Bisnis.com, JAKARTA -- Anda masih ingat tokoh Bona Si Gajah Kecil Berbelalai Panjang, yang sangat populer di salah satu majalah anak-anak pada dekade 1990-an? Atau karakter Dumbo buatan Disney yang terkenal dengan telinga lebarnya?
Sejak dulu, gajah memang kerap dijadikan inspirasi lahirnya karakter-karakter fiksi nan unik dan menarik bagi anak-anak. Di dunia nyata, gajah juga merupakan salah satu binatang mamalia dengan tingkat intelejen tinggi di muka bumi.
Sayangnya, populasi hewan berbelalai itu semakin tergerus, baik gajah Asia maupun Afrika. Beberapa kawasan di Indonesia yang terkenal akan gajahnyaseperti Lampungjuga mulai mencatatkan penurunan populasi satwa dengan daya ingat yang kuat itu.
Pada banyak kasus, gajah kerap diberitakan sebagai korban keganasan ulah manusia. Banyak dari mereka yang tewas akibat upaya manusia dalam mencari keuntungannya sendiri. Sebagian dari Anda mungkin masih ingat kisah Yongki.
Gajah penengah konflik di Lampung itu ditemukan tewas pada Jumat (18/9). Selain Yongki, ada banyak kasus gajah yang dibunuh hanya sekadar untuk diambil gadingnya. Iming-iming harga tinggi dari sebilah gading kerap membuat manusia kalap memburu fauna tersebut.
Di pasar gelap, gading gajah dapat ditebus senilai minimal Rp500 juta. Berdasarkan catatan World Wide Fund for Nature (WWF), saat ini di Sumatra terdapat kurang dari 2.800 gajah. Angka tersebut merosot drastis 80% dalam 25 tahun terakhir.
Menurut WWF, penyebab utama penurunan populasi gajah adalah semakin menciutnya luasan habitat hewan itu di Sumatra. Areal hutan banyak dibabat untuk kebutuhan pertanian, khususnya industri pulp, kertas, dan perkebunan kelapa sawit.
Jika tidak ada perhatian akan kasus tersebut, para ahli memprediksi gajah Sumatra akan punah dalam waktu tidak kurang dari 30 tahun lagi. Ya, dalam tiga dekade, gajah bisa bernasib sebagai binatang yang hanya bisa dilihat di buku cerita anak-anak saja.
Sebenarnya telah ada berbagai upaya yang dilakukan untuk menyelamatkan nasib gajah Sumatra yang kian terancam. Berbagai organisasi menggandeng perusahaan untuk menyuarakan awareness akan bahaya laten kepunahan satwa eksotis tersebut.
Salah satunya adalah melalui medium kesenian, sebagaimana yang dilakukan perusahaan berlian berkualitas tinggi Frank & Co. yang menggandeng Let Elephants Be Elephants (LEBE).
Korporasi penghasil berlian kualitas warna F dan kejernihan VVS itu berupaya meningkatkan kepedulian masyarakat akan kelestarian gajah di Tanah Air, dengan dukunganbrand ambassador Nadya Hutagalung yang memang terkenal sebagai pecinta gajah.
Peningkatan awareness dilakukan dengan cara unik, yaitu menggalang kompetisi seni ilustrasi yang terinspirasi dari kehidupan gajah. Kompetisi tersebut merupakan kegiatan pertama Frank & Co. dan LEBE dalam rangkaian gerakan kelestarian gajah.
Sebelumnya, telah diadakan kampanye di media sosial dengan menggunakan tanda pagar #riseoftheelephant. Ternyata, upaya meningkatkan kesadaran akan kelestarian gajah berhasil membetot perhatian dengan keterlibatan 1.170 ilustrator.
Kompetisi yang berjalan tidak lebih dari 30 hari ini mendapatkan tanggapan yang sangat positif dari para individu kreatif di Indonesia. Berbagai gaya ilustrasi yang terinspirasi dari kehidupan gajah berjumlah lebih dari 500 gambar dari total 1.170 karya, kata Nadya.
Ahli ilmu hewan Dr. Tammie Matson, yang juga salah satu penggagas LEBE, menambahkan seni dapat dijadikan ruang untuk memberikan suara kepada konsumen dalam menurunkan permintaan atas gading gajah.
Beberapa ilustrasi juara yang menjadi highlight, misalnya karya Brigitta Rene dengan judul Meraung Gagah Menatap Ramah yang menggambarkan gajah berwarna merah jambu di dalam sebuah kubus yang penuh dengan ranting dan dedaunan.
Ada juga Cosmic Elephants karya Papang J. Pangketepang. Karya bergaya psychedelic itu menceritakan di masa depan semua gajah akan punah. Nama-nama mereka pun akan diabadikan menjadi rasi bintang. Sebelum itu terjadi, mari kita cegah kepunahan mereka, kata Papang.
Selain itu, ada juga Together We Can Save Them karya bergaya realis milik Fajareka Setiawan yang menggambarkan pembalakan hutan liar, penyusutan dan fragmentasi habitat, serta pembunuhan gajah akibat konflik dan perburuhan.
Diceritakan dalam ilustrasinya, pemerintah dan mahout (pawang gajah) telah melakukan patroli rutin untuk menjaga keamanan hutan. Namun, itu saja tidak cukup. Kita harus bersatu untuk melindungi gajah Sumatra dari kepunahan, paparnya.
Jadi, apa upaya Anda untuk menyelamatkan satwa eksotis khas negara ini? Tidak perlu menjadi seniman atau pembesar untuk berbuat sesuatu. Bukan hanya untuk gajah, tapi untuk alam Indonesia yang lebih baik dan harmonis bagi generasi mendatang.