Anggota Komisi IX DPR RI Netty Prasetiyani./istimewa
Health

Lindungi Konsumen, RUU POM Didesak Jadi Prioritas

Gloria Fransisca Katharina Lawi
Senin, 17 Februari 2020 - 13:59
Bagikan

Bisnis.com, JAKARTA – Rancangan Undang-Undang Pengawas Obat dan Makanan (RUU POM) yang masuk Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2020 didesak untuk segera disahkan mengingat RUU ini tidak termasuk yang ditetapkan oleh DPR, pemerintah dan DPD untuk dilanjutkan pembahasannya (carry over) pada periode 2019-2022.

Anggota Komisi IX DPR RI Netty Prasetiyani mengatakan dalam rapat kerja antara Badan Legislasi (Baleg), pimpinan Komisi dan pemerintah, sebagian besar fraksi menyetujui pembahasan lanjutan. Meski demikian, sebagian kecil termasuk golongan pemerintah masih menolak dengan catatan. Alhasil dalam rapat kerja memutuskan untuk tidak memasukkan RUU POM dalam daftar ‘carry over’.

“Pemerintah terkesan tidak serius dan setengah hati untuk meneruskan pembahasan RUU POM sebagai RUU ‘carry over’. Padahal RUU ini sangat penting dan memberikan perlindungan bagi masyarakat,” ungkap Netty melalui siaran pers yang diterima Bisnis, Senin (17/2/2020).

Netty mengharapkan pemerintah segera konsolidasi untuk membahas RUU dalam waktu yang tidak lama mengingat kebutuhan akan RUU POM ini sangatlah besar. Hal ini mengingat masalah darurat yang dibutuhkan masyarakat tentang jaminan dan kepastian pada obat dan makanan yang beredar.

“Sementara Badan POM sendiri tidak punya payung hukumnya,” tuturnya.

Netty yang merupakan Wakil Ketua Fraksi dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) bidang Kesra ini menambahkan dengan semakin meningkatnya produksi komoditas makanan dan obat, tidak dapat dipungkiri bahwa ada unsur-unsur berbahaya yang menjadi bagian dari bahan pembuatan produk-produk tersebut.

Dia memerinci, salah satu fungsi RUU POM ini adalah memberikan penguatan kelembagaan pada Badan POM sehingga tidak bisa digoyang oleh kementerian lain, seperti  isu izin edar beberapa waktu yang lalu. Selain itu, BPOM harus diberikan payung hukum agar lembaga ini bisa leluasa melakukan penindakan jika ada laporan dari masyarakat. 

“BPOM bisa berbuat banyak kepada konsumen, dalam hal ini masyarakat Indonesia, jika punya payung hukum,” sambungnya.

Dia menyatakan, jika BPOM diberikan wewenang tambahan maka institusi ini akan punya tenaga yang bisa dijadikan perlindungan dan proteksi terhadap warga.  Dia pun mendorong pakar gizi maupun farmasi untuk membuat kajian dan analisis prediksi mengenai RUU tersebut.

“Saya ambil contoh RUU Omnibus Law Perpajakan yang sudah banyak kajian-kajiannya, padahal belum ada Undang-Undangnya. Kami mendorong teman-teman yang berasal dari bidang keilmuan farmasi dan gizi untuk membuat kajian dan tulisan yang diserahkan kepada Komisi 9 sebagai upaya untuk mempercepat proses pembuatan RUU ini,” imbuhnya.

Netty pun mengakui bahwa temuan di lapangan saat Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan BPOM menunjukkan bahwa masyarakat Indonesia sangat rendah literasinya tentang obat dan makanan. Imbasnya, masyarakat menjadi mudah terperdaya dengan iklan-iklan produk yang ternyata banyak mengandung unsur yang berbahaya.

Dia menyatakan, reses dia menerima laporan dari masyarakat tentang kejadian-kejadian terkait obat dan makanan, salah satunya adalah keracunan. Oleh sebab itu, masa sidang pertama kemarin sepakat untuk memprioritaskan RUU POM ini karena sudah darurat.

“Saat ini kami sudah membentuk dua panja, yaitu tata kelola obat dan tata kelola alat kesehatan. Kami pun berkomitmen untuk mendorong pimpinan komisi agar membicarakan lagi posisi RUU POM yang sudah dibahas pada periode yang lalu,” ungkapnya.

Akademisi dari Universitas Negeri Jakarta (UNJ) Rusilanti berharap agar RUU POM bisa menyentuh pada sistem edukasi dan penguatan gizi anak-anak di Indonesia, khususnya di daerah 3T (terluar,terdepan, tertinggal).

“Termasuk iklan layanan sosial di televisi, bandara, stasiun kereta, rumah sakit, puskesmas dan sebagainya sebagai bagian dari pendidikan yang efektif untuk masyarakat yang rendah literasi terhadap makanan.”

Selaku pengurus DPP Perhimpunan Pakar Gizi dan Pangan (PERGIZI PANGAN) Indonesia bidang edukasi, Rusilanti pun merespon permintaan Komisi IX untuk membuat kajian demi percepatan pengesahan RUU POM menjadi Undang-Undang.

“Kami dari perhimpunan berencana untuk membuat tulisan dan kajian yang berkaitan dengan hal tersebut,” tambahnya.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Bagikan

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terkini

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Terpopuler

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro