Entertainment

Sembilan Seniman Warnai Outsider Artpreneur 2019

Akbar Evandio
Kamis, 8 Agustus 2019 - 20:03
Bagikan

Bisnis.com, JAKARTA – Ciputra Artpreneur bekerjasama dengan Komunitas Kapal Cinta menggelar pameran seniOutsider Artpreneur, pada 27 Agustus 2019 sampai dengan 8 September 2019, bertempat di Galeri Ciputra Artpreneur.

Outsider Artpreneur bertemakan Pasung Kapal Lepas ini diikuti oleh 9 seniman berkebutuhan khusus yang akan menampilkan total 100 karya seni ang dikuratoi oleh Jean Couteau.

Pameran ini merupakan bagian dari rangkaian perayaan 5 tahun Ciputra Artpreneur, yang ikut berpartisipasi di Gallery Night oleh Art Jakarta dalam bentuk Charity Night. Acara ini akan diisi oleh efek rumah kaca dan band lainnya di Ciputra Artpreneur.

Presiden Direktur Ciputra Artpreneur, Rina Ciputra mengatakan bahwa Outsider Artpreneur merupakan sebuah pameran seni yang didedikasikan untuk para seniman yang memiliki kebutuhan khusus. Penyelenggaraan di tahun 2019 ini merupakan tonggak awal, diharapkan menjelma menjadi sebuah gerakan yang digelar secara rutin di Galeri Ciputra Artpreneur.

“Arti acara ini adalah topik outsider dengan artpreneur, tempat ini dibangun untuk wadah berkumpul siapa pun orang yang bergerak di bidang kesenian. Setiap orang memiliki kesempatan yang sama, bahkan untuk pihak yang berkebutuhan khusus memiliki hak untuk diwadahi karyanya,” jelas Rina di Ciputra Artpreneur, Kuningan, Selasa, (6/8/2019).

Berikut Sembilan seniman di Outsider Artpreneur 2019

1.       Anfield Wibowo

 Anfield Wibowo bersekolah di sekolah menengah pertama (SMP) sekolah luar biasa (SLB) B Pangudi Luhur Jakarta. Ia adalah remaja yang mengidap sindrom aspenger dan tuna rungu. Anfiel melukis dengan macam-macam gaya figuratif, abstrak, ekspresionis, maupun naturalis.

Pada November 2017, dirinya diminta oleh pihak Kepresidenan melakukan live painting di Istana Bogor untuk melukis wajah Perdana Menteri Denmark dan keluarganya sebagai cinderamata sewaktu mereka datang ke Indonesia.

2.       Aqillurachman Prabowo

Aqil adalah seorang seniman berusia 14 tahun. Ia didiagnosa dengan disleksia yang membuatnya sulit menulis dan membaca. Namun, ini tidak menghalanginya melimpahkan energy, imajinasi, dan waktunya ke dalam seni, sembari menjalani sisi terapi yang panjang dan melelahkan dengan semangat.

Aqil gemar berjalan-jelan dan mendengarkan kisah hidup orang yang ia temui. Ia menjadikan pengalaman dan kisah tersebut sebagai subjek karyanya, menggunakan corak dan warna untuk menciptakan dunia kecil bersama naratif yang dramatis dan penuh perasaan. Ia mengakui bahwa dirinya bercita-cita menjadi pelukis professional agar dapat menyuarakan batin orang-orang yang tertindas.

3.       Audrey Angesti

Audrey mulai menggambar ketika ia berusia 6 tahun dan melukis dengan cat akrilik sejak tahun 2010 dalam bimbingan fasilitator. Dirinya memulai sketsa setiap lukisannya secara langsung di kanvas tanpa draft dalam waktu singkat dan komposisi yang harmonis. Pilihan warna, judul, dan deskripsi diramu oleh dirinya sendiri.

Anak yang pada usia 2 tahun didiagnosa mengidap muscle tone rendah, praxis problem, motor planning issues, dan keterbatasan kapasitas emosional sebagian saja dari karakteristik autistic MSDD Type C. Namun, menggambar menjadi medium Audrey mengekspresikan emosinya yang tidak tersalurkan secara fisik.

4.       Bima Ariasena Adisoma

Ari mengidap autisma yang mempengaruhi persepsi indra dan kemampuan komunikasinya. Ari adalah anggota program Adult Development di Yayasan Daya Pelita Kasih, berfokus pada seni visual dan pelatihan keterampilan. Ia mulai melukis sebagai terapi dan kini menghasilkan lukisan abstrak yang indah.

