Foto ilustrasi peragaan busana./Reuters
Fashion

Menuju Industri Fesyen yang Lebih Beretika

Wike Dita Herlinda
Sabtu, 17 Oktober 2015 - 23:00
Bagikan

Bisnis.com, JAKARTA -- Sudah bukan rahasia lagi bahwa fesyen merupakan salah satu lini industri yang paling progresif di dunia. Fakta bahwa sandang merupakan kebutuhan primer dalam kehidupan manusia menjadikan fesyen sebagai sektor bisnis yang paling langgeng.

Besarnya kebutuhan umat manusia akan produk sandang membuka peluang yang lebar pula bagi pertumbuhan ekonomi suatu negara. Sebab, fesyen menumbuhkan geliat industri garmen atau pakaian jadi, alas kaki, tekstil, aksesori dan perhiasan, serta lainnya.

Clean Clothes mencatat pada 2014 terdapat sekitar 60 juta75 juta pekerja di seluruh dunia yang terserap di sektor industri tekstil, pakaian jadi, dan alas kaki. Angka itu melambung drastis dari capaian sebanyak 20 juta orang pada 2000.

Sekitar tiga perempat pekerja yang berkarya di industri garmen adalah perempuan. Adapun, nilai industri tersebut secara global tahun lalu menembus US$621 miliar untuk pakaian perempuan, US$402 miliar untuk pakaian pria, dan US$186 miliar untuk pakaian anak-anak.

Pasar produk pakaian jadi di seluruh dunia bernilai lebih dari US$1,70 triliun, ekspornya mencapai lebih dari US$412 miliar, dan nilai industri garmen sendiri menembus US$1,78 triliun. Sementara itu, nilai industri fesyen secara total mencapai lebih dari US$2,56 triliun.

Semakin pesatnya pertumbuhan industri fesyen pun membawa segudang efek samping, di sela-sela dampak positifnya bagi geliat perekonomian. Salah satu yang kerap memantik perdebatan adalah efek negatif industri fesyen terhadap lingkungan.

Siapa yang tahu bahwa pakaian yang kita kenakan sehari-hari bisa saja berasal dari bahan atau cara pembuatan yang merusak habitat. Misalnya saja penggunaan pestisida yang digunakan untuk melawan hama pada tanaman penghasil bahan tekstil.

Belum lagi bahan-bahan kimia yang digunakan untuk menghapus pigmen (bleach) atau mewarnai tekstil. Mesin-mesin tekstil atau garmen juga ditengarai kerap menimbulkan polusi udara, air, dan suara.

Laporan dari organisasi non-profit Earth Pledge menyebutkan setidaknya terdapat 8.000 jenis bahan kimia yang digunakan untuk mengolah bahan mentah menjadi tekstil. Tidak hanya itu, 25% pestisida dunia digunakan untuk menumbuhkan tanaman kapas nonorganik.

Terungkapnya fakta-fakta pedih di balik gemerlap industri fesyen pun menimbulakan desakan-desakan untuk membuat industri itu lebih beretika. Dari sana lantas lahirlah konsepsustainable fashion(fesyen berkelanjutan) yang diklaim ramah lingkungan dan sosial.

Seiring dengan gencarnya kampanyesustainable fashion,para perancang mode dari berbagai belahan dunia pun mulai berlomba-lomba menawarkan produk fesyen yang berbasis ramah lingkungan dari segi metode pembuatan maupun pemilihan bahan.

Beberapa dari desainer tersebut a.l. Stella McCartney, Ryan Jude Novelline, dan Lucy Tammam. Selain itu, mulai bermunculan pula label-label fesyeneco-friendlyseperti Amour Vert, Armedangels, DaRousso, Heavy Eco, Generation Pacifique, dan sebagainya.

Beberapa hal yang harus dipertimbangkan dalam pengembangan fesyen berkelanjutan adalah penggunaan serat alami yang bukan berbasis petrolium untuk membuat kain, kancing, kacamata, dan sebagainya.

Selain itu juga, penggunaan selulosa selain kapas, seperti rami, bambu, jagung, kedelai, nanas, pisang, dan masih banyak lagi. Lalu, penggunaan protein alami seperti sutera, angora, bulu unta, wool, kasmir, dan lainnya.

Proses pembuatannya pun memfungsikan bahan-bahan alami, seperti polimer jagung (polyalctic acid/PLA). Tidak hanya itu, proses produksi busana juga dapat dilakukan melalui daur ulang atau pengolahan limbah.

Sayangnya, sebagian besar perancang dan label fesyen yang berstatus ramah lingkungan atausustainableitu masih bercokol dari Benua Biru alias Eropa. Beberapa juga berasal dari Kanada dan Amerika Serikat.

Lantas bagaimana dengan perkembangansustainable fashiondi Indonesia sendiri? Tidakkah negara dengan pangsa pasar dan konsumsi atas industri fesyen yang sangat besar ini juga menyadari perlunya model industri yang ramah lingkungan?

Menuju Industri Fesyen yang Lebih Beretika

Soal Etika

Bagi Indonesia, fesyen merupakan sektor penopang terkuat dalam lini ekonomi kreatif. Nilai ekspor produk fesyen dari republik ini juga terus menunjukkan tren menggemirakan dari tahun ke tahun.

Kementerian Perdagangan melaporkan pada 2014 nilai ekspor produk fesyen RI mencapai US$13,93 miliar. Dari nilai itu, ekspor pakaian jadi menyumbang pangsa terbesar yaitu 55,15% atau setara US$7,68 miliar.

Selanjutnya, ekspor alas kaki mencapai US$4,1 miliar, dan perhiasan US$2,13 miliar. Dilihat dari trennya, ekspor produk fesyen selama 2010-2014 mengalami pertumbuhan positif 8,27% per tahun.

Tahun lalu, pemerintah menargetkan Indonesia mampu menjadi salah satu fashion hubdunia pada 2025. Harapan itu akan diwujudkan melalui kerja sama dengan para peritel untuk memperkuat produk-produk pakaian jadi dengan merek dagang lokal yang berkualitas.

Indonesia memiliki andalan rayon dan poliester.Nah, untuk menjadifashion hub, pemerintah melalui Kementerian Perindustrian akan menggali sumber alam lain yang dapat dijadikan ciri khas Nusantara, seperti rami, sutera, serat pisang, serat nanas, dan pewarna alami.

Hal tersebutsejak tahun laludirancang sebagai salah satu bagian dari promosi Kemenperin untuk mewujudkangreen fashiondi Indonesia. Setidaknya, itu merupakan secuil bukti pemerintah peduli dengan arah industri fesyen di Tanah Air.

Menuju Industri Fesyen yang Lebih Beretika

Awal tahun ini, pemerintah juga sudah berencana membuat standar untuk produk pakaian jadi buatan dalam negeri. Standar yang dimaksud adalah dalam hal ukuranall size, agar dapat bersaing di pasar internasional dan pas dikenakan orang dari ras dan negara manapun.

Nah, tidak lama lagi Indonesia akan menghelat Swarna Fest 2015 di Pantai Nembrala, Kabupaten Rote Ndao, NTT. Festival fesyen selama 6-7 November itu mengusung tema Road to Indonesia Ethical Fashion.

Rasa-rasanya ajang ini dapat dijadikan batu lompatan bagi Indonesia untuk menuju industri fesyen yang lebih beretika. Dirjen Industri Kecil Menengah (IKM) Euis Saidah menjelaskan pemerintah memang sedang getol mendorong industri fesyen untuk lebih ramah lingkungan.

Langkah awalnya adalah melalui promosi penggunaan bahan pewarna alami, khas Indonesia. Beberapa yang digadang-gadang a.l. rumput laut untuk warna hijau, nila untuk warna biru, kayu tegeran untuk warna kuning, kayu tingi untuk warna coklat, dan secang untuk merah.

Menurut Euis, cikal bakal fesyen di Indonesia pada zaman nenek moyang memang sudah memanfaatkan bahan alami untuk membuat songket atau batik. Jadi, menurutnya,ethical fashionsebenarnya merupakan warisan budaya bangsa bernilai tinggi yang harus dilestarikan.

Indonesia punya ciri khas warna sendiri, yaitu warna alami. Selain itu ada juga serat alami. [Melalui Swarna Fest], kami akan memecahkan rekor MURI untuk [pembuatan] tenun gedongan dengan pewarna alam bersama 250 orang, jelasnya.

Merdi Sihombing, salah satu desainer yang fokus pada pengembangan pewarnaan alami untuk busana, mengakui ideethical fashionmerupakan hal baru bagi Indonesia. Meskipun demikian, pemahamannya sebenarnya telah tertanam sejak zaman dahulu kala.

Baginya, alam Indonesia sendiri sebenarnya sudah sangat menunjang untuk pengembangan industri fesyen yang ramah lingkungan. Rote, misalnya, adalah penghasil rumput laut terbesar kedua di Indonesia. Penenun songketnya kebanyakan dari Pulau Ndao.

Mudah-mudahan, langkah dan upaya untuk membuat industri fesyen lokal lebih beretika tidak berhenti pada sekadar festival. Ke depannya, siapa tahu banyak label garmen lokaleco-friendlyyang mampugo international.

Dan, kita pun bisa menjadi bangsafashionableyang peduli lingkungan!

 

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Editor : Setyardi Widodo
Bagikan

Tags :


Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terkini

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Terpopuler

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro