Bisnis.com, JAKARTA-- Satu lukisan memperlihatkan potongan strawberry chese cake. Jika diamati, di dalam cake tersebut terlukis sosok-sosok yang mirip dengan manusia. Mereka seakan bersembunyi di balik kue yang cantik.
Lukisan tersebut berjudul Strawberry Chese Cake Nyam-nyam (mix acrylic on canvas, 2015) karya Ulil Gama. Karya itu terlihat dalam Pameran Seni Rupa Kelompok Matahari Hajar Bro yang berlangsung pada 13-22 Januari 2016 di Bentara Budaya Jakarta.
Menurut Ulil, lukisan surealis tersebut merupakan ungkapan hatinya melihat fenomena munculnya kegemaran berbagi di sosial media, termasuk foto-foto makanan. Orang-orang berupaya agar tampilan foto-foto yang disebarkan dapat terlihat manis.
Padahal, di dunia nyata, mereka harus menghadapi kehidupan yang tidak selalu manis, penuh pergolakan. Pergolakan tersebut direpresentasikan oleh sosok manusia yang sedang bergerak ke berbagai arah di dalam strawberry chese cake.
Ulil membuat lukisan ini dengan pisau palet, serta bubuk kopi dan campuran cat akrilik. Lukisan-lukisan lain karyanya yang dipamerkan di acara tersebut juga menggunakan kopi. “Saya penyuka kopi,” katanya.
Adanya campuran kopi menghasilkan warna coklat kehitam-hitaman. Sementara potongan kue pada bagiannya atas diberi warna merah.
Secara umum, lewat karya-karyanya, dia mencoba menggambarkan hubungan manusia dengan manusia atau manusia dengan Tuhan. Terkait hubungan manusia dengan manusia, di era saat ini memang tak lepas dari peran media sosial.
Selain Ulil, ada empat seniman lainnya yang ikut serta dalam pameran, mereka tergabung dalam Matahari Art Community. Keempat seniman lainnya yaitu Argo Nunggal, Wisnu Baskoro, Iwan Hasto, dan Prayitno. Mereka adalah para seniman yang pernah menimba ilmu di Yogyakarta dan saat ini bekerja di Jakarta dan sekitarnya.
Salah satu karya Argo berjudul Go Green (oil on canvas, 2015) berupa lukisan pohon yang memiliki dua kaki. Dari judul dan gambar yang terlihat, jelas pria yang aktif berkesenian sejak 2001 ini ingin menyampaikan pesan agar menjaga lingkungan. Beberapa karyanya yang lain pun masih menampilkan pohon dengan warna hijau segar.
Karya berjudul Bad Ego (bollpoint on papper, 2010) terlihat berbeda dibandingkan karya-karya lainnya yang menggunakan cat. Karya tersebut ciptaan Wisnu yang menuangkan ide-idenya dengan coretan bolpoin. Karya-karya yang terdiri dari beberapa lembar tersebut masing-masing terbingkai dengan apik dan disusun rapi di dinding pameran.
Wisnu juga membuat karya yang penuh warna, Kekeluargaan (acrylic on canvas, 2015), berupa lukisan sebuah kota besar yang dikelilingi sosok-sosok manusia aneka rupa. Agaknya lukisan ini menggambarkan kehidupan masyarakat perantau yang mencoba menjalin kekeluargaan di tanah orang.
Sementara karya dari seniman lain Prayitno berjudul Autoself (acrylic on canvas, 2014) memperlihatkan sosok pria dan wanita yang tubuhnya menyatu. Warna kecokletan mendominasi lukisan, hanya rambut kedua sosok manusia itu yang terlihat hitam pekat.
Menurut kurator pameran Kuss Indarto, Hajar Bro adalah pemilihan penjudulan pameran yang dapat menimbulkan kesan serius tetapi santai. Kalimat tersebut kurang lebih berarti ajakan untuk melakukan apapun tanpa banyak berpikir, tanpa dihantui kecemasan terhadap hal-hal yang belum tentu terjadi.
“Mereka mencoba membangun kembali kesadaran artistik mereka di tengah rutinitas yang mekanistik,” katanya.
Para seniman dalam Matahari Art Community pun mengalami semacam pergeseran semangat. Jika saat mereka di Yogyakarta, masih dapat berprinsip slow but sure, sementara kehidupan di Jakarta menuntut bergerak cepat sehingga kalimat hajar bro dirasa tepat untuk didengungkan dalam keseharian di Jakarta.
Bagi Kolektor dan Pecinta Seni Iryanto Hadisiswoyo, ada baiknya mendukung para seniman yang masih hidup seperti para seniman yang tergabung di Matahari Art Community, karena para seniman masih dapat menikmati keuntungannya secara langsung.
Meski begitu, bukan berarti dia anti terhadap karya para seniman besar yang sudah tiada. “Saya tetap punya,” katanya.