Lewat seni lukis, Ari menyalurkan emosinya yang tak terungkap hingga bisa diwujudkan menjadi sesuatu visual dan nyata. Karyanya sudah dipamerkan sejak tahun 2010 dan salah satunya dilelang oleh Sotheby’s pada 2015 dalam agenda penggalangan dana yang diselenggarakan oleh Kementerian Perdagangan Republik Indonesia. Hasil lelang tersebut disumbangkan kepada sejumlah sekolah di Kupang, Nusa Tenggara Timur.

5.       Daya Olivia Korompis

Daya lahir dengan kelainan kromosom yang membatasi kemampuan mental dan fisiknya. Sebagai salah satu pendiri Yayasan Daya Pelita Kasih, ia telah menjadi kakak dari teman-temannya di sana. Daya mulai menggambar dan melukis sejak usia 6 tahun.

Berkat kegigihannya, ia menemukan teknik melukis yang mengakomodir motoric halusnya yang terbatas untuk membentuk lukisan realist pointillism yang indah. Karyanya sudah dipamerkan sejak 2012 dan yang terbaru diadakan di Erasmus Huis Jakarta, 20 Februari sampai 15 Maret 2019 lalu.

6.       Dwi Putro

Pak wi terlahir sebagai bayi prematur 7 bulan yang kemudian tumbuh sebagai anak-anak biasa. Namun, di usia 10 tahun itu manifestasi gangguan pendengaran memengaruhi perilakunya. Penyelenggara sekolah pun menyarankan agar pakwi pindah ke SLB jurusan tunarungu.

Pakwi lebih banyak mengalihkan diri pada aktivitas bersepeda serta gemar menggambar pada medium kertas dengan tulisan dan gambar pemandangan atau mobil balap yang unik.

7.       Hana Madness

Hana Alfikih, lebih dikenal dengan nama Hana Madness, adalah seorang seniman dan aktifis kesehatan mental yang berdomisili di Jakarta. Karyanya terinspirasi oleh kondisi mentalnya yaitu bipolar disorder dan skizofrenia. Sejak 2010, Hana mulai berbicara kepada media nasional tentang baaimana ia menggunakan seni sebagai alat agar diperhatikan dan didengarkan oleh masyarakat.

Dirinya sudah berpartisipasi dalam banyak pameran seni dalam negeri maupun internasional. Ia juga sering memimpin workshop dan menjadi pembicara di acara kesehatan mental. Selain itu Hana bekerjasama dengan The British Council dan Tokai Lighthers untuk memproduksi merchandise rancangannya.

8.       Oliver Adivarman Wihardja

Oliver adalah seorang murid di Yayasan Bina Abyakta, sebuah workshop untuk individu yang mengidap autisma. Oliver menikmati seni dan merasa tentram ketika melukis, membuat sketsa, atau mewarnai gambar.

Karyanya sudah terjual di lelang dan pameran sejak ia berumur 10 tahun. Pada Desember 2016, sketsanya lulus seleksi menghias dinding stasiun Kereta Rel Listrik (KRL) Jakarta-Bogor. Tahun itu juga, tiga lukisannya di tampilkan di Pameran Lukisan Bina Abyakta yang diadakan di terminal 3 Bandara Internasional Soekarno-Hatta.

9.       Raynaldy Halim

Aldy atau Raynaldi Halim merupakan anak kelahiran 1997 yang mengidap autism sejak berusia 16 bulan. Berbagai cara penyembuhan telah diupayakan oleh ayah dan ibunya, dengan melibatkan banyak dokter, psikiater dan psikolog, dan profesi lainnya. Namun, dari terapi seni ternyata adalah rute yang membuat keadaan Aldy semakin membaik.

 Aldy mulai intensif melukis abstrak sejak Mei 2017 dan telah ikut berbagai kegiatan dan pameran di dalam dan di luar negeri. Pada 2018 Aldy mendapatkan rekor MURI sebagai anak berkemampuan khusus yang melukis lebih dari 1000 karya dalam waktu 1 tahun oleh Jaya Suprana, selaku pihak Museum Rekor Indonesia.

 

Kini di usaianya yang hamper 22 tahun Aldy telah melakukan pameran 18 kali dalam kurun waktu 1,5 tahun. Aldy pun memiliki biografinya yang berjudul Monolog Aldy, Kisah Inspiratif Artistika Lukisan Penyandang Autisma yang telah diterbitkan dengan pengarang seorang curator terkenal Agus Dermawan T dengan kata pengatar oleh Jean Couteau.


 

Penulis : Akbar Evandio
Bagikan

Tags :


Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terkini

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Terpopuler

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro