Setop kekerasan pada anak. /ANTARA FOTO-R. Rekotomo)
Health

KEKERASAN ANAK & PEREMPUAN: Keterbatasan Dana dan SDM Jadi Tantangan

Juli Etha Ramaida Manalu
Kamis, 18 Agustus 2016 - 19:56
Bagikan

Bisnis.com, JAKARTA— Keterbatasan SDM, dana, dan tempat menjadi tantangan dalam mengadapi kekerasan yang terjadi pada anak dan perempuan

Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Yohana Yembise menyebutkan meskipun telah banyak unit layanan yang dibentuk, termasuk Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A), tetapi layanan yang diberikan kepada korban kekerasan belum maksimal.

Hasil pemetaan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak bekerjasama dengan Pusat Studi Wanita (PSW) tahun 2015 menunjukkan, dari 33 P2TP2A yang dibentuk di tingkat provinsi, baru 4 provinsi yang telah melaksanakan tiga fungsi sebagai pusat informasi, pusat pemberdayaan dan pusat layanan korban. Sementara 24 provinsi hanya menjalankan fungsi pelayanan dan 5 provinsi baru tetapi belum memberikan pelayanan. 

“Keterbatasan SDM pada unit layanan yang mampu menangani korban, keterbatasan dana untuk pengelolaan layanan, tempat layanan yang belum memenuhi standar dan minimnya pengetahuan masyarakat tentang layanan, juga menjadi penyebab kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak tidak mendapatkan penanganan sebagaimana mestinya,” katanya pada pembukaan Rapat Kerja Daerah Pemberdayaan Masyarakat dan Perempuan dan Keluarga Berencana, Kamis (18/8/2016). 

Selain isu kekerasan terhadap perempuan dan anak yang cukup menonjol, kasus perdagangan orang juga semakin meningkat baik kuantitas maupun kualitas. Korban perdagangan orang paling dominan adalah perempuan dan anak.

Modus perdagangan orang terus berkembang seiring dengan kondisi serta  kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi seperti handphone, media sosial yang sering disalahgunakan untuk menjerat korban.

Data menunjukkan, Gugus Tugas Penghapusan Tindak Pidana Perdagangan Orang (GT PTPPO) baru terbentuk di 21 provinsi dan 72 kabupaten/kota. Faktor lain adalah persepsi aparat penegak hukum (APH) terhadap peraturan perundang-undangan terkait PTPPO masih belum sinergi. 

Menyikapi kekerasan terhadap anak dan perempuan, Ketua DPD RI Irman Gusman beberapa waktu lalu mengimbau agar anak dan perempuan bersikap berani untuk melaporkan jika mereka mengalami tindakan kekerasan baik oleh orang lain maupun keluarga sendiri.

Menurutnya, anak dan perempuan cenderung takut untuk melaporkan tindakan kekerasan yang mereka alami, terlebih jika pelakunya merupakan orang terdekat.  “Dulu melaporkan suami atau bapak sendiri itu sulit. Dulu apa saja yang dilakukan [bapak/suami maka anak/istri] terima nasib. Sekarang ada batassan-batasan kalau anak tidak bisa menerima tindakan yang salah, ada proses hukum,” katanya, Kamis (11/8/2016).

Dia melanjutkan langkah ini harus dilakukan karena saat ini banyak sekali tindak kekerasan terhadap anak dan wanita tanpa adanya laporan dari korban karena rasa takut.

Partisipasi Angkatan Kerja

Selain kekerasan dan perdagangan orang, perempuan juga mesih menghadai sejumlah  permasalahan lain khusunya di bidang pemberdayaan. Di bidang ekonomi, perempuan masih mengalami kendala untuk bisa berperan maksimal.

“Peluang kerja dan tingkat partisipasi angkatan kerja (TPAK) perempuan masih jauh lebih rendah dari laki-laki,” sebut Yohana.

Meskipun angka TPAK mengalami peningkatan dari tahun ke tahun, kenaikan TPAK perempuan tidak diikuti oleh peningkatan peluang kerja yang baik bagi mereka. Sebagian besar usaha ekonomi yang dilakukan perempuan adalah usaha mikro. Dari total 40 juta usaha ekonomi, 98% adalah usaha mikro dan sekitar 50 persen pelakunya adalah perempuan. 

Bagikan

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terkini

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Terpopuler

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro