memaksimalkan peran teknologi informasi dalam pendataan pasien, transparansi data keuangan penyelenggara serta menggerakan gaya hidup sehat kepada masyarakat secara komperhensif.
Adapun, dia mengatakan pemerintah harus memikirkan kembali skema jenjang karena konsep universal health care seharusnya dijamin sama dan berlaku demikian di seluruh negara.
“Meskipun tidak ada kelas, namun pelayanan itu yang harus dijamin sama dan berkualitas. Masih banyak tantangan untuk JKN dalam membenahi ini,” ujarnya.
Menaikkan iuran PBI tahun depan merupakan salah satu rencana yang dilakukan BPJS untuk menekan defisit lembaga itu karena
Kepala Penelitian dan Pengembangan BPJS Kesehatan Togar Siallagan mengatakan perkiraan angka defisit pada tahun ini mencapai Rp6-7 triliun. Tahun depan, diperkirakan akan membengkak hingga Rp9-11 triliun. Adapun, besarnya defisit sudah ditanggung lembaga itu sejak tahun lalu.
"Mismatch di 2014 Rp 3 triliun, penyebabnya banyak biaya yang dikeluarkan untuk orang-orang kelompok mandiri," katanya.
Pelaku Usaha
Dari sisi pelaku usaha, skema COB masih ditunggu untuk memberikan kepastian kepada industri asuransi dan perusahaan pemberi kerja agar tidak membebani karena harus membayar dobel.
Julian Noor, Ketua Asosiasi Asuransi Umum Indonesia menyatakan dengan kondisi ekonomi yang masih tertekan saat ini membuat perusahaan pemberi kerja akan semakin berat apabila harus membayar dua premi sekaligus.
“Fenomena menambah budget untuk tetap mempertahankan asuransi swasta juga harus jadi perhatian pemerintah juga kan di saat ekonomi seperti ini,” ujarnya.
Dumasi M.M Samosir, Direktur PT Asuransi Sinar Mas mengatakan proses COB terputus sementara (status quo) setelah Dewan Jaminan Sosial Nasional berpendapat pelaksanaan kordinasi manfaat berpotensi melanggar Undang-Undang no. 40 tahun 2004.
Dalam proses terakhir, Dumasi mengatakan ada perbedaan pendapat mengenai fasilitas kesehatan tingkat pertama (FKTP) karena pihak asuransi swasta meminta faskes yang sudah bekerjasama bisa digolongkan sebagai FKTP.
"Tapi, mereka menilai izin rumah sakit atau klinik umum yang belum bekerja sama dengan BPJS Kesehatan berbeda dengan FKTP mereka. Nah, baru-baru ini kami bertemu DPR untuk hearing soal kelanjutan COB, kami harapkan bisa ada kejelasan," katanya.
Firdaus Djaelani, Kepala Eksekutif Pengawas Industri Keuangan Non Bank mengatakan pihaknya akan mempertimbangkan semua usulan dalam seminar dan dan terbuka untuk berbagai kemungkinan penyelesaian dalam kelanjutan COB.
“Kalau kami lihat pembicaraan tadi, bisa apakah kita stop COB itu dan asuransi swasta top up saja [pasar premium] kami akan lakukan pembicaraan dengan asosiasi,” ujarnya.