Baru-baru ini Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama mengungkapkan rencana membangun laboratorium sains khusus untuk menangani pasien dengan gangguan kejiwaan./
Health

Rumah Sakit di Jakarta Memerlukan Lebih Banyak Psikolog

Wike Dita Herlinda
Sabtu, 17 Oktober 2015 - 22:05
Bagikan

Bisnis.com, JAKARTA -- Baru-baru ini Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama mengungkapkan rencana membangun laboratorium sains khusus untuk menangani pasien dengan gangguan kejiwaan. Usul itu didasari oleh kenyataan makin banyaknya orang gila di Ibu Kota.

Gubernur yang akrab disapa Ahok itu berniat membangut lab kejiwaan tersebut di daerah Ciangir, Kecamatan Legok, Kabupaten Tangerang. Alasannya, tiga panti sosial milik pemprov yang sudah ada saat ini telah kelebihan muatan.

Panti Laras 1, 2, dan 3 saat ini telah menampung setidaknya 2.962 penderita gangguan kejiwaan. Padahal, sebuat Ahok, kapasitas ketiga panti sosial itu hanya 1.700 orang. Ini jelas sudah tidak sesuai! tegasnya.

Di satu sisi, rencana gubernur asal Belitung itu menimbulkan secuil pertanyaan. Apakah memang level stress di Jakarta sudah sedemikian akutnya sehingga semakin banyak orang dengan masalah kejiwaan (ODMK) atau orang dengan gangguan jiwa (ODGJ)?

Mengapa penderita gangguan jiwa di Jakarta cukup tinggi? Apa yang harus dibenahi? Apakah Ibu Kota sudah kekurangan tenaga ahli untuk mengatasi tekanan akibat stress yang melanda warganya?

Permasalahan tersebut sebenarnya telah terendus oleh Kementerian Kesehatan. Saat ini sudah ada upaya untuk menekan angka stress. Salah satunya adalah dengan menempatkan psikolog-psikolog klinis di rumah sakit.

Tugas para psikolog itu rupanya bukan untuk mediator konseling atau terapis bagi OMDK dan ODGJ. Namun, mereka difungsikan untuk memberi bantuan secara emosional kepada pasien, agar tidak jatuh stress.

Arah penanganan medis saat ini adalah untuk memperbaiki, meningkatkan, dan memperhatikan unsur-unsur kesehatan jiwa. Justru, yang lebih diperhatikan adalah kondisi psikologis pasien, kata psikolog klinis dan forensik Kasandra Putranto.

Tren menempatkan psikolog di rumah sakit sebagai upaya mempercepat kesembuhan pasien didasari oleh kenyataan bahwa saat ini para dokter di Ibu Kota cenderung memiliki jam terbang yang teramat padat.

Akibatnya, tidak jarang ditemui dokter di klinik atau rumah sakit yang hanya sekadar menganalisa dan memberi resep, tanpa mendorong pasien secara emosional. Misalnya, dengan mengajak ngobrol.

Seringkali dokter terlalu sibuk, terutama dokter di puskesmas. Bisa jadi dia sendiri bekerja sampai lupa makan, karena terlalu banyak pasiennya. Apalagi sejak ada BPJS Kesehatan, dokter saat ini semakin sibuk, kata Kasandra, yang juga Humas Ikatan Psikolog Klinis.

Sikap dokter yang kerap acuh terhadap pasiennya menimbulkan problema tersendiri bagi kejiwaan si penderita sakit. Kurangnya dukungan emosional dan perhatian dapat menjadikan pasien semakin stress dan pada akhirnya sulit untuk sembuh.

Dari fenomena itu, lantas mulai banyak RS yang menggandeng para psikolog klinis khusus untuk mendampingi pasien secara emosional selama proses penyembuhan. Terbukti, kebanyakan pasien yang merasa diperhatikan akan menjadi lebih cepat sembuh.

Banyak RS yang sudah menggunakan sistem ini. Jadi, dokter hanya menangani fisik pasiennya, lalu psikolog didatangkan untuk menangani mentalnya. Tugasnya adalah untuk mengobrol dengan pasiennya, memberikan dukungan secara psikologis, jelas Kasandra.

Permasalahannya, sambungnya, saat ini masih belum banyak RS yang memberikan atau menyediakan fasilitas psikolog klinis untuk pendampingan pasien. Dia menilai di Jakarta saja, jumlah psikolog untuk rumah sakit masih sangat terbatas.

Problema yang kami alami adalah tidak semua RS punya psikolog. Di Indonesia baru ada sekitar 500-600 psikolog klinis. Kalau ditanya kurang,yajelas kurangbanget. Bisa dihitung, berapa jumlah RS di Indonesia. Seharusnya, tiap RS paling tidak punya satu psikolog.

Di Jakarta sendiri, lanjutnya, baru beberapa rumah sakit dan puskesmas yang sudah dilengkapi dengan layanan psikolog. Dia menyebut idealnya setiap puskesmas memiliki psikolog klinis, mengingat pasiennya yang sangat padat.

Jakarta memiliki 44 kecamatan dan 297 kelurahan. Itu berarti, dibutuhkan minimal 341 psikolog klinis untuk ditempatkan di setiap puskesmas di Jakarta saja. Ini supaya para psikolog bisa menunjang kinerja dokter dalam penyembuhan pasien.

Saat ini, Ikatan Psiklog Klinis tengah mendorong pemerintah untuk menelurkan kebijakan agar setiap fasilitas kesehatanbaik RS, klinik, maupun puskesmasmemiliki layanan psikolog.

Rasa-rasanya Jakarta memang membutuhkan lebih banyak bantuan psikolog. Dengan demikian, harapannya tekanan stress di Ibu Kota dapat diminimalisir.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Editor : Setyardi Widodo
Bagikan

Tags :


Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terkini

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Terpopuler

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro