Pemandangan Gunung Bromo bak lukisan alam menjelang Matahari terbit dari Seruni Point/Jibi
Travel

Harmoni Bromo Setahun Lampau

Bambang  Supriyanto
Minggu, 7 Februari 2016 - 16:24
Bagikan

Bisnis.com, BROMO - Gunung Bromo  sedang meriang. Lagi terbatuk-batuk mengeluarkan asap dan belerang. Namun, tidak habis kata-kata untuk mengupas harmoni alam dan keindahan Bromo.

Melihat kondisi salah satu gunung legendaris, pikiran pun kembali teranyam pada kenangan tahun silam. Tepatnya 28 Januari 2015 saat Bromo menerima kami bak berucap 'Monggo'.

Namun, kini tuan rumah Bromo tidak lagi menyambut tamu dengan ramah. Bromo saat ini divonis 'siaga'.  Angan pun melayang setahun silam ketika menikmati harmoni alam tercipta.

Saat senja menjelang betapa tenteram dan tenang. Ketika pagi menyapa hati pun tersentuh rasa sunyi. Sunyi menikmati kedamaian terasa sedang menginjak  negeri di awan. Pada hari siang bermain dan berjalan di hamparan pasir  nan membentang. 

Keheningan Sunset

Ketika sampai di Lava View Lodge Hotel pada pukul 16.30 petang badan sebenarnya sudah merasa penat. Ingin segera rebahan melepas lelah, setelah melalui perjalanan darat dari Surabaya sekitar pukul 14.00 siang, melewati jalur Kabupaten Probolinggo.

Namun, sesuai dengan jadwal dalam rombongan agenda pertama pun harus dijalani, bersepeda menuju tempat lebih atas untuk menikmati pemandangan matahari terbenam (sunset).

Suasana petang itu sebenarnya kurang pas untuk mendapatkan atmosfer sunset yang ideal. Mendung dengan awan tipis nampak sedikit menutupi pancaran sinar sang surya.

Dalam keheningan suasana senja menjelang, kami pun tentu saja tidak melewatkan momen untuk berfoto.

Sambil menunggu sang Baskara menuju peraduan, terlihat asap tipis dari puncak Gunung Semeru. Saat itu memang gunung yang konon dianggap bagian dari Gunung Mahameru di India itu sedang tidak enak badan.

Gunung tertinggi di Pulau Jawa yang menjulang 3.676 meter di atas permukaan laut itu menyemburkan asap menjulang tinggi di angkasa.

Sambil menikmati panorama alam nan jauh membentang, beribu doa terpanjat. Semoga Gunung Bromo tetap tenang, tidak ikut-ikutan 'meriang'. Apalagi, pada tahun lalu siklus erupsi Bromo diprediksi berulang.

Tidak lama berselang, tampak mentari perlahan-lahan menuju di balik punggung Gunung Batok, gunung ikonik yang selama ini 'dianggap sebagai Gunung Bromo'.

Gunung Bromo sebenarnya berada di sebelah kanan Gunung Batok. Karena sering erupsi puncak kerucut Bromo tidak lagi terlihat.  

Erupsi dahsyat Gunung Bromo sebelumnya terjadi pada 2010. 

Keindahan Sunrise

Setelah mengikuti sang surya tenggelam di balik punggung Gunung Batok, menanti dan menyambut mentari pagi pun menjadi menu wajib saat berada di kawasan wisata Bromo.

Sambil menahan kantuk, bangun pagi-pagi dini sebelum waktu Subuh harus dijalani demi melihat sunrise saat Matahari mulai membuka hari. Kami pun bergegas menuju ke Penanjakan 2, tepatnya di titik yang dikenal dengan Seruni Point.

Sekitar pukul 05.00 pagi kami sudah tiba di Seruni Point, setelah mendaki sekitar 15 menit dari hotel tempat menginap. Sambil menunggu  mentari, sesekali terhirup bau rumputan khas di tengah pegunungan.

Kesejukan, hening sunyi di pagi hari sebelum fajar pagi menjelang begitu terasa. Apalagi sambil memandangi puncak Bromo, Gunung Batok, dan Semeru yang berada jauh di sebelah sana.

Sambil menyeruput hidangan kopi hangat dan singkong goreng kami pun menunggu di atas puncak Seruni. Minuman yang cukup menghangatkan badan dalam sergapan hawa dingin pegunungan.

Saputan awan tipis menjadi lukisan alam yang indah di antara lereng Bromo. Menjelang Mentari ‘bangun’, sekumpulan awan semakin tebal bak lautan yang membentang.

Perhatian pun beralih saat percikan sinar Mentari mulai terlihat. Fokus pun beralih di sisi kiri. Cahaya Sang Baskara pun menjadi sasaran lain untuk difoto. Jeprat-jepret dalam hitungan detik kilatan kamera berseliweran menyambutnya.

Rasanya ingin berlama-lama di puncak Seruni, tetapi tanpa terasa sudah berada hampir tiga jam di salah satu poin legendaris bagi mereka yang menjemput Sang Mentari.

Satu lokasi favorit sudah dinikmati, yakni Penanjakan. Kami pun kembali turun menyongsong sarapan pagi di hotel.

Pasir Tak Berbisik

Menanti sunset, bersepeda, menunggu sunrise, berkendara mobil. Saatnya berada di lautan pasir dengan berkuda.

Dengan harapan bisa mendengar alunan nada alam Pasir Berbisik di tengah siang hari setelah cukup istirahat, kami pun berkuda menuruni punggung gunung menuju lautan pasir.

Namun, tidak selalu berkuda itu menyenangkan seperti yang terlihat. Bagi mereka yang tidak pernah naik kuda, perlu lebih berhati-hati. Hilang sedikit keseimbangan bisa tidak mengenakkan. Itu seperti yang dialami seorang kawan.

Awalnya, dia begitu yakin sendirian menuruni punggung gunung di atas pelana kuda. Namun, saking pede-nya dia terjatuh sehingga menderita sedikit lecet di kaki dan tangan.

Sayang, beberapa lama berada di lautan pasir Bromo, tidak dapat menikmati alunan pasir berbisik. Saat itu pasir terasa lengket setelah beberapa hari diguyur hujan. Namun, sensasi lain masih bisa dinikmati. Berjalan menjelajahi segenap sisi lautan pasir di atas punggung kuda. ()

Editor : Fatkhul Maskur
Bagikan

Tags :


Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terkini

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Terpopuler

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro