Piringan hitam/Istimewa
Fashion

Cara Lain Menikmati Piringan Hitam

Dika Irawan
Selasa, 17 Januari 2017 - 05:49
Bagikan

Bisnis.com, JAKARTA-Mengoleksi piringan hitam saja tidak cukup, Raja Humuntar Panggabean bersama rekan-rekannya berinisiatif mendirikan Hearing Eye Record Store pada 2014 untuk menjual vinyl impor. Belum puas lagi, mereka mengajak grup-grup musik favoritnya merilis album piringan hitam. Pada awalnya usaha ini mereka dirikan sekadar mencari tambahan uang saku.

Dengan harapan melalui tambahan uang itu mereka bisa membeli lagi piringan-piringan hitam agar koleksinya bertambah. Di luar dugaan, penjualan vinyl mereka ternyata semakin diminati konsumen. Mulailah mereka melirik potensi lain yakni menggarap vinyl grup-grup musik lokal cenderung indie. Polk Wars menjadi band pertama yang mereka ajak kerja sama mengeluarkan album piringan hitam. Grup musik ini pun akhirnya mempercayakan Hearing Eye Record menggarap album Axis Mundi­-nya dalam format vinyl.

Album ini segaja dipiring hitamkan lantaran menduduki peringkat keenam daftar 20 Album Indonesia Terbaik 2015 versi Majalah Rolling Stone Indonesia. Raja berpendapat band beraliran alternative, indie, dan rock ini merupakan grup musik yang keren walau lirik-liriknya berbahasa Inggris. Memang meski gaungnya tidak setenar grup-grup musik arus utama, Polka Wars menorehkan prestasi.

Band yang beranggotakan Giovanni Rahmadeva, Karaeng Adjie, Billy Saleh, dan Xandega itu mendapat penghargaan Young Guns 2015 oleh Rolling Stone Indonesia. "Kami membuat piringan hitam untuk band-band yang kami senangi saja. Di sini kami tidak terlalu berjualan piringan hitam, tetapi ada kesinambungan," ujarnya saat ditemui Bisnis belum lama ini. Selepas proses pencetakan di Inggris, begitu dilempar ke pasar piringan hitam Polka Wars mendapat respon positif dari para penikmat album vinyl. Namun ada beragam pelajaran yang mereka peroleh dari rilis perdananya ini, salah satunya soal sampul album vinyl.

Mengingat pengemasan dilakukan di Indonesia, Raja mengatakan belum memuaskan karena tidak rapih lipatan sampul piringan hitamnya. Hal ini dianggapnya wajar lantaran tak lepas dari kurangnya sumber daya manusia yang mengerti soal pengemasan piringan hitam di Indonesia. Setelah Polka Wars, Hearing Eye Records kemudian merayu grup musik bergenre metal Seringai untuk mengeluarkan album format piringan hitam. Alasannya reputasi Seringai di belantara musik metal Indonesia sudah diakui. Bahkan juga mancanegara, mengingat inilah band pembuka konser Metalica di Indonesia pada 2013 lalu.

"Kami memang penggemar musik metal. Apalagi Seringai kan sudah seperti Metalica-nya Indonesia, makanya kami tertarik membuatkan album piringan hitam untuknya" ujarnya. Gayung bersambut, ajakan Raja disambut baik Seringai. Kata sepakat dicapai, album Taring milik band cadas ini pun dilahirkan dalam bentuk vinyl. Belajar dari pengalaman sebelumnya, Hearing Eye Record membuat album vinyl di Ceko.

Plus pengemasannya pun dilakukan di sana. Raja mengatakan perusahaan vinyl di negara Eropa Timur itu kerap dimanfaatkan musisi-musisi internasional. Diakuinya hasil pencetakan vinyl di Ceko memuaskan termasuk pengemasannya pun terbilang rapih. Ratusan piringan hitam album Taring yang mereka cetak sudah terjual di pasaran, sedangkan sisanya mereka simpan. Raja mengungkapkan hal ini sengaja dilakukan untuk mengantisipasi penimbunan. Sebab tak menutup kemungkinan para pembeli ini adalah penjual piringan hitam juga. Begitu piringan hitam di tangan mereka akan dijual dengan harga tinggi.

"Kami [sengaja simpan untuk] antisipasi kalau misalnya sudah langka [piringan hitamnya], orang banyak yang cari. Baru kami akan lepas piringan hitamnya lagi," ujarnya. Walau baru seumur jagung dan berangkat dari kegilaan terhadap vinyl, Hearing Eye Records seperti tak takut bermain di bidang ini. Raja menuturkan untuk mencetak album piringan hitam pihaknya harus merogoh kocek lebih dalam.

Umpamanya, 300 hingga 500 keping piringan hitam harus mengeluarkan uang sekitar Rp60 juta hingga Rp80 juta. "Kami tidak ada koneksi dengan pihak perusahaan vinyl di luar negeri sana. Namun kami memulai sendiri seperti membuka komunikasi via email. Selebihnya kami percayakan sama mereka," tuturnya. Sukses mengeluarkan album piringan hitam bersama Polka Wars dan Seringai, Hearing Eye Records memiliki rencana merilis album grup-grup musik indie. Namun tidak semua band indie, tetapi mereka akan memilih grup musik yang dianggapnya berkualitas.

Mereka pun tak menutup kemungkinan merilis ulang album-album grup musik legendaris Indonesia. Khusus band-band mainstream ini, Raja mengakui bukan perkara mudah mengajak mereka ke piringan hitam. Sebab harus melewati alur-alur yang cenderung birokratis agar dapat izin merilis album-album mereka. "Kalau ajak mereka [band mainstream], harus izin ke manajemennya terlebih dahulu. Belum lagi perusahaan rekamannya," ujarnya.

Di Tanah Air, piringan hitam seakan menemukan kembali para pendengarnya. Tak heran bila sejumlah grup musik Indonesia merilis album-albumnya dalam bentuk piringah hitam. Mulai dari Nidji, Naiff, hingga d'massiv. Di Eropa dan Amerika, vinyl justru tidak menjadi barang asing bagi penikmat musik di sana. Tetapi tetap bersanding dengan beragam format musik yang ada. Sebagaimana diungkapkan Forbes di Inggris penjualan vinyl pada 2016 mengalami peningkatan sebanyak 5% atau 3,2 juta keping.

Penulis : Dika Irawan
Bagikan

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terkini

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Terpopuler

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro