Tumpeng/Istimewa
Fashion

Tradisi Memotong Tumpeng Harus Diperbaiki

Newswire
Rabu, 3 April 2019 - 15:45
Bagikan

Bisnis.com, JAKARTA - Tradisi memotong tumpeng dalam kegiatan perayaan, pesta, atau syukuran yang selama ini terjadi dengan memotong bagian puncak tumpeng dinilai sebagai kebiasaan keliru.

“Mari kita perbaiki kembali pemahaman yang selama ini ada dalam benak kita semua tentang tradisi memotong tumpeng,  yang mencakup makna , simbol dan perlakuan tentang tumpeng yang lebih sesuai dengan budaya dan sejarah kita,” kata President of Indonesia Gastronomy Association (IGA)  Ria Musiawan pada sosialisasi tumpeng dan lomba tumpeng di arena Car Free Day (CFD) kawasan FX Senayan, Jakarta, Minggu. 

Menurutnya, tumpeng sebagai simbol atau  lambang permohonan makhluk kepada Tuhan Yang Maha Esa  maupun simbol hubungan antara pimpinan dengan rakyatnya. ,saat menjadi acara  ritual kegiatan janganlah dipotong pada puncaknya atau bagian ujung.

“Yang sesuai dengan budaya dan makna hakekatnya.serta filosofinya tumpeng harusnya di keruk,.” tegas Ria yang menggelar sosialisasi tumpeng dalam rangka HUT ke-3 IGA.

Dia mengingatkan  tradisi potong nasi tumpeng yang telah berlangsung selam ini menunjukkan masyarakat telah keliru memaknai hidangan ini.Dikatakan  nasi tumpeng sejatinya menyimpan filosofi atau falsafah yang mendalam Falsafah tumpeng adalah lambang gunungan yang bersifat awal dan akhir. Ini mencerminkan manifestasi simbol sifat alam dan manusia yang berawal dari Tuhan dan kembali lagi kepada Tuhan.

Nasi tumpeng yang berbentuk kerucut menjulang ke atas. Bentuk ini menggambarkan tangan manusia merapat dan menyatu menyembah Tuhan. Tumpeng menyimpan harapan agar kesejahteraan ataupun kesuksesan semakin meningkat.

“Jadi tumpeng sebagai  hidangan yang menyimbolkan komunikasi spiritual masyarakat Jawa kepada Sang Pencipta jika  dipotong seakan memotong hubungan kita dengan sang pencipta kita” ujarnya .

Ria menambahkan, bagian puncak tumpeng ditutup daun pisang yang melambangkan tempat bersemayam Sang Pencipta.

Sebelum menyantap tumpeng terdapat tata caranya. Tumpeng tidak dipotong melintang dan daun pisang di pucuk tidak dilepas. Tumpeng hanya boleh dikeruk sisi samping dari bawah. Orang pertama yang mengeruk tumpeng akan mengucapkan doa dalam hati. Selain itu, keruk tumpeng melambangkan rasa syukur kepada Tuhan sekaligus ajaran hidup kebersamaan dan kerukunan. Bahkan zaman dahulu para sesepuh yang memimpin doa akan menjelaskan makna tumpeng sebelum dikeruk dan disantap. Kerukan nasi pertama biasanya  diberikan kepada orang yang dianggap penting, dicintai atau dituakan .

Hal ini sekaligus mencerminkan  ungkapan Jawa, mikul dhuwur mendhem jero yang mengandung makna nasihat kepada anak atau keturunan, generasi muda, atau bawahan  agar memperlakukan orangtua atau orang lebih tua, pendahulu, pemimpin, atasansecara baik. Kemudian  nasi tumpeng dapat  disantap bersama yang bermakna berbagi  rezeki.

Ria menambahkan bagi para gastronom memaknai tradisi menyantap makanan seperti tumpeng dan tradisi makanan lainnya di setiap daerah  memiliki fungsi sosial-budaya yang berkembang dalam suatu masyarakat sesuai dengan keadaan lingkungan, agama, adat, kebiasaan, dan tingkat pendidikan.  Makanan yang disajikan merupakan hasil dari adaptasi manusia terhadap lingkungan di sekitarnya.

“Sebagai produk budaya, makanan tidak hanya dilihat secara fisik saat dihidangkan, tetapi dipelajari secara menyeluruh di setiap proses pembuatannya, mulai dari penyediaan dan pemilihan bahan baku, memasak, sampai menghidangkannya di meja makan sebagai rangkaian kegiatan budaya,” tegasnya.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Newswire
Bagikan

Tags :


Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terkini

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Terpopuler

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro