Antibiotik/telegraph.co.uk
Health

Batasi Pemakaian Antibiotik Untuk Cegah Bakteri Resistensi

Mia Chitra Dinisari
Minggu, 12 Februari 2017 - 09:30
Bagikan

Bisnis.com, JAKARTA-Resistensi antimikroba (AMR) telah muncul sebagai salah satu tantangan dan menjadi isu kesehatan masyarakat yang semakin menyita perhatian para pemangku kepentingan kesehatan di seluruh dunia.

Penggunaan antibiotik yang bijak dapat mengurangi khususnya komplikasi infeksi akibat bakteri multi resisten. Penggunaan antibiotik secara bebas di masyarakat yang tidak sesuai indikasi, mengakibatkan meningkatnya resistensi antibiotika secara signifikan. Menurut data Badan Kesehatan Dunia (WHO), pada tahun 2014 terdapat 480.000 kasus baru multidrug-resistent tuberculosis (MDR-TB) di dunia.[i] 700.000 kematian pertahun akibat bakteri resisten.

Selain itu, berdasarkan laporan the Review on Antimicrobial Resistance, memperkirakan bahwa jika tidak ada tindakan global yang efektif, AMR akan membunuh 10 juta jiwa di seluruh dunia setiap tahunnya pada tahun 2050. Angka tersebut melebihi kematian akibat kanker, yakni 8,2 juta jiwa per tahun dan bisa mengakibatkan total kerugian global mencapai US$ 100 triliun

Data ini menunjukkan bahwa resistensi antimikroba memang telah menjadi masalah yang harus segera diselesaikan dan perlu adanya peningkatan kesadaran di masyarakat mengenai resistensi antibiotik. Ketua Komite Pengendalian Resistensi Antimikroba (KPRA) Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, dr. Hari Paraton, Sp.OG(K) mengatakan penggunaan antibiotik yang tidak bijak dan tidak sesuai Indikasi, jenis, dosis dan lamanya, serta kurangnya kepatuhan penggunaan antibiotik merupakan penyebab timbulnya resistensi.

"Selain itu, penyebab banyaknya kasus resistensi antibiotik dipicu pula mudahnya masyarakat membeli antibiotik tanpa resesp dokter di apotek, kios atau warung. Seharusnya, antibiotik tidak dijual bebas dan harus berdasarkan resep dokter. Menyimpan antibiotik cadangan di rumah, memberi antibiotik kepada keluarga, tetangga atau teman merupakan kebiasaan yang banyak dijumpai di masyarakat. Ini dapat mendorong terjadinya resistensi antibiotik.”

Hal tersebut disampaikan dalam Pfizer Press Circle (PPC) yang merupakan forum capacity building dan edukasi yang digagas oleh Pfizer dengan tema “Kendalikan Penggunaan Antibiotik untuk Mencegah Resistensi Antimikroba” Lebih lanjut dr. Hari Paraton, Sp.OG(K) mengatakan tidak semua penyakit infeksi perlu ditangani dengan memberi antibiotik, penggunaan antibiotik semata hanya untuk mengobati penyakit yang disebabkan infeksi bakteri.

"Perlu disadari bahwa antibiotik digunakan untuk mengobati infeksi bakteri, bukan mencegah atau mengatasi penyakit akibat virus," katanya.

Di Indonesia, Kementerian Kesehatan Republik Indonesia telah ikut berkomitmen dalam pengendalian AMR. Salah satu upaya yang dilakukan pemerintah antara lain telah berfungsinya Komite Pengendalian Resistensi Antimikroba (KPRA) yang dibentuk 2014 dan pelaksanaan program pengendalian resistensi antimikroba di awali pada 144 rumah sakit rujukan nasional dan regional serta Puskesmas di 5 provinsi pilot project termasuk Jawa Timur.

Namun, diperlukan kerjasama semua pihak untuk mengatasi masalah resistensi antibiotik ini, terutama keterlibatan institusi pendidikan, organisasi kemasyarakatan, organisasi profesi, perusahaan farmasi dan dinas kesehatan.”

Dokter Spesialis Konsultan Penyakit Tropis dan Infeksi yang juga sebagai Kepala Divisi Penyakit Tropis dan Infeksi, Departemen Penyakit Dalam, RSUD dr. Soetomo – Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga, Prof. dr. Usman Hadi, PhD., Sp.PD-KPTI, menjelaskan, “Penyakit infeksi masih merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat yang penting, khususnya dinegara berkembang dan beriklim tropis seperti di Indonesia.

Antibiotik merupakan obat yang paling banyak digunakan pada infeksi yang disebabkan oleh bakteri. Antibiotik telah memiliki peran penting pada dunia kedokteran, karena telah menyembuhkan banyak kasus infeksi, namun intensitas penggunaan antibiotik yang relatif tinggi menimbulkan berbagai permasalahan dan merupakan ancaman global bagi kesehatan terutama resistensi bakteri terhadap antibiotik. Selain berdampak pada morbiditas dan mortalitas, juga memberi dampak negatif terhadap ekonomi dan sosial yang sangat tinggi.”

Bakteri resisten terjadi akibat penggunaan antibiotik yang tidak bijak dan penerapan kewaspadaan standar (standard precaution) yang tidak benar di fasilitas pelayanan kesehatan. Berbagai studi menemukan bahwa sekitar 40-62% antibiotik digunakan secara tidak tepat antara lain untuk penyakit-penyakit yang sebenarnya tidak memerlukan antibiotik.[iv] Lebih lanjut Prof. Dr. dr. Usman Hadi, MD., PhD., Sp.PD-KPTI menjelaskan, pada penelitian kualitas penggunaan antibiotik diberbagai rumah sakit di Indonesia ditemukan 30% - 80% tidak didasarkan pada indikasi dan dan berdasarkan data penelitian WHO dan KPRA/PPRA tahun 2013 di 6 Rumah Sakit Pendidikan di Indonesia diidentifikasi bakteri penghasil ESBL (Extended-Spectrum Beta-Lactamase) 40-50% resisten terhadap golongan Cephalosporin generasi 3 dan 4.

”Memang pada awalnya resistensi terjadi ditingkat rumah sakit, tetapi lambat laun juga berkembang di lingkungan masyarakat, khususnya Streptococcus pneumoniae (SP), Staphylococcus aureus, dan Escherichia coli.Perlu diingat bahwa penggunaan antibiotik harus di bawah pengawasan dokter dan mengikuti anjuran yang tepat karena pengobatan dengan obat antibiotik harus sesuai kondisi resistensi antimikroba masing-masing pasien. Untuk itu, pemberian dosis yang tepat dan perlunya kepatuhan penggunaan antibiotik pada terapi pengobatan penyakit infeksi, merupakan faktor yang penting untuk diperhatikan agar proses penyembuhan penyakit ini tidak menyebabkan resistensi,” tambah Prof. dr. Usman Hadi, PhD., Sp.PD-KPTI.

Masalah resistensi antimikroba ini merupakan masalah yang kompleks dan harus diselesaikan bersama, karena bersifat multi dimensi dan multi faktor serta melibatkan banyak stakeholders. Dimana yang menjadi tantangan dalam penanggulangan resistensi antimikroba menjadi tidak mudah karena persoalan ini bukan saja melibatkan pasien atau dokter, tetapi juga melibatkan industri farmasi, industri rumah sakit, kepentingan bisnis dan kesadaran masyarakat.

Widyaretna Buenastuti, Public Affairs & Communication Director PT Pfizer Indonesia juga menambahkan melalui visi untuk memimpin melalui inovasi untuk Indonesia yang lebih sehat, Pfizer berkomitmen menjalankan segala kegiatan dan operasionalnya demi masyarakat Indonesia yang lebih sehat. "Untuk itu, Pfizer ikut peduli dan mendukung kampanye pengendalian penggunaan antibiotik untuk mencegah munculnya resistensi antimikroba, salah satunya dengan mengadakan kegiatan Pfizer Press Circle dengan topik resistensi antibiotik. PPC menghadirkan pakar kesehatan yang mengajak jurnalis untuk berdiskusi mengenai pentingnya kesadaran mengenai resistensi dan kepatuhan penggunaan antibiotik yang tepat, sehingga masyarakat menjadi lebih teredukasi tentang penggunaan antibiotik yang terkendali dengan dosis yang tepat untuk mencegah munculnya resistensi antimikroba, serta tidak membeli atau mengonsumsi obat antibiotik tanpa resep dan anjuran dokter.” Lebih lanjut Widyaretna Buenastuti

“Pfizer sebagai penyedia obat anti-infeksi dan antifungal (anti-jamur) terkemuka di industri farmasi, tetap berkomitmen terus mencari cara baru untuk meningkatkan portofolio obat Anti-infeksi di seluruh dunia, di mana secara global kami menawarkan akses ke lebih dari 60 obat anti-infeksi dan anti-jamur untuk pasien dan profesional kesehatan.

Dalam beberapa tahun terakhir, Pfizer juga konsisten bekerjasama dengan berbagai pihak untuk terus meningkatkan kesadaran terhadap program penanganan antibiotik dengan tujuan untuk mengurangi jumlah resistensi antibiotik. Pfizer merupakan penandatangan dan negosiator utama dari Deklarasi Davos (Januari 2016) tentang resistensi antimikroba dan bersama 12 perusahaan farmasi besar dunia (September 2016) lainnya, mengembangkan roadmap baru yang menjabarkan empat komitmen kunci untuk mengurangi peningkatan insiden resistensi antimikroba yang akan direalisasikan pada tahun 2020.”

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Bagikan

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terkini

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Terpopuler

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro