Ilustrasi: Bakteri E coli/Istimewa
Health

Resistensi Antibiotik: FK UNAIR dan RS. Dr. Soetomo Dorong Masyarakat Pahami Dampaknya

Choirul Anam
Kamis, 31 Maret 2016 - 19:34
Bagikan

Bisnis.com, MALANG - Fakultas Kedokteran (FK) Universitas Airlangga dan RS Dr. Soetomo mendorong masyarakat agar sadar terhadap resistensi antibiotik yang dapat mengakibatkan kuman di dalam tubuh.

Guru Besar FK UNAIR Kuntaman mengatakan karena alasan itulah tim Fakultas Kedokteran (FK) Universitas Airlangga dan RSUD Dr. Soetomo mendorong pemerintah untuk membuat regulasi tentang penggunaan antibiotik di tingkat rumah sakit, Puskesmas, dan masyarakat.

“Prevalensi terhadap MRSA (Methicillin Resistant Staphylococcus Aureus) cukup berbahaya,” ujarnya dalam keterangan resminya, Kamis (31/3/2016).

Hal itu menunjuk hasil studi terbarunya tentang kuman Staphylococcus aureus yang mengalami resistensi pada antibiotik jenis Methicillin (MRSA) di RSUD Dr. Soetomo Surabaya.

Kuman tersebut menginfeksi sebanyak 8,1% dari 643 pasien di RSUD Dr. Soetomo. Meski demikian, ia mengakui, salah satu kendala untuk mengobati penyakit infeksi yang disebabkan oleh resistensi antibiotik adalah kurangnya validasi data dari seluruh wilayah di Indonesia.

“Selama ini kita kekurangan data mengenai jenis bakteri yang sulit diobati, itu menyulitkan validasi,” tuturnya.

Rencananya, ia akan mempresentasikan temuan ini pada 9 April 2016 mendatang pada European Congress of Clinical Microbiology and Infectious Diseases (ECCMID) di Amsterdam.

Riset ini merupakan kolaborasi antara FK UNAIR-RSUD Dr. Soetomo dengan Erasmus Medisch Centrum, Belanda.

Hasil risetnya yang lain, bahwa kuman penghasil ESBL (Extended-Spectrum Beta-Lactamase) di Indonesia juga cukup tinggi, yakni berkisar 30% - 60% pada tahun 2013.

Hal ini disebabkan penggunaan antibiotik yang tidak rasional dan ketaatan terhadap standard precaution.

Bahkan, kuman penghasil ESBL itu sudah mengalami resistensi terhadap antibiotik jenis Carbapenem, yaitu antibiotik yang dapat menghambat segala aktivitas antibakteri.

Hal ini muncul dari hasil risetnya bersama Prof. Shirakawa dari Universitas Kobe, Jepang.

Dari banyak hasil riset yang dilakukan di bidang resistensi mikroba terhadap antibiotik, Kuntaman yang tergabung dalam tim Komite Pengendalian Resistensi Antimikroba (KPRA) berencana mengajukan guidelines kepada pemerintah untuk membuat regulasi agar MRSA tidak berbahaya.

Apabila guidelines yang ia bersama tim KPRA ajukan diterima oleh pemerintah, sejumlah peraturan terkait pembatasan penggunaan antibiotik bisa diterapkan. Peraturan dimaksud antara lain pelarangan apotek menjual obat tanpa resep, dan membatasi masyarakat menggunakan obat-obatan tanpa resep dokter.

“Rencananya, tahun ini tim KPRA mengajukan guidelines kepada pemerintah agar MRSA tidak berbahaya dan merugikan BPJS Kesehatan. Tidak banyak masyarakat yang mengetahui bahwa penyakit yang diakibatkan oleh resistensi kuman terhadap antibiotik itu juga membebani BPJS Kesehatan,” ucap Guru Besar bidang Mikrobiologi Klinik, FK UNAIR itu.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Choirul Anam
Editor : Saeno
Bagikan

Tags :


Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terkini

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Terpopuler

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro