Bisnis.com, JAKARTA--Alasan Bambang Reguna Bukit memiliki ratusan pasang sneaker ternyata bermula dari kecintaannya terhadap gaya sporty. Sehari-hari, pria yang akrab disapa Bams ini memang mengenakan outfit bergaya santai dan sporty.
“Bahkan sebelum tren sneaker jadi besar, aku memang bukan tipikal orang yang berpakaian rapi,” katanya. Menurut Bams menggunakan busana santai jauh lebih nyaman dari pada harus berpakaian rapi. Hal inilah yang membuatnya lebih sering menggunakan sneaker dari pada sepatu yang lebih formal.
Sebenarnya kecintaan Bams terhadap sneaker sangat sederhana. “Kalau saya suka modelnya, saya beli. Tidak spesifik kepada merek tertentu,” katanya. Dia juga tidak memusingkan harga dalam membeli sneaker. Bams mengaku koleksi sneaker-nya bahkan ada yang harganya di bawah Rp100 ribu.
Bams memang tipe pencinta sneaker yang unik. Ketika menyukai satu model tertentu, tidak peduli mereknya, dia akan membeli semua warna untuk satu model yang sama. Dia juga tidak ambil pusing untuk mengikuti tren sneaker yang tengah naik daun. Intinya Bams tak akan membeli sneaker yang tidak menarik hatinya.
Bams tidak mempermasalahkan harganya yang mahal ketika sudah jatuh cinta terhadap model sepatunya. Sebaliknya, sekalipun harga sepatu itu murah sekali, selama dia menyukainya, dia tak akan peduli apa kata orang.
Menurut Bams, dia menggunakan sneaker bukan untuk memberi tahu orang lain tentang statusnya tetapi murni karena kegemaran. Saat berbincang dengan Bisnis, dia menolak memberi tahu harga sneaker termahal yang dipunyainya.“Prinsip saya membeli sneaker itu memang untuk dipakai, bukan untuk dipajang dan disayang,” katanya lagi.
Sebagai pencinta sneaker, Bams memiliki koleksi yang beragam mulai dari termahal hingga yang paling murah, juga dari berbagai jenis merek. Dia mengaku tidak loyal terhadap satu merek tertentu saja. Artinya, dia memiliki jenis sneaker dari semua merek sneaker yang di pasaran.
Beberapa sneaker yang paling disukai Bams juga keluaran tahun lawas. Salah satu sneaker yang paling disukainya adalah Nike SB keluaran tahun 80-an. “Saya suka mencari yang second, atau yang re-issue,” katanya. Ini juga yang membuat Bams sering berburu sneaker di toko sepatu bekas dan menunggu sneaker di re-issue.
Menurut Bams walau model sneaker tertentu tidak sedang tren, selama sepatu itu bagus di matanya dia tak segan untuk membeli. Apalagi menurutnya gaya sneaker yang diinginkannya tidak selalu diinginkan orang lain sehingga tidak sulit bagi Bams untuk berburu sneaker.
Soal sneaker brand lokal, menurut Bams perkembangannya cukup signifikan di kalangan pencintasneaker. Dia sendiri mengaku belum memiliki sneaker merek lokal karena belum ada yang kecantol hati dari segi modelnya. “Menurut saya modelnya mungkin masih sedikit ketinggalan, but they are catching up,” tambahnya.
Dia memaklumi bahwa sneaker lokal masih belum bisa dibandingkan dengan sneaker luar negeri. Dari segi waktu dan pengalaman sudah berbeda. Sneaker lokal berkembang baru beberapa tahun sedangkan sneaker luar negeri sudah memasuki pasar berpuluh tahun.
Tetapi bukan berarti sneaker lokal tak bisa unjuk gigi. Kalangan milenial di Indonesia tampaknya lebih terbuka terhadap produk buatan dalam negeri. “Milenial zaman ini lebih senang tampil beda,” katanya.
Sekalipun rutin membeli sneaker, dia tidak pernah menambah rak sepatu di rumah. Agar sneaker-nya tidak menumpuk, dengan rela hati Bams akan menyumbangkan atau memberikan beberapa sepatu yang tidak lagi digunakan pada orang lain.
Bams berfilosofi bahwa ketika dia membeli suatu barang, dia juga harus memberikan barang yang lain kepada orang lain. Kalau koleksi sepatunya sudah makin banyak, lebih baik sebagian diberikan pada orang yang membutuhkan.
Menurutnya, dia merupakan sosok orang yang tidak penyayang barang. Sepatu-sepatu itu tetap dirawatnya, tetapi ketika barang itu tidak dipakai lagi lebih baik dibagikan pada orang yang dapat menggunakannya. “Walau sneaker itu dulunya mahal atau murah, kalau enggak dipakai mending dipakai orang lain,” kata pria 35 tahun ini.
Selain itu, sneaker milik Bams juga banyak dilukis oleh ibunya. Bams mengatakan ibunya kini membuka jasa untuk melukis sneaker gara-gara ibunya melukis sneaker miliknya. “Ibu saya suka melukis, dia sering melukis di sepatu, di baju, dan di jas saya, akhirnya saya bilang buka open order di online dan ternyata ramai,” kata Bams.