Rain Chudori. /alkupra.wordpress.com
Relationship

Menanti Karya Satra Generasi Muda

Ipak Ayu H Nurcaya
Senin, 28 Desember 2015 - 09:30
Bagikan

Bisnis.com, JAKARTA - Alkisah ada seorang perempuan yang memutuskan untuk memelihara seekor harimau dan menyayanginya sepenuh hati. Hal tersebut lantaran dia tidak mendapatkan kasih sayang dari kekasihnya. Kekasihnya berhati dingin dan hanya bisa memberikan rasa sunyi dan kesendirian padanya.

Cuplikan cerita di atas berjudul Monson Tiger yang sekaligus menjadi buku terbaru dari penulis muda yang berusia 21 tahun, Rain Chudori. Putri dari penulis Laila S. Chudori ini telah memulai menulis cerita sejak usianya 14 tahun. Buku pertamanya tersebut juga berhasil dipamerkan dalam Frankfurt Book Fair 2015.

“Buku ini berisi kisah-kisah cinta, keintiman, dan kesunyian. Hampir semua cerita yang saya buat sengaja tidak menjelaskan nama lokasi atau nama kota yang jelas,” katanya saat peluncuran buku di Dia.Lo.Gue Art Space Kemang, Jakarta Selatan.

Rain menambahkan karya sastra yang telah dibuatnya merupakan cerminan dari pengalaman dan kisah hidupnya. Perempuan selalu menjadi tokoh utama dalam ceritanya. Hal tersebut diyakini dapat mewakili karakter dirinya sebagai anak dari seorang perempuan dan sosoknya yang sedang tumbuh menjadi perempuan dewasa.

Sastra menurut Rain adalah cinta. Meski mengemasnya dalam bahasa inggris, baginya bahasa bukanlah penghalang untuk menyampaikan apa yang dia rasakan.

“Kartini zaman dulu juga menulis surat dalam Bahasa Belanda, bagi saya bahasa sebatas media, yang penting pembaca bisa menikmatinya,” ujar Rain.

Saat ini, Rain mengatakan Indonesia sedang krisis penulis sastra perempuan. Dari data empirisnya rasio penulis di Indonesia kebanyakan adalah laki-laki.

Rain berharap dengan buku yang diterbitkannya tersebut dapat menginspirasi anak muda generasinya untuk lebih giat menulis. Anak muda zaman sekarang tidak boleh terpaku dengan kecanggihan zaman digital. Para anak muda khususnya perempuan harus lebih terbuka dengan proses terbentuknya sebuah karya.

“Saya sering datang pada forum-forum ilmiah penulis dan saya selalu memperhatikan kalau kebanyakan yang datang laki-laki, padahal perempuan Indonesia memiliki potensi dan kekuasaan yang besar untuk mengambil kesempatan ini,” katanya.

Sementara itu menurut Budayawan Dony Satryo Wibowo memang belum ada studi ilmiah yang benar-benar menuliskan data yang pas rasio antara penulis perempuan dan laki-laki. Namun, dari hasil nyata yang sudah kerap dilihat seperti toko buku dan karya ilmiah atau sastra lainnya laki-laki masih mendominasi.

“Menurut saya perempuan Indonesia kurang mau terbuka diri untuk mengembangkan kemampuannya. Banyak penulis blog sekarang sebenarnya adalah perempuan muda, tetapi ya sudah sebatas menulis untuk dirinya sendiri, jarang yang mau melanjutkannya dalam sebuah buku,” katanya saat dihubungi Bisnis.

Dony menambahkan pentingnya pemahaman sastra pada anak muda sekarang adalah nilai pengajarannya. Sebuah karya sastra dapat dibaratkan menjadi sebuah pisau. Di mana sangat bermanfaat ketika digunakan di dapur tetapi sisi lain dapat digunakan untuk membunuh manusia juga.

Memahami karya sastra harus terlebih dahulu dibekali dengan ilmu dan kajian cara memandang sebuah karya. Selain itu cara menarik nilai yang bisa dimanfaatkan dari sebuah karya juga harus dipahami terlebih dahulu.

“Dulu zaman Soekarno sastra digunakan untuk menghembuskan semangat patriotisme, sekarang bisa saja digunakan untuk mempergunakannya sebagai media pembelajaran anak muda mengenal sebuah budaya atau yang lainnya,” ujar Dony.

Paling penting adalah memahami esesnsi sastra tersebut. Satsra sarat akan keindahan dan jika ingin terlibat pada industrinya baiknya menjujung modal nilai luhur yang baik. 

Editor : Fatkhul Maskur
Bagikan

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terkini

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Terpopuler

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro