Bisnis.com, JAKARTA – Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memutuskan untuk tidak mendeklarasikan wabah virus corona (coronavirus) baru di China sebagai darurat kesehatan global.
Menurut WHO, penyebaran virus corona baru yang berasal dari China belum mencapai level yang dianggap sebagai darurat kesehatan masyarakat global.
“Sekarang bukan saatnya. Masih terlalu dini untuk mempertimbangkan bahwa kejadian ini adalah darurat kesehatan masyarakat yang menjadi perhatian internasional,” jelas Didier Houssin, ketua komite darurat WHO, dalam suatu konferensi pers di Jenewa (Kamis, 23/1/2020).
Deklarasi resmi WHO tentang "darurat kesehatan masyarakat yang menjadi perhatian internasional" dicadangkan untuk peristiwa kesehatan dalam masyarakat yang tidak biasa dan serius dan berpotensi menyebarkan penyakit ke seluruh dunia.
Houssin mengatakan keputusan itu didasarkan pada terbatasnya jumlah kasus di seluruh dunia, serta upaya di China untuk mencoba mengendalikan virus itu.
"Jangan salah, ini darurat di China, tetapi belum menjadi darurat kesehatan global,” ujar Direktur Jenderal WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus, seperti dilansir NBC News.
Pemerintah China telah mengunci akses beberapa kotanya sebagai upaya untuk menghentikan penyebaran penyakit akibat virus ini.
Langkah tersebut terbilang luar biasa apalagi mengingat hiruk pikuk ratusan juta penduduk China untuk melakukan perjalanan menjelang Tahun Baru Imlek.
“Saya harap pembatasan perjalanan itu akan efektif dan berlangsung singkat,” tambah Tedros.
Virus corona baru telah menarik perhatian dunia internasional karena kemiripannya dengan virus corona penyebab Sindrom Pernapasan Akut Parah, atau SARS, yang membunuh hampir 800 orang pada 2003.
Otoritas China melaporkan jumlah nyawa melayang akibat virus ini bertambah menjadi 25 orang dan lebih dari 650 kasus terkonfirmasi, seperti dilansir Bloomberg (Jumat, 24/1/2020). Pasien terinfeksi juga ditemukan di negara lain di Asia.
Sebagian besar penderita memiliki kaitan dengan tempat wabah ini bermula, yakni kota Wuhan di China. Sejumlah negara lain, seperti Amerika Serikat, melaporkan kasus virus corona oleh warga yang baru-baru ini mendatangi kota itu.
Penyakit ini masih disebut sebagai 2019-nCoV, virus corona baru yang ditemukan pada tahun 2019.
"Untuk saat ini, tak ada masalah dengan penyebutan itu,” tutur Dr. Sylvie Briand, direktur departemen penyakit pandemi dan epidemi WHO, selama konferensi pers.
Memberi nama suatu penyakit relatif sulit dan kontroversial. Otoritas kesehatan masyarakat umumnya menghindari menghubungkan suatu virus ke wilayah tertentu, terutama yang dapat menyebabkan penyakit parah atau kematian.
Dalam sebuah publikasi di Journal of the American Medical Association pada Kamis (23/1/2020), para peneliti dari National Institute of Allergy and Infectious Diseases menuliskan bahwa "sejauh ini, tampaknya tingkat kematian 2019-nCoV lebih rendah daripada SARS-CoV”.
Namun wabah ini masih terus berkembang dan masih belum diketahui pasti mengenai penyebabnya. Tak ada pula pengobatan khusus untuk virus baru ini, meskipun beberapa antivirus dan vaksin potensial tengah menjalani penyelidikan.
“Kita harus sangat, sangat berhati-hati pada awal epidemi dalam membuat pernyataan tentang keparahan yang sebenarnya. Sangat penting bagi kita untuk tetap berpegang pada fakta,” ujar Dr. Michael Ryan, direktur eksekutif program kedaruratan kesehatan WHO.