/id.wikipedia.org
Health

Hindari Diabetes, Masyarakat Indonesia Harus Kurangi Konsumsi Nasi

Ipak Ayu H Nurcaya
Minggu, 18 Oktober 2015 - 21:18
Bagikan

Bisnis.com, JAKARTA - Bagi masyarakat Indonesia nasi merupakan makanan pokok yang harus tersedia di meja makan setiap hari. Bahkan ada pemeo dalam masyarakat sendiri, belum makan namanya jika belum makan nasi.

Namun, jika ditelusuri sejarahnya para leluhur di nusantara dahulunya tidak terlalu sering makan nasi. Selain biaya mahal dan waktu yang lama untuk menanam padi, masyarakat Indonesia dahulunya masih terbiasa dengan makan ubi, sagu, jagung dan lainnya sebagai makanan pokok.

Hal tersebut sebagaimana disampaikan Ketua Umum Serikat Petani Indonesia (SPI), Henry Saragih. Menurutnya nasi sebagai makanan pokok masyarakat hari ini juga sangat dipengaruhi masa kepresidenan Soeharto.

“Dulu Soeharto menempatkan kata pangan pada nasi, sehingga terdoktrin pada masyarakat bahwa nasi adalah sumber makanan yang utama. Contohnya di NTT pernah terjadi ‘langka pangan’ yang sebenarnya hanya tidak ada beras sedangkan pengganti lainnya seperti ubi, kentang dan apukat masih banyak,” kata Henry saat dihubungi Bisnis.

Lebih lanjut Henry mengatakan sudah saatnya masyarakat mengubah cara pandang terhadap nasi. Saat ini Indonesia sudah mengalami kelebihan impor beras, yakni mencapai 7 ton pada beberapa tahun terakhir.

“Kami selalu mendorong diversifikasi pangan yang mana tidak akan pernah berhasil jika pemerintah dan masyarakat tidak ada yang mulai mencoba,” katanya.

Senada dengannya, Pakar Kuliner Nusantara, Bondan Winarno mengatakan masyarakat harus mulai mengurangi konsumsi nasi. Banyak sekali sumber karbohidrat yang bisa dijadikan makanan pokok pengganti nasi.

Sekarang konsumsi nasi di Indonesia rata-rata masih tinggi yakni 130 kg per tahun berbeda dengan Malaysia yang hanya 80 kg per tahun. Angka ini berbanding lurus dengan meningkatnya peringkat Indonesia sebagai masyarakat yang banyak mengidap penyakit diabetes yakni peringkat empat sedunia.

Hal ini dikarenkan nasi putih memiliki Glycemic Index (GI) di kisaran di atas 70. Sehingga bisa jadi penyebab penyakit tersebut dan bagi penderitanya tidak disarankan mengkonsumsi nasi. Hal ini juga berlaku bagi penderita trigliserida yang tinggi. Kandungan gulanya yang dapat dengan cepat diproses, akan disimpan menjadi lemak dalam tubuh bila tidak digunakan.

Berbeda misalnya dengan singkong yang merupakan sumber kabohidrat kompleks dengan nilai GI rendah yaitu di bawah 55.  Begitu juga dengan ubi jalar yang memiliki GI di kisaran angka 30-an dan kandungan vitamin serta serat yang sangat baik bagi pencernaan.

“Intinya rumus simpel makanan sehat dan lezat adalah lengkap, sehat dan beragam. Dibanding nasi, ubi lebih banyak memiliki kandungan serat yang baik bagi pencernaan,” katanya dalam Festival Nasi yang diadakan Philips beberapa waktu lalu.

Bondan menambahkan saat ini kesadaran makanan tradisional sedang naik. Pengaruh utamanya yakni tren menikamati wisata kuliner jika mengunjungi satu daerah. Hal ini bisa menjadi jembatan untuk masyarakat agar mau kembali pada makanan asli leluhur Indonesia selain nasi tersebut.

“Saya tidak menyangkal akan kelezatan nasi yang banyak memiliki varian setiap daerahnya, tetapi masyarakat juga harus mulai terbuka dengan makanan daerah yang tidak kalah lezat dengan nasi,” kata Bondan.

Dia menambahkan banyak makanan daerah yang bahkan lebih nikmat jika disantap tanpa nasi. Seperti rendang yang pada zaman dahulu orang menikmatinya dengan singkong parut yang dikenal dengan namanya kacimui atau papeda makanan Maluku yang dinikmati dengan sagu.

“Untuk itu saya mengajak semua masyarakat kembali kenali masakan asli Nusantara dan jaga supaya kedaulatan pangan kita tetap terjamin dengan baik,” kata Pria asal Surabaya tersebut.

 

Bagikan

Tags :


Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terkini

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Terpopuler

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro