Lukisan abstrak karya Ar. Soedarto/Dokumentasi Pribadi
Show

Makna Lukisan Abstrak Karya Soedarto

Dika Irawan
Jumat, 24 Februari 2017 - 15:55
Bagikan

Bisnis.com, JAKARTA - Perenungan dan kegelisahan terhadap realitas begitu kentara dalam lukisan-lukisan abstrak karya Ar. Soedarto.

Dalam pameran tunggalnya, Gonjing Miring di Galeri Nasional Indonesia, Jakarta, pada 3 hingga 16 Februari lalu, Soedarto bercerita tentang nilai-nilai tradisi dan spiritual lewat karya-karyanya tersebut.

Dikuratori Puguh Tjahjono Sadari Warudju, pameran menghadirkan 25 lukisan karya seniman kelahiran Kudus, Jawa Tengah itu. Permainan warna cenderung gelap dengan medium-medium seperti karung goni dan anyaman begitu kuat pada beberapa karya Soedarto.

Medium tersebut adalah alat Soedarto merefleksikan gagasan-gagasannya. Bukan hanya warna dan medium, Soedarto juga menyelipkan simbol-simbol dalam lukisan-lukisannya.

Bentuk geometris, garis, dan penggalan-penggalan huruf hanacaraka adalah hal lain yang tampak pada karya seniman yang juga berkarier di perusahaan migas tersebut.

Ekspresi itu salah satunya terwakili pada karyanya bertajuk Gonjing Miring (mixed media, acrylic, 2 panel, 150x150 cm, 2015). Lukisan tersebut tampil kecokelatan berpadu dengan garis-garis dan bulatan-bulatan kecil di beberapa bagiannya.

Sekilas lukisan itu terlihat seperti kayu-kayu papan yang kulitnya terkelupas. Efek-efek tersebut muncul lantaran lukisan menggunakan karung goni dan anyaman sebagai mediumnya.

Bukan sesuatu yang asing, karung goni memiliki peranan penting pada masa lalu. Selain sebagai pembungkus hasil bumi, bagi bangsa Indonesia karung goni pernah jadi busana masyarakat ketika zaman penjajahan. Namun seiring waktu, karung goni mulai ditinggalkan ketika zaman sudah lebih maju.

"Karung goni adalah salah satu unsur kemelaratan. Saya sengaja gunakan karung goni karena barang ini tidak akan berjumpa lagi di masa depan," tuturnya.

Lebih dari itu sebenarnya, Gonjing Miring merupakan ungkapan kekhawatiran Soedarto terhadap aksi massa pada Desember tahun lalu akan berujung rusuh. Sebab situasi ketika itu dinilainya mencekam sekali.

Akhirnya hal diterjemahkannya ke dalam bentuk-bentuk garis tak beraturan dalam karyanya tersebut.

Pada bagian lainnya, Soedarto berusaha meluapkan kritiknya tentang tradisi aksara Jawa yang mulai dilupakan oleh masyarakatnya sendiri. Hal tersebut terlihat pada dua karyanya, Gunungan dan Honocoroko #1 (mixed media, acrylic, 100x100cm, 2013) dan Gunungan dan Honocoroko #2 (mixed media, acrylic, 100x100cm, 2013).

Kedua lukisan tersebut tampil dengan unsur-unsur yang sama yaitu merah, oranye, dan huruf-huruf hanacaraka. Di dalamnya tampak objek segitiga. Sepertinya bentuk segitiga itu mewakili proses hubungan vertikal antara mahluk dengan Sang Pencipta.

Penggambaran serupa terlihat pula pada karya Soedarto, Honocoroko in Red (mixed media, acrylic, 3 panel, 120x120 cm, 2015). Kali ini Soedarto menyamarkan huruf-huruf aksara Jawa tersebut ke dalam lukisannya yang menampilkan cat merah kegelapan. Satu sisi warna tersebut menyimbolkan seperti amarah. Sisi lainnya, menyiratkan tentang semangat.

"Huruf-huruf hanacaraka tersebut merupakan potongan-potongan pesan filosofis Jawa. Dahulu saat masih kecil saya masih mudah menemukan tulisan Jawa, tetapi sekarang mulai sulit. Saya ingin mengingatkan tentang pentingnya mempertahankan tradisi," ujarnya.

Penulis : Dika Irawan
Editor : Nancy Junita
Bagikan

Tags :


Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terkini

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Terpopuler

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro