Bisnis.com, JAKARTA -- Kenaikan tarif pesawat sejak beberapa bulan terakhir berisiko menekan tingkat konsumsi leisure atau hiburan sehingga dapat mempengaruhi keberlangsungan usaha di bidang pariwisata.
Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Nailul Huda berkata, tingginya harga tiket akan berdampak pada berkurangnya pembelian. Merosotnya penjualan tiket akan mempengaruhi keberlangsungan usaha di bidang pariwisata.
“Dampak tidak langsungnya lebih banyak lagi, seperti tingkat hunian hotel akan berkurang seiring makin turunnya minat orang bepergian luar daerah. Dampak dari aktivitas transportasi jenis taksi (baik online ataupun offline) juga akan berkurang karena banyak dari mitra yang berharap penumpang dari bandara. Bisnis kuliner maupun souvenir juga akan berkurang seiring menyusutnya wisatawan,” ujar Huda kepada Bisnis, Kamis (14/2/2019).
Karena aktivitas pariwisata berkurang, tingkat konsumsi hiburan pun diprediksi terdampak. Hal itu dianggap berbahaya jika dibiarkan terlalu lama terjadi.
“Saat ini konsumsi leisure menjadi penopang pertumbuhan konsumsi rumah tangga. Jika kita tengok pertumbuhannya, konsumsi leisure yang bisa tumbuh di atas pertumbuhan ekonomi nasional,” ujar Huda kepada Bisnis.
Dalam data yang dimiliki INDEF, pertumbuhan konsumsi hiburan jauh di atas konsumsi nonhiburan sepanjang 2018. Pada triwulan IV/2018, pertumbuhan konsumsi leisure bahkan mencapai kisaran 6%, di atas non-leisure yang kurang dari 5%.
Sepanjang 2018, tingkat pertumbuhan konsumsi rumah tangga mencapai 5,05%. Pertumbuhan itu menjadi yang terbesar sejak 2014 ketika konsumsi rumah tangga naik 5,15%.
“Meskipun share-nya [konsumsi hiburan] hanya 33%, pertumbuhannya menunjukkan hal yang positif dibandingkan non-leisure yang semakin menurun,” ujarnya.