Budi Pradono/istimewa
Fashion

Ini Cara Arsitek Budi Pradono Menyiasati Keterbatasan

Dika Irawan
Minggu, 24 September 2017 - 19:17
Bagikan

Bisnis.com, JAKARTA - Budi Pradono merupakan salah satu arsitek berbakat yang dimiliki Indonesia saat ini. Karya-karya arsitekturnya kerap jadi pembahasan majalah-majalah arsitektur asing. Berkat karya-karyanya itu pula, sederet penghargaan internasional pernah diraih oleh Budi.

Sosoknya kalem. Penampilannya sederhana. Namun, pengalamannya segudang sebagai arsitek. Dia kerap wara-wiri ke luar negeri, dari membahas proyek hingga mendatangi undangan penghargaan arsitektural.  “Saya jarang di Jakarta, keseringan di pesawat Boeing,” ujarnya.

Budi tidaklah dilahirkan sebagai arsitek. Jangankan itu, rekam jejak arsitek di keluarganya pun tak ada. Dia adalah anak desa di Salatiga, Jawa Tengah. Ayahnya dosen dan ibunya guru tari balet. Hampir tiap hari Budi diperdengarkan lagu-lagu klasik karya Ludwig van Beethoven.

Terkadang Budi juga menemani ibunya mengajar tari balet kepada murid-muridnya. Tugas Budi saat menemani ibunya sebagai pemencet tombol radio yang memutar lagu klasik pengiring tarian.

 “Sejak bayi saya sudah dengarkan musik klasik. Mau nangis atau senang, jreeng Beethoven.”

Tinggal di desa, hiburan masa kecil budi sebatas sungai, sawah, dan tanah liat. Begitu pulang main, ke rumah Budi kembali disuguhkan lantunan musik-musik klasik. Lagu-lagu klasik tersebut kini jadi obat Budi ketika sedang dalam keadaan buntu berpikir.

“Kalau lagi stres, putar lagu klasik tuing langsung dapat ide.”

Beranjak sekolah dasar, sang ibu mendatangkan guru tari trasional untuk Budi dan saudara-saudaranya. Budi diajarkan tarian tradisional Jawa hingga Bali. Sang ibu tidak meminta anak-anaknya untuk menjadi penari, melainkan supaya mereka memiliki kecintaan terhadap tradisi lokal.

Budi mengaku kini sudah tidak lagi dapat menari, tetapi tangan-tangannya masih lentur mengikuti tarian. Namun, dia mendapat pelajaran hidup dari tari yaitu soal keseimbangan. “Tari itu kan belajar bagaimaan keseimbangan tubuh, begitu juga dalam menjalani hidup harus seimbang. Itulah yang sampai sekarang saya terapkan,” tuturnya.

Saat menginjak bangku sekolah menengah pertama, Budi girang bukan main karena berkesempatan tinggal di Amerika Serikat setelah ayahya mendapatkan beasiswa S3 ke sana. Sayangnya, sang ayah urung berangkat ke Negeri Paman Sam karena berbagai hal.

“Saya sudah belajar bahasa Inggris dan berpikir akan ke Amerika Serikat, tetapi tidak jadi [berangkat ke AS]. Saya masih tidak menerima kenyataan waktu itu.”

Budi yang memiliki bakat menggambar, diminta oleh ibunya untuk melanjutkan pendidikan ke Institut Seni Indonesia Yogyakarta. Namun, Budi gagal dua kali tes masuk di kampus tersebut. Akhirnya Budi hanya berpasrah.  

“Jadi awalnya saya ingin menjadi seniman cuma gagal,” tutur pria yang gemar minum kopi ini.

Budi pun didaftarkan ke kampus Universitas Kristen Duta Wacana jurusan arsitektur. Saat itu dia sendiri belum tau bahkan tidak terlalu senang dengan dunia arsitektur. Satu-satunya hal yang membuat senang Budi di jurusan arsitektur adalah tugas menggambar.

“Kalau ada tugas menggambar, sampai kapan pun saya kerjakan. Saya tiap hari menggambar ratusan sketsa untuk melenturkan tangan, ” ujarnya.

Lama kelamaan Budi jatuh cinta dengan arsitektur. Apalagi di jurusan tersebut ada tugas membuat maket bangunan, Budi tambah senang. Bagi dia tugas membuat maket sama dengan kegemarannya sewaktu kecil yaitu membuat sesuatu dengan tanah liat.

Saat menuntut ilmu di kampus Budi bukanlah anak yang kecukupan. Uang sakunya hanya pas untuk hidup. Dia tak sanggup untuk membeli meja gambar buatan Jerman yang harganya selangit waktu itu. “Untuk membeli kertas saya betul-betul irit uang saku saya,” tuturnya.

Sadar dalam kondisi terbatas, Budi pun menyiasatinya dengan sejumlah cara. Untuk mengakali ketiadaan meja gambar, Budi mendatangi teman-temannya yang memiliki meja gambar. Budi meminjam meja itu bila tugas mereka telah rampung.

 “Teman saya ternyata selesai menggambar jam 3 pagi. Saya baru mengerjakan di jam itu, sementara tugas diselesaikan jam 9. Cuma ketika dikumpulkan nilainya bagus saya daripada teman saya,” kenang Budi.

Siasat lainnya, Budi terjun menjadi aktivis kampus di Himpunan arsitek hingga pencinta alam. Tiap-tiap ada acara, Budi nimbrung ikut kepanitiaan supaya dapat makanan gratisan. Sehingga uang saku dari orang tuanya dapat dibelikan kertas.

“Ternyata nilai saya bagus, indeks prestasinya dapat nilai 3. Akhirnya dapat beasiswa,” ujarnya.

Jepang & Belanda

Selepas menyelesaikan studinya di Universitas Kristen Duta Wacana, Budi mendapatkan gelar masternya di Berlage Institut, Rotterdam, Belanda. Setelah itu, Budi lebih banyak menghabiskan kariernya di negara seberang. Dia pernah bekerja di Beverley Garlic Architect, Sidney, Australia hingga Kengo Kuma and Associates, Tokyo, Jepang.

Selama belajar di Belanda dan berkarier di Jepang, Budi mendapatkan pengalaman berharga. Di Belanda, Budi belajar banyak dari arsitek-arsitek panutannya, Rem Koolhas dan Winy Maas.  Ilmu berharga yang diperolehnya adalah tentang masterplan.Arsitek-arsitek Belanda selama ini memang dikenal piawai merancang masterplan. Sejarah membuktikan, aristek Belanda banyak berperan dalam merancang masterplan kota-kota besar. Mulai dari Batavia – sekarang Jakarta- hingga New York.

Ketika di Jepang, Budi berguru pada arsitek Jepang Kengo Kuma. Hingga saat ini, Kengo merupakan arsitek jajaran papan atas di Jepang. Di sana Budi mempelajari material-material dan cara pengolahannya.

“Jadi di Belanda itu belajarnya kilometer. Kalau di Jepang, belajarnya milimeter,” tuturnya.

Selain itu, Budi juga belajar kedisiplinan dari masyarakat Jepang. Terutama kedisiplinan menghargai waktu. Oleh sebabnya ketika di Jakarta, Budi berusaha untuk tidak terlambat saat menghadiri undangan acara. Dia rela mencari penginapan di dekat tempat acara untuk menghindari terlambat dan macet.

“Kalau macet bikin stres. Pikiran saya harus jernih,” ujar Budi yang juga mengagumi sosok arsitek Y.B. Mangunwijaya itu.

Budi berhasil mengawinkan ilmu arsitektur yang diperoleh dari Belanda dan Jepang ke dalam karya-karyanya. Alhasil karya-karya arsitekturnya sukses memikat perhatian dunia internasional.

Sejumlah penghargaan internasional pun diraih Budi atas karya-karyanya seperti Cityscape architecture Award, Dubai 2004; AR Awards for Emerging Architecture, London, 2005; World Architecture Festival Award, Barcelona 2008; dan Silver medal & Honorary diploma INTERARCH, Triennial Architecture, Sofia Bulgaria 2009.

Menulis

Di sela-sela kesibukannya, Budi biasa mencurahkan pemikiran tentang berbagai hal seperti kota, urbanisme, dan arsitektural ke dalam betnuk tulisan-tulisan. Bagi Budi tulisan adalah cara terbaik untuk mengungkapkan gagasannya. Soal menulis ini, Budi terinspirasi dari dua tokoh sastrawan tanah air, Pramoedya Ananta Toer dan Goenawan Mohamad.

Budi bahkan sempat bertemu dengan Pram ketika di Fukuoka, Jepang saat sastrawan tersebut menerima penghargaan di sana. Ada beberapa ungkapan Pram yang menjadi pegangan Budi dalam menulis, salah satunya bahwa konsep itu harus diwakilikan lewat tulisan.

“Dari GM [Goenawan Mohamad], saya ingat kata-katanya bahwa penulis itu tidak dilahirkan, melainkan dibentuk. Hal ini sama dengan arsitek, di mana arsitek itu tidak dilahirkan tetapi dibentuk,” tuturnya.

Bertolak dari hal tersebut Budi berpandangan, untuk menjadi seorang arsitek itu perkara gampang, tetapi budayawan sulit karena harus baca fenomena yang terjadi di masyarakat. Dia pun berusaha menggabungkan keduanya, arsitek dan budayawan.

Prinsip

Menyinggung kesuksesannya, Budi percaya hal tersebut diperoleh karena prinsip hidupnya yang doyan mencari tantangan. Dia telah praktikkan hal itu, mulai dari bangku kuliah hingga dunia kerja. Budi tidak betah berada dalam zona nyaman, tetapi selalu tertarik mencari tantangan-tantangan baru dalam hidupnya. Salah satunya, Budi baru-baru ini tertantang untuk membuka studio arsitek di London, Inggris.

“Saya melawan apa yang saya senangi,” ujarnya.

Dalam memandang keberhasilan, Budi mengukurnya tidak berdasarkan uang. Namun, bagaimana seseorang itu sukses mengejar cita-citanya. Sebab ketika berhasil uang dengan sendirinya akan mengikuti.

Di luar kesibukannya, Budi menyempatkan diri untuk berlari di pagi hari di mana pun berada. Selain menyehatkan, lari di pagi hari memberikan Budi banyak inspirasi. “Saya terbiasa bekerja pagi. Jadi pagi-pagi itu pikiran harus jernih,” ujarnya.

Hobi lain yang tak dapat dilewatkan oleh Budi adalah traveling alias jalan-jalan. Budi mengatakan, traveling adalah hal penting karena dari kegiatan itu akan tercipta ide-ide baru.

Selama berkarier di luar negeri, Budi menghabiskan waktunya berkeliling ke sejumlah kota di dunia. Kenyang jalan-jalan ke luar negeri, Budi kini memfokuskan pikniknya ke kawasan Indonesia timur karena wilayah tersebut menyimpan pesona alam dan sejarah di baliknya.

Penulis : Dika Irawan
Bagikan

Tags :


Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terkini

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Terpopuler

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro