Ilustrasi/www.cliparthut.com
Relationship

Cara Menjadi Kaya Tanpa Riba

Ipak Ayu H Nurcaya
Selasa, 8 Desember 2015 - 15:08
Bagikan

Bisnis.com, JAKARTA -- Kaya bukan berarti memiliki harta berlimpah atau memiliki perusahaan yang besar tetapi juga disertai utang yang tidak ada habisnya. Namun, mengapa hanya sedikit orang yang bisa membangun kekayaan? Mengapa bangsa Indonesia masih dianggap miskin padahal negerinya kaya raya?

Membangun kekayaan dapat dimulai dari detik ini juga, tidak peduli seperti apa keadaan kita sekarang. Menjadi kaya atau miskin bukan tergantung dari sedikit atau banyaknya uang atau aset yang dimiliki hari ini. Menjadi kaya atau miskin ditentukan oleh cara hidup dan cara bermain. Menjadi kaya atau miskin adalah persoalan karakter.

Hal tersebut diungkapkan CEO United Balimuda Group atau perusahaan yang bergerak di bidang perkebunan kelapa sawit Heppy Trenggono dalam bukunya yang berjudul 9 Pertanyaan Fundamental; Strategi Membangun Kekayaan Tanpa Riba.

Menurutnya, ada tiga hal mendasar yang menjadi masalah dalam dunia usaha di Indonesia. Pertama, pola pikir entrepreneurship pada masyarakat Indonesia masih rendah. Hasrat membangun usaha seharusnya tidak hanya dimiliki oleh pengusaha tetapi semua orang termasuk pemerintah.

SIMAK: Presdir Freeport Bohongi MKD

Hanya pemerintah atau pemimpin yang memiliki jiwa enterpreneur saja yang tahu cara membangun kekayaan negaranya. Entrepreneurship yang rendah menyebabkan pertumbuhan pengusaha di Indonesia sangat lamban. Dorongan dan iklim untuk menjadi pengusaha di Indonesia berbeda dengan negara kaya misalnya Singapura dan Amerika Serikat.

Kedua, angka kejatuhan bisnis yang tinggi. Berdasarkan data Amerika, dari 100 bisnis yang tumbuh, hanya 4% yang bisa berumur sampai 10 tahun. 50% jatuh pada tahun kedua, 80% bangkrut pada tahun kelima.

Mendorong

Hal itu terjadi pada negara yang pemerintahnya sangat mendorong dunia usaha. Jumlah pertumbuhan usaha di sana bahkan mencapai persentase sebesar 11%. Di Indonesia angka kejatuhan bisnis lebih banyak lagi.

Hal tersebut terjadi karena beberapa faktor yang tidak hanya datang dari internal pebisnisnya tetapi juga eksternal yang menekan kehidupan bisnis. 70% pebisnis di Indonesia tidak kompeten mengatur keuangan. Padahal, menguasai keuangan adalah keterampilan pokok yang harus dimiliki oleh pebisnis setelah keterampilan menjual.

Ketiga, yakni tidak jelas nilai yang dibela. Ketidakjelasan ini berpengaruh pada sikap dan keberpihakan warga negara terhadap sesuatu, termasuk pada produk lokal. Tidak adanya pembelaan terhadap produk lokal menyebabkan banyak usaha yang akhirnya mati.

SIMAK: Pertama Kali, Dokter Amerika Cangkok Kelamin Pria

Seharusnya masyarakat didorong untuk membeli produk bukan karena murah atau lebih canggih, tetapi karena buatan Indonesia.

Selanjutnya, dalam buku setebal 130 halaman tersebut, penulis memaparkan 9 pertanyaan dasar bagi yang ingin terlibat dalam dunia usaha atau yang ingin memperbaiki usahanya kembali. Penulis yang juga Presiden Indonesian Islamic Business Forum (IIBF) memiliki idologis hukum agaman Islam yang kuat.

Pembaca tidak hanya akan menemukan jawaban dari 9 pertanyaan untuk membangun usaha. Namun, pembaca juga akan diarahkan bagaimana cara mengelola harta dan mendapat keuntungan sesuai ajaran Islam yang benar.

Riba dalam Islam adalah sesuatu yang haram dan tidak pantas untuk seseorang perjuangkan. Heppy akan memberikan cara-cara jitu agar menjauhkan harta pengusaha dari riba dan mendekatkan dengan sedekah. Menurutnya, meski sedekah adalah memberi sebagian harta, melakukannya bukanlah hal menuju kemiskinan melainkan kemakmuran bersama.    

SIMAK: Brownies Singkong Sepanjang 600 Meter di Margo City

Buku ini mengajak kita mengelola diri dan menjadi pribadi yang kaya raya. Jika ingin kaya, apa yang harus dilakukan? Dengan berbagai pertanyaan di atas buku ini ditujukan bagi yang ingin kaya, sudah kaya dan yang ingin tetap kaya. Selamat membaca!

Judul Buku: 9 Pertanyaan Fundandamental; Strategi Membangun Kekayaan Tanpa Riba

Penulis: H. Heppy Trenggono

Penerbit: Esensi Erlangga Group, Jakarta

Edisi: Pertama, 2015

Halaman: 130 Hal.

ISBN: 978-602-759-684-9

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Editor : Nancy Junita
Bagikan

Tags :


Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terkini

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Terpopuler

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro