Ilustrasi/Asiafashionfair.jp
Fashion

TREN FASHION: Saat Orang Asia Makin Kuat Membeli Gengsi

Wike Dita Herlinda
Sabtu, 3 September 2016 - 09:45
Bagikan

Bisnis.com, JAKARTA - Bagi banyak kalangan, membeli dan memiliki produk fashion mewah adalah sebuah kebutuhan mutlak. Tidak sedikit orang yang tak mempermasalahkan harga selangit untuk membayar prestise dan kepuasan pribadi mereka.

Kebanyakan luxury fashion brands bercokol dari Benua Eropa dan Amerika. Namun, harus diakui, konsumen terbesar dari barang-barang fesyen bermerek berasal dari Benua Asia. Bahkan, industri produk fashion mewah di Asia mengalami perkembangan paling pesat.

Tak luput dari tren, Indonesia pun memiliki ekosistem produk fesyen mewah yang solid. Preferensi konsumennya pun bergeser. Kalau dulu banyak orang Indonesia memburu barang bermerek preloved(bekas), kini mereka semakin mampu membeli yang baru.

Permintaan akan barang baru dari merek prestisius (blue-chip brands) meroket dari tahun ke tahun, khususnya di tataran e-commerce. Tahun lalu, total transaksi barangbranded naik 37% dibandingkan periode sebelumnya, sedangkan total  pembelanjaannya melesat 50%.

Tren konsumsi barang-barang bermerek dengan harga fantastis itu terungkap dalam laporan Asia Luxury Index 2016 yang dilansir Reebonz, situs belanja online terbesar di Asia khusus untuk segmen produk fesyen prestisius.  

Senior Marketing Manager Reebonz Indonesia Bernard Widjaja Ng menjelaskan segmentasi produk fashion mewah di Asia, termasuk Indonesia, telah berevolusi dan tidak lagi hanya diminati oleh segelintir kalangan.

Di pasar Asia, salah satu blue-chip brands yang masih menjadi primadona adalah Chanel. Namun, belakangan ini konsumen mulai keranjingan produk-produk mewah dari label cult seperti Givenchy, Burberry, Valentino Garavani, Balenciaga, Saint Laurent, dan Tory Burch.

“Belakangan ini, orang-orang cenderung mengabaikan popularitasbrand demi kualitas dan eksklusivitas. Meskipun demikian, Chanel masih mempertahankan statusnya sebagai yang tereksklusif. Sehingga, konsumen yang mendambakan naik ke level puncak hierarki produk mewah merasa tetap perlu memiliki Chanel dalam koleksinya,” kata Bernard di Jakarta.

Selain Chanel, merek yang diakui sebagai blue chip dan masih sangat diburu bahkan hingga barang bekasnya a.l. Prada dan Hermes. Mereka adalah merek-merek yang berhasil menanamkan citra dan nilaibrand ke dalam gaya hidup masyarakat elit.

Lembaga riset tren fesyen WGSN mengungkapkan perilaku konsumen barang fesyen mewah di Asia telah bergeser dari generasi terdahulu. Dulu, konsumen barang mewah cenderung mencari pengalaman unik dalam berbelanja dan berburu produk.

Namun, generasi baru pecinta barangbranded lebih memilih membeli barang secara online atau mencari tahu lebih dalam tentang merek-merek elit baru, di luar blue-chip brands yang sudah mapan selama berdekade-dekade.

“Ini menunjukkan adanya pergeseran presepsi konsumen, yang mempertanyakan kembali makna dari sebuah produk fesyen mewah yang sejak lama menjadi indikator status sosial dan ekonomi,” ungkap Senior Editor WGSN Erica Ng.

Laporan yang sama juga mengungkapkan pertumbuhan tertinggi dari belanja dan transaksi produk fesyen high end di Asia ditorehkan oleh pembeli dari Hong Kong dan Indonesia. Meskipun demikian, Singapura masih berada di posisi teratas.

Menurut Erica, meroketnya jumlah pembeli barang branded di Indonesia dipengaruhi oleh kemudahan akses di toko online. “Tren belanja di toko riteloffline bergeser secara dramatis, karena migrasi konsumen ke toko digital,” jelasnya.

Meskipun angka belanja barang fashion mewah baru terus meroket, konsumen tetap tidak meninggalkan segmenpreloved. Terbukti, penjualan tas dan sepatu high end bekas bertumbuh 30% pada 2015 dibandingkan periode sebelumnya.

Erica menjelaskan pergeseran bertahap pada presepsi konsumen terhadap barang preloved didasari oleh keinginan untuk bernostalgia. Meskipun semikian, kebanyakan konsumen tetap merasa ragu atas kualitas dan kebersihan produkpreloved.

Produk preloved yang masih banyak diburu konsumen Indonesia a.l. dari merek Chanel, Louis Vuitton, Hermes, dan Prada. Bahkan, permintaan barangpreloved dari merek Hermes dan Louis Vuitton masing-masing naik 4 dan 6 kali lipat dibandingkan produk barunya.

BARANG TERPOPULER

Berdasarkan laporan Reebonz, total penjualan barang fashion mewah untuk kategori preloved naik 30% pada 2015 dibandingkan tahun sebelumnya. Adapun, item yang paling banyak diburu kolektor adalah tas.

Belanja tas branded oleh konsumen Asia meningkat sebesar 56%. Sementara itu, produk lain yang juga populer di kalangan fashionista adalah jam tangan dan sepatu, baik yang baru maupun preloved. Belanja jam tangan meningkat 39%, sedangkan sepatu 87%.

CEO Reebonz Samuel Lim memaparkan merek tas high end yang merajai pasar Asia a.l. Chanel, Louis Vuitton, dan Prada. Sebanyak 64% penjualan produk tas dan sepatu mewah dilakukan secara online, seiring dengan lesunya pembelian produk di tokooffline.

“Konsumen mulai memiliki pertimbangan lebih baik untuk berbelanja melalui toko online, tapi bukan berarti mereka berbelanja secara konservatif. Kenyataannya, produk terlaris dalam penjualan onlinedi Asia berasal dari setiap brand fesyen mewah nomor satu dunia,” jelasnya.

Dia mengatakan empat besar merek terlaris dalam daftar penjualan luxury fashion items di dunia online adalah Chanel, Gucci, Louis Vuitton, dan Prada. Mereka juga adalah 4 blue-chip brands yang dianggap paling bernilai oleh Milward Brown.

Di sisi lain, Chief Brand Officer Reebonz Daniel Lim berpendapat meskipun pasar barang fashion mewah saat ini masih didominasi oleh tas, ke depannya permintaan atas jam tangan dan sepatu high end diprediksi mengalami pertumbuhan lebih pesat.

Dia justru memproyeksi permintaan konsumen pada kategori tas akan menurun, khususnya pada blue-chip brands yang sudah populer. Ke depan, konsumen akan cenderung beralih pada merek-merek high end yang belum terlalu dikenal.

Kecenderungan tersebut, lanjutnya, sudah mulai terlihat di pasar Singapura, Indonesia, dan Malaysia yang lebih meminati sepatu-sepatu mewah dari merek-merekantimainstream. Adapun, permintaan atas jam tangan lebih banyak ditorehkan oleh konsumen Hong Kong.

“Saat kami memulai riset ini, kami menduga brand seperti Chanel atau Hermes akan mendominasi pembelian secara online. Namun ternyata, masuknya cult brands seperti Givenchy dan Lanvin menunjukkan hasil yang di luar ekspektasi kami,” kata Daniel.

Melihat pertumbuhan dan perkembangan jual beli produk fesyen mewah di Asia, sepertinya evolusi tren dan ekosistem pecinta luxury brands di Indonesia akan semakin bergairah dalam waktu dekat. Akankah ini menjadi pertanda migrasi kenaikan kelas pada masyarakat kita?

Belanja Barang Mewah di Asia*:

--------------------------------------------------------------------------------------------

Kategori:        Pertumbuhan belanja (%):  Pertumbuhan transaksi (%):

--------------------------------------------------------------------------------------------

Sepatu             87                                            64

Tas                   56                                            54

Jam tangan      39                                            42

Total                50                                            37

--------------------------------------------------------------------------------------------

Sumber: Reebonz, Asia Luxury Index, 2016

*) Keterangan: Pertumbuhan selama kurun waktu 2014-2015

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Bagikan

Tags :


Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terkini

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Terpopuler

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro