Bisnis.com, JAKARTA - Minggu petang (28/2), Teater Besar Jakarta kembali menampilkan pertunjukan drama musikal bertajuk Kandil dan Kampung Serundeng di Teater Besar Jakarta, Taman Ismail Marzuki, Jakarta Pusat. Pergelaran yang ditengarai oleh Yayasan Sayap Ibu itu sekaligus menandai peringatan hari jadi ke-60 Yayasan Sayap Ibu.
Drama musikal yang berdurasi lebih kurang 120 menit ini melibatkan 85 pemain dan 27 pemusik. Sutradara pertunjukkan Ida Soeseno mengungkapkan keberhasilan penyelenggaraan drama musikal tersebut.
Menurutnya, cerita yang dibuatnya berdasarkan pada tema keseharian yakni keluarga transmigran. Ida mengatakan alur cerita seperti ini dibuat dengan tujuan untuk mengajarkan kepada penonton yang sebagian besar adalah anak-anak, dapat menyadari bahwa konsep berbagi tidak harus dilakukan dengan cara yang sulit.
“Pesannya adalah bahwa memulai sesuatu yang baik, berbagi kepada sesama dapat dimulai sejak mereka muda, seperti keluarga Kandil. Dengan cara yang mudah yakni menjual serundeng dan menularkan kebiasaannya kepada banyak orang. Begitu tulus dia melakukan semuanya sehingga memberikan inspirasi kepada anak anak bahkan orangtua,” tuturnya.
Ida mengatakan cerita Kandil dan Kampung Serundeng diilhami dari keluarga miskin. Kandil yang kerap makan dengan serundeng karena menu tersebut didapatkan dengan mudah. Serundeng didapatkan dari kelapa yang ditemukan di pinggir pantai dan di belakang rumah. Bapak Kandil harus rela meninggalkan kampung untuk pergi ke Jakarta demi mendapatkan tambahan penghasilan. Anaknya yang bernama Kandil, tumbuh menjadi pribadi yang mandiri dan berhasil menemukan ayahnya.
Selama pertunjukkan berlangsung, penonton dihibur dengan sejumlah lagu yang sempat kondang di era 1990-an seperti Paman Datang dan Anak Gembala. Menurut Ida, dengan mengumandangkan lagu-lagu tersebut diharapkan orang tua yang turut menonton dapat bernostalgia. Lagu-lagu masa kecil ringan tetapi mendidik itu juga diharapkan mengingatkan anak-anak pada dunianya.
PEMAIN BARU
Ida mengatakan saat latihan yang dimulai pada November 2015, banyak pemain yang terlibat dalam drama musikal ini mengaku belum pernah mendengar lagu-lagu anak-anak itu. “Ketika latihan mereka cari di google. Namun, setelah mereka belajar meraka enjoy. Ternyata, mereka kalau disuguhi itu juga menikmati. Saya yakin orangtua yang menonton juga bernostalgia. Itu yang saya harapkan, semua senang, semua bisa menikmati,” ujarnya.
Berhubung para pemain yang terlibat bukanlah profesional, sang sutradara mengakui adanya sejumlah hambatan yang terjadi saat sesi latihan. “Mereka terbatas dengan waktu, anak-anak besok ulangan, tak bisa lama-lama. Sewaktu diajarin, mereka ngobrol, namanya juga anak-anak. Pemeran yang ibu-ibu juga ngantor, sulit mengumpulkan mereka. Jadi hanya fokus latihan Sabtu Minggu,” katanya.
Cut Syifa, pemeran Kandil, mengakui harus membaca karakter Kandil secara berulang-ulang. “Saya latihan dan belajar baca karakter, dari perilakunya dia [Kandil], umurnya dia. Kalau logat medhok saya juga latihan karena di sini banyak orang Jawa. Vokal dilatih terus setiap hari. Saya juga pelajari akting, koreo dan blocking nya. Kendalanya hanya waktu latihan,” ungkap dara berusia 17 tahun itu.
Lain hal dengan Syifa, Inayah Wahid yang berperan sebagai Ibu Kandil ternyata harus menggali betul tokoh yang dilakoninya. Menurutnya, peran yang didapatkannya sangat berbeda dengan kesehariannya. Hal ini menjadi tantangan tersendiri bagi Inayah. Selain itu, terbatasnya waktu untuk berlatih dan upaya menjaga kebugaran agar tampil maksimal saat pertunjukan menjadi pengalaman baru.
“Sebenarnya peran ini bukan saya banget. Jadi, saya harus berusaha untuk menggali tokoh, cara ngomongnya seperti apa. Saya menggali lewat hal-hal yang berhubungan dengan itu. Namun, itu menjadi tantangan buat saya, bagaimana kita sebagai aktor masuk ke dalam permainan. Yang penting kita tahu detailnnya,” katanya.