Bambang Gunawan (memotong tumpeng) dan Basuki Teguh Yuwono, keduanya pendiri Padepokan Brojobuwono. /padepokanbrojobuwono.blogspot
Fashion

Mengenal Keris Jawa dengan Sang Empu

Wike Dita Herlinda
Senin, 28 September 2015 - 14:00
Bagikan

Basuki Teguh Yuwono

Bisnis.com, JAKARTA - Tidak banyak generasi muda zaman sekarang yang memiliki ketertarikan khusus pada dunia perkerisan. Namun, bagi Basuki Teguh Yuwono, melanggengkan warisan budaya keris merupakan hasrat hidupnya.

Di usianya yang baru menginjak 39 tahun, Basuki sukses menjadi salah satu empu termuda di Tanah Air. Keris-keris Kamardikan bikinannya sangat terkenal dan diakui internasional, bahkan kerap diburu oleh kolektor dari berbagai penjuru dunia dengan harga fantastis.

Pengampu Padepokan dan Museum Keris Brodjobuwono asal Surakarta tersebut mengaku tidak memiliki trah empu keris di dalam keluarganya. Dalam berkarya pun, dia tidak pernah mematok harga tertentu. Dia justru mempersilakan pembelinya menentukan harga sendiri.

Di usia yang semuda ini, bagaimana awal mula terjun ke dunia?

Empu itu kan berasal dari Bahasa Sansekerta yang artinya yang dimuliakan, dalam artian orang-orang yang memiliki spesifikasi puncak keahliannya. Bisa di keris, bisa di sastra dan sebagainya. Cuma memang seorang empu itu identik dengan dunia perkerisan.

Kalau saya sendiri, bersinggungan dengan dunia perkerisan berawal dari latar belakang keluarga Jawa. Jadi, nilai-nilai filsafat dalam keris itu sudah biasa saya dengar dari kakek saya sejak kecil.

Apakah ada trah empu di keluarga Anda?

Sebetulnya belum ada. Namun, kakek saya kebetulan seorang ahli petung Jawa. Jadi, sangat menguasai betul soal ilmu-ilmu perhitungan Jawa, astronomi, dan sebagainya. Dari situ, secara tidak langsung saya belajar dari kakek saya soal nilai-nilai buadaya.

Kebetulan beliau juga banyak koleksi keris.

Bagaimana jalan Anda sampai memutuskan menjadi empu di usia muda pada era modern?

Pada 1995 setelah lulus SMA, saya masuk Institut Seni Indonesia (ISI) Surakarta. Lalu saya mulai mengenal bengkel kesenian, yang memproduksi gamelan dan keris.Nah, dri sana saya mulai mengenal teknologi pembuatan keris.

Karena saya banyak mempelajari ilmu falsafah dan filsafat Jawa dari keluarga, saya jadi tertarik pada dunia perkerisan dan akhirnya saya menggeluti dari segi penciptaan keris juga.

Pada 1997, saya mendapat besasiswa ke luar negeri. Dari sana, saya mulai banyak riset. Pertama-tama saya meneliti pasir besi yang digunakan utuk mengolahpamordalam keris. Saya melakukan risetnya di Jawa dan Bali.

Pada 1998, saya mulai riset kayu yang digunakan untuk aksesoris perkerisan. Untuk itu saya harus menjelajah ke seluruh Indonesia. Baru pada 1999 saya membuat padepokan keris di rumah saya sendiri.

Dari situ, kami mencoba terjun dan memperkenalkan diri di dunia perkerisan. Ternyata, respons masyarakat baik di dalam maupun luar negeri sangat positif. Akhirnya, pada 2012 saya mengembangkan padepokan saya menjadi sebuah museum.

Kapan keris pertama yang Anda buat dan apa jenisnya?

Pada 1995. Waktu itu keris yang saya buat tidak berpijak kepada paken secara murni, karena tujuan saya adalah untuk pelestarian. Saya banyak melahirkan keris-keris gaya baru tanpa meninggalkan koridor makna, nilai, dan pakem dalam dunia perkerisan.

Saya banyak melahirkanpamorbaru dan tipologi bentuk atau dapur keris baru.

Apa contoh kreasinya?

Eksperimen saya misalnya dari bijih besi Bengawan Solo, yang saya beri nama Toya Mandeg Binelah. Artinya, bagaikan air yang begitu berhenti seperti dibelah tengahnya. Motif yang cukup menarik.

Saya juga membuat motif Sirno Sengkala, dan masih banyak lagi. Totalnya ada lebih dari 100pamordan 100dapuryang berkiblat pada keris-keris yang pakem.

Apa kendala mewariskan budaya perkerisan kepada generasi muda?

Pertama,telah terjadi pendangkalan dan pembiasan pemahaman masyarakat terhadap dunia perkerisan, sehingga budaya keris seolah-olah tidak menarik lagi bagi masyarakat zaman sekarang.

Kedua, keris itukantergolong kebutuhan integratif, bukan kebutuhan pokok. Sedangkan, desain budaya modern dengan aksesoris busana masa kini tidak lagi harus menghadirkan sebuah keris.

Ketiga,keris awal mulanya diciptakan sebagai budaya yanghigh classkarena berhubungan dengan kraton. Namun, sebenarnya keris juga sering hadir dalam kebudayaan populer.Nahsementara ini, dalam dunia kesenian secara tradisi, masyarakat memahaminya hanya sepotong-sepotong.

Mereka menganggap bahwa tradisi harus dibawa ke masa lalu, dan modern harus berkaitan dengan masa kini. Padahal, sebetulnya keris bisa sangat adaptif. Ini yang kurang dipahami oleh generasi muda.

Apa syarat jika ada generasi muda yang ingin jadi empu seperti Anda?

Terdapat dua manuskrip yang menjadi acuan.Pertama, naskah Dharma Kepandean yang dibuat pada era Kerajaan Kediri, Singasari, dan Majapahit.Kedua, naskah Rerajahan Keris yang menjelaskan persyaratan untuk menjadi empu atau penggandring.

Ada beberapa keahlian dasar yang harus dimiliki seorang empu.

Pertama, ilmu spiritual karena keris merupakan kristalisasi makna nilai manusia dan Tuhan. Sehingga, seorang empu harus bisa menjadi panutan baik perilaku dan pemikiran, maupun etika hidup.

Kedua, ilmu psikologi karena karakter keris merupakan cerminan dari karakter individu pemiliknya. Sehingga, seorang empu harus mampu menerjemahkan karakter pemesan dengan keris yang dia buat.

Ketiga, ilmu anatomi karena keris dibuat berdasarkan anatomi masing-masing pemilik. Ukurannya harus disesuaikan menggunakan ruas telapak tangan. Sehingga, semua keris yang dibikin pas dengan ukuran 4 jari telapak tangan.

Keempat, ilmu seni karena keris itu mengandung nilai Kaindan, yang tidak hanya menyangkut panca indera tapi rasa. Keris yang baik harus bisa dinikmati orang yang punya panca indera utuh maupun tidak. Orang buta pun bisa lihat keris itu bagus atau tidak.

Kelima, ilmu sastra karena tolok ukur intelektual seorang empu pada masanya dinilai dari penguasaannya terhadap ilmu tulis.

Nah, karena keris itu punya teknologi seni tempa logam yang tertinggi pada masanya, dibutuhkan pengetahuan teknologi yang rumit, sehingga tidak banyak orang sekarang yang mau mendalami secara utuh.

Mengapa dibedakan antara keris kuno dan Kamardikan?

Budaya perkerisan di Tanah Air sempat terputus pada 1930-1970an. Karena itulah kemudian cara menurunkan ilmu keris pun terputus dan mengalami kendala sampai sekarang.

Penyebabnya, saat itu adalah akhir kolonial Belanda dan masuknya Jepang. Jepang melarang pande besi membuat perkakas pertanian dan senjata, termasuk keris, karena dianggap membahayakan. Selain itu, biaya untuk membuat keris cukup mahal dan ekonomi saat itu sulit.

Penyebab lainnya adalah masuknya fesyen Eropa, di mana masyarakat Indonesia mulai meninggalkan pakaian adat dan menggunakan jas atau hem, sehingga keris tidak lagi dikenakan.

Bagaimana menarik minat kolektor generasi muda terhadap budaya perkerisan?

Pertama-tama, keris itu harus dipahami secara utuh dalam hal pelestariannya. Jangan berpikir untuk melestarikan keris, kita harus kembali ke masa lalu. Justru, pikirkan bagaimana menggulirkan karya budaya sesuai dengan keberterimaan zaman.

Semestinya, pada era modern juga dapat dilahirkan keris-kerismasterpiece. Jangan terjebak pada segi penciptaan fisiknya saja, tapi perhatikan maknanya.

Satu lagi, jangan anti terhadap teknologi. Keris dapat dibuat dengan teknologi, selama tidak meninggalkan makna dan nilai. Dengan teknologi, keris dapat dikembangkan lebih maksimal, sehingga konteks multikultur dalam keris dapat terjaga.

Salah satu yang kami tawarkan adalah dengan menciptakan keris yang bisa dikenakan dalam semua bentuk busana oleh seluruh etnik. Dari segi seni pun bisa dikembangkan, bisa dihadirkan dalam duniafine art.

Keris juga bisa dijadikan media investasi, yang nilainya terus meningkat dari hari ke hari.

Pemesan keris buatan Anda dari kalangan apa saja?

Sebelumnya saya jelaskan dulu. Ada 3gradeperajin atau empu keris.Pertama,empu pembuat keris suvenir.Kedua, empu kerisagemanatau sekadar untuk busana.Ketiga, epupayuhanyang mampu memberi identitas pada kerisnya yang memiliki makna nilai tinggi.

Nah, kami memilih segmen kerispayuhandan kami mencoba membidik pangsa pasar yang mengerti tentang makna filosofis keris. Dengan kata lain segmen pasar kami adalah kelas menengah ke atas.

Segmen pasar kami berasal dari hampir seluruh dunia dan bahkan mayoritas pejabat di dalam negeri pernh menjadi pemesan kami. Pesanan kami pun tidak mengenal musim tertentu.

Dari luar negeri mana saja?

Sangat banyak, hampir seluruh dunia. Dari Asia, misalnya, dari Filipina, Jepang, China. Lalu ada juga yang dari Amerika, Belgia, Prancis, Belanda, dan sebagainya.

Bagaimana menentukan nilai keris yang dijual?

Karya seni tidak bisa ditentukan berdasarkan indikator khusus. Yang paling menentukan adalah identifikasinya. Dalam memasarkan karya, saya tidak pernah membuka harga.

Namun, karena pengalaman yang tinggi, kolektor-kolektor yang datang ke saya biasanya sudah pahamgrade-nya.

Selain itu, mereka juga mengukur dari materi yang digunakan. Misalnya, seberapa banyak emas dan berlian yang dipakai. Lalu kualitaspamordan bahan-bahannya apakah sempurna atau tidak. Tingkat kekerasan besinya juga.

Berapa termahal yang pernah dibeli?

Kami tidak pernah menetapkan harga, justru kolektornya yang mematok harga. Namun, keris kami pernah terbeli sampai Rp1 miliar.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Editor : Fatkhul Maskur
Bagikan

Tags :


Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terkini

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Terpopuler

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro