Bisnis.com, JAKARTA - Menjadi penulis tidak perlu berimajinasi untuk membangun sebuah cerita yang menarik. Tidak pula menggunakan kalimat melambai agar seolah puitis dan bernilai sastra tinggi. Bagi penulis Prancis Elizabeth D Inandiak, cukuplah menjadi penulis yang jujur.
"Kalau jujur pasti indah," tuturnya menjawab pertanyaan pembaca saat peluncurkan buku Babad Ngalor-Ngidul.
Kejujuran dalam bercerita juga tampak pada buku Babad Ngalor-Ngidul. Kejujuran ini pula yang menjadi tantangan terbesar dalam proses penyusunan buku. Maka tidak salah jika penulis yang berangkat sebagai jurnalis itu membutuhkan waktu tiga tahun untuk menyelesaikannya.
Babad Ngalor-Ngidul berawal dari catatan laporan penggunaan bantuan untuk gempa di Yogyakarta pada 2006 silam. Catatan ini dikirimkan kepada para donatur yang juga teman-temannya dari Prancis dan beberapa negara lain.
Elizabeth menceritakan pada mulanya laporan ini ditulis dalam bahasa Prancis karena ditujukan untuk teman-temannya. Namun, dia merasa ada sesuatu yang kurang pas saat menginjak halaman ke-100. Salah satu solusinya perlu ditulis dalam bahasa Indonesia untuk menemukan sudut pandang narator yang benar.
Kemudian lahirlah judul Babad Ngalor-Ngidul yang memberikan dirinya arah dan semangat yang kuat dan jelas dalam menulis. Proses penulisan sempat terhenti ketika terjadi letusan gunung api di Jawa Timur. Abu menyerang Yogyakarta. Dia harus mengungsi dari rumahnya yang berbentuk joglo karena penuh abu.
"Selama satu bulan lebih tak bisa melanjutkan tulisan, seperti membatu karena kesedihan," imbuhnya.
Menurutnya, penulis juga tak perlu takut kehabisan ide sebagai bahan utama membangun cerita. Sebab, ide mudah ditemukan dalam kehidupan sehari-hari. Itu jika penulis benar-benar memperhatikan kenyataan tersebut. Tugas penulis adalah memberi makna pada kejadian dalam keseharian.
Buku Babad Ngalor-Ngidul juga berangkat dari kecintaannya terhadap Yogyakarta dan pengalaman mendampingi warga membangun kembali desanya usai letusan terjadi. Di buku ini, Elizabeth menyampaikan makna dan tafsir dengan cara sesederhana mungkin. Babad Ngalor-Ngidul menyampaikan tafsir duniawi, sosial, politik, rohani, hingga alam dalam suatu bencana.
Setelah Yogyakarta, saat ini Elizabeth lebih banyak menghabiskan waktu di Muaro Jambi untuk melakukan pendampingan terhadap warga. Pengalaman ini juga akan tertuang di buku berikutnya yang memuat tentang eksplorasi Muaro Jambi bersama masyarakat lokal.
"Kenyataan sangat kaya sekali memberi makna hidup," ujarnya.
Referensi
Ini Saran Elizabeth D Inandiak bagi Penulis
Penulis : Azizah Nur Alfi
Editor : Mia Chitra Dinisari