Bisnis.com, YOGYAKARTA – Kalbe Farma menggelar sosialisasi program Ristekdikti-Kalbe Science Awards 2018 (RSKA 2018) di Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta hari ini, Senin (7/5/2018).
RKSA 2018 merupakan apresiasi bagi para peneliti Indonesia yang mempunyai dedikasi dan telah bekerja keras dalam menghasilkan karya penelitian di bidang kesehatan.
RKSA 2018 berbeda dengan program RKSA tahun-tahun sebelumnya dengan konsep pemberian dana penelitian untuk proposal yang akan dijalankan. Selain perubahan konsep, program RKSA tahun ini juga mengadakan pemantauan secara berkala sesuai milestone oleh seluruh dewan juri pada proposal yang diajukan oleh para peneliti.
Adapun Dewan Juri RKSA 2018 berjumlah 7 orang yang terdiri dari perwakilan dari Ristekdikti, Akademisi, BPOM dan Kalbe Grup, yakni Prof. Dr. Amin Soebandrio, Ph.D, Sp.MK, Direktur Lembaga Biologi Molekuler Eijkman; Dr. Ir. Bambang Setiadi, IPU Ketua Dewan Riset Nasional; Dr. Ir. Roy Alexander Sparringa M.App.SC. Senior Advisor BPPT; Budi Gunadi Sadikin, B.Sc. Direktur Utama PT. Indonesia Asahan Aluminium (Persero); Dra. Nurma Hidayati, Apt., M.Epid Deputi Bidang Pengawasan Produk Terapetik dan NAPZA, BPOM RI.
Selain itu, untuk Dewan Juri Kehormatan ialah Dr. Muhammad Dimyati, M.Sc. Dirjen Penguatan Riset dan Pengembangan, Kemenristekdikti; dan dr. Boenjamin Setiawan, Ph.D Founder of PT Kalbe Farma Tbk. Ristekdikti-Kalbe Science Awards 2018 akan memperebutkan total pendanaan mencapai Rp1,5 miliar untuk 3—5 proposal terpilih.
Simak Live Report sosialisasi Ristekdikti-Kalbe Science Awards 2018 (RSKA 2018) di Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta tersebut berikut ini.
Prakoso, Sekretaris Dirjen Penguatan Riset dan Pengembangan dan Pusat Pendidikan Kemenristekdikti, mengatakan pemerintah akan membuat skenario riset dan pengembangan hingga tahun 2045, di mana nantinya peneliti swasta memiliki prosentase 75%.
"Kemudian kami menginisiasi salah satu cara untuk menarik industri farmasi. Caranya spending money kelitbangan ditingkatkan. Itu bisa mengurangi pajak dua kali. Tapi PP nya belum keluar," katanya.
Prakoso mengungkapkan publikasi penelitian di Singapura meningkat karena research and vevelopment dilakukan di Singapura.
Indonesia akan melakukan hal tersebut. "Jika Research and Development ada di Indonesia, insan cendekia bisa kita dorong ikut. Saat ini 151.000 permintaan peneliti masih didominasi ASN. Yaitu dosen, LIPI, nuklir batan. Gimana kalau regulasi kita buka? Tentang manajemen kepegawaian juga harus kita ubah dulu," kata Prakoso.
Prof dr Amin Soebandrio, Direktur Lembaga Biologi Molekuler Eijkman, mengatakan skema RKSA 2018 memprioritaskan penelitian yang sudah mengarah ke hilir.
Bahwa salah satu persyaratannya adalah sudah dilakulan penelitian basic-nya. Sudah pasti setelah itu harus dindustrialisasi.
"Diharapkan dalam 18 bulan prototype laboratoriumnya sudah menjadi prototype industri. Kalau bisa dijadikan prototype industri, maka Kalbe Farma mendapat privilege mengembangkan lebih lanjut," katanya.
Amin menambahkan skema RKSA 2018 tersebut bertujuan ingin menjembatani supaya peneliti bisa melewati valey of death. "Sekarang yang daftar sudah 300. Kita pilih bertahap, nanti ada 9 yang presentasi. Akan kita pilih yang memang bener-bener siap untuk prototype industri."
Prakoso, Sekretaris Dirjen Penguatan Riset dan Pengembangan dan Pusat Pendidikan Kemenristekdikti, menilai manajemen regulasi harus dibenahi terutama dalam anggaran riset. Dia menilai belanja litbang Indonesia masih kecil. Saat ini belanja litbang Indonesia hanya 43% dari spending money pemerintah yaitu Rp24,9 triliun.
"Anggaran litbang indonesia masih di bawah negara lain, masih 0,25 dari Gross Domestic Product kita," kata Prakoso.
Dia mengakui saat ini jumlah publikasi meningkat tapi kualitas dan sitasi masih perlu ditingkatkan.
Untuk itu pemerintah mempersiapkan beberapa regulasi untuk mengupayakan peningkatan hilirisasi penelitian.
Prakoso mengatakan saat ini tengah diinisiasi RUU Sinas P3 Iptek (Sistem Nasional Penelitian, Pengembangan dan Penerapan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi ).
Tujuannya agar PP, Kepres, dan Perpres sampai Permenristekdikti berubah memudahkan hilirisasi.
"Inovasi dinormalkan di situ hilirisasi juga. Peran swasta dimaksimalkan di situ. Ini untuk menciptakan penelitian yang meningkatkan daya saing bangsa."
Prakoso mengatakan jika peraturan tersebut disetujui, maka Indonesia boleh mempekerjakan ASN ke Kalbe, misalnya.
Selain itu penelitian juga akan dipayungi dengan Perpres nomor 38 2018 dan Permenristek dikiti 42/2016 yang berfokus pada output penelitian.
Direktur Business Development PT Kalbe Farma Sie Djohan mengatakan Indonesia memiliki lebih dari 206 industri farmasi. Di Asean, industri farmasi yang paling maju adalah indonesia.
"Singapura besar tapi perusahaannya asing semua. Perusahaan nasional tidak ada yang kuat. Kita ada perusahaan nasional kuat tapi bahan baku kita 95% masih impor," katanya.
Berdasarkan data, pasar industri farmasi Indonesia mencapai Rp82 triliun. Indonesia menyumbang 40% penduduk ASEAN, namun health spending hanya 27% masih di bawah rata-rata negara ASEAN.
Namun Djohan mengatakan potensi pengembangan industri farmasi di Indonesia besar sekali. Tinggal bagaimana Indonesia bersama-sama mengisi potensi tersebut. "Saya pernah membuat kalkulasi. Seandainya health spending kita meningkat jadi 5% dalam 10 tahun ke depan. Dengan asumsi pertumbuhan ekonomi 5-6%. Itu potensinya besar sekali," kata Djohan.
Dia yakin jika penelitian Indonesia juga membaik dan mencapai standar internsional, maka potensi ekspor Indonesia juga cukup besar. Namun itu tidak akan terjadi begitu saja.
Djohan mengingatkan ke depan akan terjadi perubahan tren farmasi. Apabila industri farmasi hanya fokus pada pengembangan obat dan bahan baku atau chemical maka Indonesia akan ketinggalan dengan negara lain.
"Kita juga harus mengembangkan diagnostiknya," kata Djohan.
Dia menambahkan Indonesia selalu membuat produk blockbuster di mana satu obat untuk satu jenis penderita penyakit.
Ke depan, tren yang diprediksi adalah pengembangan pengobatan yang presisi. Artinya, pengembangan lebih kepada diagnostik yang menentukan treatment berbeda-beda untuk level penyakit tertentu.
"Cek dulu apakah Anda sesuai menggunakan obat itu. Lebih ke seleksi pasien. Diagnostik, menyeleksi grup-grup pasien tertentu," kata Djohan.
Herawati, perwakilan dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), Menilai hilirisasi hasil riset bidang kesehatan belum optimal.
Hal itu karena belum ada ketidakselarasan tiga aspek, yaitu industri, peneliti, masyarakat. Dia berpesan jangan sampai industri, peneliti dan masyarakat jalan sendiri-sendiri. Oleh karena itu peran pemerintah diperlukan untuk meningkatkan sinergisme ketiganya.
Herawati mengatakan hendaknya peneliti melihat kebutuhan masyarakat dan upaya kesehatan apa yang belum optimal sebelum menciptakan suatu penelitian.
Ketika penelitian sudah jadi, lanjutnya, penelitian harus sesuai dengan persyaratan registrasi yang disediakan BPOM sehingga tidak ada hambatan izin edar.
Herawati mengatakan tahapan dapat dilihat di web BPOM. Menurut dia, ada industri prioritas yang dikembangkan pemerintah yaitu pangan, farmasi, kosmetik, dan alat kesehatan.
"Dalam Permenkes nomor 17 tahun 2017 itu merupakan roadmap pengembangan kami dalam biofarma, vaksin, obat-obatan herbal dan chemical atau bahan baku obat," kata Herawati
Direktur Lembaga Biologi Molekuler Eijkman Prof dr Amin Soebandrio menilai inovasi yang ideal adalah inovasi yang aplikatif, siap diserap pasar dan siap dikomersialisasi.
Untuk itu, di mengemukakan rumus 3 N. “Aada tiga prinsip inovasi yaitu Niteni, Niroake, dan Nambahake.”
Ketiganya merupakan kata dalam bahasa Jawa. Niteni artinya mencermati, niroake artinya meniru, dan nambahake artinya menambahkan.
Amin mengingatkan para periset perlu menyadari tiga proses yang harus dilalui dalam penelitian. Yang Pertama, fundamental research di mana banyak ketidakpastian. Ini biasanya dibiayai pemerintah.
Yang kedua, translation research di mana belum pasti akan dibiayai siapa, ketiga clinical research di mana perusahaan-perusahaan sudah lebih tertarik untuk komersialisasi di pasar.
“Tahap tersebut harus dipahami agar penelitian tidak jatuh dalam the valey of death,” ujar Direktur Lembaga Biologi Molekuler Eijkman tersebut.
Ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam menciptakan penelitian yaitu bahan yang mudah diakses, teknologi yang mudah diakses dan Amin mengatakan yang terpenting adalah akses ke industri dan ke pasar.
"Banyak peneliti di Indonesia yang merasa penelitiannya bagus tapi ternyata akses ke industri susah," kata Amin.
PT Kalbe Farma bekerjasama dengan Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi Republik Indonesia (Kemenristekdikti RI) menyelenggarakan Grand Launching Ristekdikti Kalbe Science Award 2018(RKSA 2018) sebagai program pengembangan penelitian melalui pemberian dana penelitian terkait kesehatan, farmasi, pangan fungsional, teknologi informasi dan life science.
Dalam acara tersebut juga diselenggarakan forum diskusi Strategi Hilirisasi Hasil Penelitian untuk Meningkatkan Kesehatan Masyarakat.
Ada pun narasumber diskusi antara lain Herawati dari Badan Pengawas Obat dan Makanan RI, Dirjen Penguatan Riset dan Pengembangan Kemenristekdikti Muhammad Dimyati, Direktur Lembaga Biologi Molekuler Eijkman Prof dr Amin Soebandrio, Direktur Business Development PT Kalbe Farma Sie Djohan, dan Sekretaris Dirjen Penguatan Riset dan Pengembangan dan Pusat Pendidikan Kemenristekdikti Prakoso, Corporate Business Development Deputy Director PT Kalbe Farma FX Widyatmo.
Diskusi dimoderatori oleh Direktur Manufaktur PT Kalbe Farma Pre Agusta. Acara dilaksanakan di Gedung Multimedia I UGM, Senin (7/5/2018).
Djohan mengatakan aplikasi digital kesehatan prospektif dikomersialisasikan market. Selain itu, kategori makanan minuman kesehatan dan produk alam juga prospektif.
Dalam menyeleksi peneliti, Kalbe Farma bekerja sama denga dewan juri dari berbagai latar belakang. Antara lain Kemenristekdikti RI, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) RI, Dewan Riset Nasional, LIPI dan sektor swasta untuk aspek entrepreneurship.