Batik Gedog Tuban./.Kibas
Fashion

Batik Gedog, Harta Terpendam dari Tuban

Wike Dita Herlinda
Sabtu, 15 Oktober 2016 - 07:28
Bagikan

Bisnis.com, JAKARTA- Semakin terangkatnya pamor batik di kancah fesyen nasional dan internasional turut membuka peluang bagi banyak daerah pemilik motif batik khas yang selama ini belum terekspose dengan baik.

Salah satu daerah tersebut adalah Tuban. Tidak banyak orang yang mengetahui bahwa kabupaten yang terletak di pesisir utara Jawa Timur itu menyimpan kekayaan budaya membatiknya sendiri, yang bernama batik gedog.

Berbeda dengan batik-batik asal DI Yogyakarta atau Jawa Tengah yang sudah lebih familiar di berbagai kalangan masyarakat, batik gedog dari Tuban memiliki corak motif, kelir, dan teknik pewarnaan yang sedikit berbeda.

Perbedaan paling mendasar dari batik gedogdibandingkan batik lainnya terletak pada pemilihan bahan. Batik gedog menggunakan tenun sebagai material utamanya. Tenunnya sendiri terbuat dari kapas yang banyak ditanam di ladang sekitar lokasi pembuatan batik.

Selanjutnya, kapas-kapas yang sudah dipintal kemudian ditenun menjadi kain menggunakan alat tenun tradisional yang mengeluarkan bunyi ‘dog... dog...’. Bunyi itulah yang menjadi penyebab mengapa batik dari Tuban itu disebut batik gedog.

Ketua Komunitas Batik Jawa Timur (Kibas) Lintu Tulistyantoro menjelaskan batik gedog memiliki tekstur yang kasar. Teknik pembatikannya sendiri menggunakan pewarna alam dari tanaman lokal di Tuban bernama nilo, yang menghasilkan warna biru (indigo) alami.

“Penggunaan bahan-bahan alami inilah yang menjadikan batik gedog terlihat eksotis dan tidak bisa disamai oleh batik-batik lainnya,” ujarnya di sela-sela pameran Another Side of Batik Gedog belum lama ini.

Dari sisi motif, batik gedog mengandung berbagai guratan khas seperti likasan kotong, rengganis, gringsing, kijing miring, kasatrian, kembang waluh, kembang kluwih, lok can, gunting, ganggeng, dan owal awil.

Sebagian besar motif-motif tersebut relatif kurang dikenal oleh masyarakat umum di Tanah Air. Motifgringsing, misalnya, merupakan corak yang sering digunakan pada kain selimut karena dipercaya dapat menyembuhkan orang sakit.

Lintu menjelaskan motif tersebut memiliki kesakralan tersendiri. Dia mengisahkan ada suatu daerah di Tuban, di mana kain gringsing kerap digunakan secara bergilir dari satu keluarga ke keluarga lain ketika ada anggota keluarga yang sakit.

“Tidak hanya berdasarkan motifnya, batik gedogmemiliki sebutan sesuai dengan fungsinya. Misalnya, batik gedog ‘tapeh’ atau kain panjang yang digunakan untuk sayut atau gedongan untuk membungkus dan menggendong bayi atau barang,” imbuh Lintu.

Selain itu, terdapat juga ‘serang buwuhan’, yang merupakan batik gedog yang seringkali dipakai saat menghadiri acara atau hajatan keluarga. Dia menambahkan, batik gedog juga dipercaya memiliki fungsi magis dalam upacara adat.

Hingga saat ini, masih banyak masyarakat adat di Tuban yang menggunakan batik gedog jenis tertentu sebagai prasyarat ketika akan mendirikan pilar (saka guru) dari sebuah rumah. Caranya adalah dengan menggantungkan batik gedog pada pilar tersebut.

ALAT TUKAR

Ada cerita unik lain di balik batik gedog. Lintu menuturkan batik tersebut banyak diproduksi di Kecamatan Kerek, Kabupaten Tuban. Di sana, batikgedog masih digunakan sebagai alat tukar untuk mendapatkan barang lain (barter).

“Masyarakat di sana juga sering menjadikan batikgedog sebagai barang yang dapat digadaikan ketika sedang membutuhkan uang. Bagi sebagian penduduk lain, batik gedog dikategorikan sebagai pusaka kebanggaan keluarga yang melambangkan status ekonomi.”

Sayangnya, di dunia fesyen Indonesia, batik gedogmasih belum terdengar gaungnya. Sangat jarang sekali ada perancang yang mengeksplorasi kecantikan kain unik tersebut untuk disulap menjadi sebuah produk fesyen yang layak dikomersilkan.

Salah satu desainer yang sudah pernah menggarap batik gedog ke dalam koleksinya adalah Yogiswari Prajanti, yang merupakan anggota Asosiasi Pengusaha Perancang Mode Indonesia (APPMI) spesialis pembuat busana tertutup (modest wear) kekinian.

Akhir tahun lalu, perancang yang akrab disapa Yogi itu meluncurkan koleksi busana bertajuk Gedoglicious. Dia mengaku tertarik menggunakan batik gedogkarena lebih kaya tekstur dan motifnya tidak mudah luntur.

Yogi mengaku bereksperimen dengan batik gedogadalah hal yang menantang. “Karena proses pembuatannya tidak sebentar. Selain itu, perajinnya sudah semakin jarang dan adanya di pelosok yang sulit dijangkau. Itulah sebabnya harganya relatif mahal,” akunya.

Selain batik gedog dari Tuban, tentunya masih banyak kain-kain tradisional lain yang belum tereksplorasi dengan baik di Indonesia. Sudah sepantasnya mereka diberikan tempat yang layak untuk tampil dan diperkenalkan kepada khalayak sebagai bagian dari warisan budaya Nusantara.

Bagikan

Tags :


Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terkini

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Terpopuler

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro