Bisnis.com, JAKARTA—Kendati telah dinyatakan sembuh, rasa nyeri pada penderita kanker biasanya masih terjadi sewaktu-waktu dan mengganggu kualitas hidup pasien.
Pakar nyeri dari Jakarta Pain and Spine Center, Darto Satoto, mengatakan rasa nyeri pada penderita kanker biasanya terjadi akibat penekanan saraf atau efek samping terapi seperti pembedahan, obat-obatan, atau kemoterapi. Derajat nyeri yang berkaitan dengan kanker bervariasi bergantung pada banyak hal mulai dari jenis, stadium, dan kepekaan pasien terhadap nyeri.
“Semakin cepat diterapi, kemungkinan nyeri teratasi juga semakin besar,” ujarnya, Rabu (7/12).
Darto mengatakan ada dua teknik intervensi yang dilakukan untuk mengatasi nyeri kanker, yaitu teknik destruktif dan non-destruktif. Teknik pertama dilakukan dengan perusakanjaringan saraf guna mengentikan impuls nyeri secara irreversible. Teknik ini dapat dilakukan dengan memberian agen farmakologis, radiofrekuensi, dan pembedahan.
Sementara itu, teknik non-destruktif biasanya dilakukan dengan menggentikan impuls nyeri secara reversible melalui obat-obatan atau rangsangan elektrik. Teknik destruktif biasanya dilakukan satu kali dan lebih hemat dari segi biaya. Namun, teknik ini dapat menimbulkan kerusakan saraf dan jaringan lain di luar sasaran
Pada teknik non-destruktif, penyuntikkan atau pemasangan infus berisi obat anestasi local dengan atau tanpa steroid, untuk menghambat impuls dan meredakan nyeri. Teknik ini dapat dilakukan pada saraf perifer, lapangan perifer, maupun pada sumsun tulang bergantung pada area yang ingin dimanipulasi.