Bisnis.com, JAKARTA - Suatu pagi sekitar 13 tahun lalu, Budi Hermawan mengalami batuk berdahak. Keluhan ini semakin parah, bahkan hingga mengeluarkan darah. Ketika dia pergi ke klinik pada sore harinya, Budi divonis menderita tuberkulosis (TB).
Praktis, sejak 2003 dia mulai menjalani pengobatan untuk menyembuhkan penyakit tersebut. Berjalan empat bulan, batuknya mulai mereda. Dia pun mulai lalai memeriksakan diri ke dokter. Padahal, pengobatan TB idealnya memakan waktu hingga 2 tahun non-stop.
Akibatnya cukup fatal. TB yang diderita Budi pun semakin parah hingga ke tahap resisten terhadap obat. Dalam dunia medis, ini disebut TB MDR (Multi Drug Resistant). Dalam kondisi ini, pasien biasanya harus menenggak antibiotik dengan efek samping yang lebih keras.
Berjalan tujuh bulan, pengobatan Budi pun dihentikan karena livernya mulai rusak. Berat badannya pun merosot hingga 40 kilogram saja.
Tidak mau kecolongan lagi, Budi mulai konsisten menjalani pengobatan sejak 2011 di RS Persahabatan. Selama 19 bulan Budi harus mengunjungi rumah sakit, menelan puluhan obat setiap hari. Efek samping pengobatan menjadi tantangan berat yang harus dihadapinya. Mual, muntah, hingga nyeri otot menjadi makanannya sehari-hari.
“Setiap malam saya tidak pernah bisa tidur. Betul-betul menyiksa,” ujarnya kepada Bisnis pekan lalu.
Perjuangannya untuk sembuh akhirnya membuahkan hasil. Budi bahkan hanya menghabiskan waktu 19 bulan, dari 24 bulan yang ditargetkan. Kini, Budi sudah dinyatakan terbebas dari TB dan bisa kembali beraktivitas seperti biasa.
Disiplin Pengobatan
Apa sebenarnya TB dan bagaimana mengobatinya? Dokter spesialis pulmonolog Erlina Burhan menjelaskan, TB merupakan penyakit menular yang diakibatkan oleh kuman Mycobacterium tuberculosis. TB dapat menyerang seluruh tubuh terutama paru-paru.
Di Indonesia, prevalensi penyakit ini cukup tinggi. Data World Health Organization (WHO) menunjukkan, setidaknya terdapat 1 juta kasus baru setiap tahun. Angka inipun diprediksi hanya puncak gunung es karena banyak kasus yang tidak berhasil terlaporkan. Adapun data Kementerian Kesehatan menujukkan 100.000 orang meninggal setiap tahun akibat penyakit ini.
Kendati sangat berbahaya, TB sebenarnya bisa disembuhkan. Erlina menjelaskan setelah dinyatakan positif mengidap TB, pasien harus minum obat secara teratur dala jangka waktu 6-8 bulan. Namun, jika sudah naik ke tahap TB MDR, pengobatannya bisa memakan waktu lebih lama.
Disiplin menjalankan pengobatan inilah yang menjadi kunci sukses pemberantasan kuman TB. Kendati demikian, banyak pasien yang tidak melanjutkan pengobatan karena berbagai hal. Salah satunya adalah efek samping pengobatan yang diderita pasien.
“Efek sampingnya berbeda-beda setiap orang. Tetapi secara umum bisa mual, muntah, nyeri otot, hingga gangguan tidur,” tuturnya.
Kendati sangat berat, Erlina mendorong para pasien TB untuk terus konsisten menjalani pengobatan. Dia juga menyarankan agar bekonsultasi dengan tenaga medis terkait dengan keluhan yang dialami agar bisa ditangani dengan baik.
“Efek samping pengobatan itu biar jadi persoalan kami tenaga medis. Biar bagaimanapun pasien harus tetap melanjutkan pengobatan,” tuturnya.
Erlina menambahkan, jika pasien TB berhenti menjalankan pengobatan biasanya kuman akan lebih kebal sehingga perlu dosis obat lebih tinggi untuk mengobatinya. Selain itu, pasien TB yang tidak diobat juga berpotensi menularkan penyakitnya kepada orang lain.
Jika mengacu pada cerita Budi, efek samping yang ditimbulkan memang tidak mudah. Namun, itulah satu-satunya metode paling efektif untuk sembuh. Budi yang sudah terbebas dari TB kini menghimpun sesame penderita dalam organisasi bernama Pejuang Tangguh (Peta).
Seperti sebait sajak Chairil Anwar yang sering dikutip untuk kampanye penderita TB, Budi menegaskan ‘Aku Ingin Hidup Seribu Tahun Lagi’.
Gejala TB
- Batuk berdahak lebih dari 2 minggu
- Batuk bercampur darah
- Sesak nafas dan nyeri dada
- Nafsu makan menurun
- Berkeringat di malam hari walaupun tidak berkegiatan
- Demam meriang berkepanjangan
- Berat badan menurun
Sumber: Forum Stop TB Partnership Indonesia (FSTPI)