Lebih cepat, lebih tinggi, lebih kuat. Tiga kata kunci untuk meraih kemenangan dalam pesta olah raga. Saya pun kembali diingatkan semboyan Citius, Altius, Fortius saat sejenak melewati kawasan Senayan beberapa hari lalu.
Kawasan Senayan pun berbenah dan kini sudah terlihat cantik untuk menyambut para tamu yang hendak berlomba dan bertanding dalam pesta olah raga akbar bangsa Asia, Asia Games 2018. Bersih, indah, dan rapi tersaji dalam kilasan pandangan mata pejalan kaki.
Ternyata kita bisa jika mau berdandan. Ternyata kita bisa jika ingin berbenah. Ternyata kita mampu jika kita sudi menjalani.
Citius alias the faster bermakna bahwa kita harus gesit dan cepat memanfaatkan kesempatan dan peluang yang tersaji di hadapan. Altius atau the higher punya pesan bahwa kita harus mampu mengungguli lawan di lapangan. Unggul dengan cara yang sportif dan sesuai dengan aturan main yang berlaku. Fortius atau the stronger punya pesan bahwa kita harus kuat untuk dapat bersaing dan keluar sebagai pemenang.
Siapa kita? Indonesia. Selaku tuan rumah Asian Games 2018, pasukan Garuda saatnya menunjukkan kejayaan sebagai bangsa besar. Sebagai bangsa yang disegani dan dihormati karena prestasi.
Kita pernah disegani dalam ranah olah raga di kawasan Asia. Bahkan, kita pernah menjadi raja di level Asia Tenggara.
Dalam sekian kali hajatan Asia Games kita gagal memenuhi target. Di edisi terakhir, Asian Games 2014, Indonesia tak kuasa memenuhi target 11 emas alias masuk 10 besar.
Mari kita tengok prestasi Indonesia ketika menjadi tuan rumah pada 1962. Kontingen Garuda mampu terbang tinggi dengan merebut 11 medali emas, dan finis di posisi kedua.
Di luar sebagai host, capaian terbaik dengan delapan emas terjadi pada Asian Games di Bangkok pada 1978. Pada Asian Games 1998, Indonesia masih bisa meraih enam emas. Selebihnya, Indonesia terbilang gagal alias terpuruk di Asia.
Tidak harus menyamai prestasi pada 1962 tetapi paling tidak bisa berada di 10 besar, bahkan juga mungkin 5 besar. Wonderful.
Siapa kita? Indonesia. Bisakah kita? Tidak ada yang tidak mungkin.
Paling tidak, Indonesia sudah kembali mempunyai spirit alias ruh untuk kembali meraja di tingkat Asia. Kemenangan telak 4-0 timnas atas China Taipei, misalnya memberikan secercah harapan untuk sepak bola untuk kembali bertengger di level atas kawasan Asia.
“Para pemenang selalu membandingkan prestasi dengan tujuan mereka, sedangkan para pecundang sering kali membandingkan prestasi mereka dengan prestasi orang lain,” Nido Qubein, pengusaha dan pembicara dari Amerika Serikat.
Mari kita satukan tujuan untuk meraih prestasi. Jangan terus bermimpi dan hanya membandingkan diri dengan prestasi orang lain.
Persaingan di olah raga juga mengenal semboyan Vini, Vidi, Vici. Melihat, datang, dan menang. Kita harus yakin bahwa tidak tertutup kemungkinan untuk meraih prestasi di luar cabang olah raga yang belum pernah kita juarai.
Fenomena Lalu Muhammad Zohri juga bisa menjadi inspirasi bagi anak negeri. Dia bukan siapa-siapa jika dibandingkan sprinter dari negara lain. Dua pelari Amerika Serikat, misalnya bisa dikalahkan. Negeri Paman Sama selama ini menjadi gudang lahirnya pelari cepat elit dunia.
Sudah jelas, ada banyak inspirasi dari para pengusaha perintis alias startup. Mereka dahulu bukan siapa-siapa. Berkat usaha keras, kreativitas, dan memaksimal peluang kini mereka menjadi pengusaha yang diperhitungkan. From zero to hero.
Kita bisa karena kita punya modal menjadi lebih cepat, lebih tinggi, dan lebih kuat. Tetaplah berjuang karena perjuangan keras tidak akan membohongi hasil.
Selamat berlomba dan bertanding Pasukan Garuda. Citius, Altius, Fortius harus tertanam di sanubari demi kejayaan Ibu Pertiwi.
Referensi
Asian Games 2018, Citius, Altius, Fortius
Penulis : Bambang Supriyanto
Editor : Bambang Supriyanto