Budi Pradono/instagram
Relationship

Mengenal Karya Budi Pradono, Arsitektur Anti Kemapanan

Desyinta Nuraini
Kamis, 12 Maret 2020 - 21:41
Bagikan

Bisnis.com, JAKARTA - Karya arsitek Indonesia tak bisa dipandang remeh. Tak jarang karya-karya mereka dipuji bahkan mendapat penghargaan dari negara lain.

Sebut saja Budi Pradono. Melalui konsep arsitektur hijau, pria asal Salatiga, Jawa Tengah ini memenangkan banyak penghargaan.

Beberapa diantaranya, Cityscape Architecture Award (2004), AR Awards for Emerging Architecture (2005), World Architecture Festival Award (2008), Silver medal & Honorary diploma INTERARCH, Triennial Architecture (2009) hingga Arcasia Architecture Awards (2016). Pada 2005, karyanya pun pernah diliput a+u, majalah arsitektur dan urbanisme Jepang yang menjadi benchmark bagi para arsitek.

Memang karya Budi terbilang cukup unik. Rumah dengan tiang tinggi dan lapang tanpa sekat menjadi ciri khasnya. Salah satu karyanya yang menarik perhatian yakni Rumah Miring di Pondok Indah, Jakarta Selatan.

Berdiri di lahan seluas 8×22 meter, rumah ini benar-benar terlihat miring. Didominasi warna putih dengan rangka baja dengan warna senada dan cukup besar, rumah tersebut tampak terbuka serta lapang. Kendati demikian, kesan asri dan hijau dari pepohonan juga ditampilkan.

Tidak asal merancang konsep. Budi mengaku sebelum menjalankan project rumah miring melakukan riset terlebih dahulu. Riset dilakukan di Pondok Indah yang merupakan kawasan berdirinya rumah tersebut.

Dia melihat di kawasan itu banyak ditinggali artis, pengacara, maupun pengusaha. Mayoritas rumah di kawasan elit tersebut mencontoh desain-desain bergaya Eropa. Budi lantas menyimpulkan rumah-rumah tersebut menunjukkan kemapanan.

"Kami bikin anti kemapanan bagaimana, mungkin tanpa ukiran emas. Rumah ini menunjukkan antitesis dari konteks kawasannnya," ujarnya kepada Bisnis.

Begitu pula dengan P House atau "Dancing Mountain House" di Desa Tetep Wates Argomulyo, Salatiga, Jawa Tengah yang meraih penghargaan sebagai proyek residensial terbaik seantero Asia dalam Arcasia Architecture Awards (AAA) 2016. Lima atap bangunan ini menyimbolkan lima gunung di sekeliling Salatiga, yaitu Gunung Merbabu, Gunung Merapi, Gunung Andong, Gunung Ungaran, dan Gunung Telomoyo.

Rancangan rumahnya pun merepresentasikan kekinian. Sama seperti Rumah Miring, Rumah Bambu juga terlihat lapang dengan minim sekat. Dengan begitu, bisa mereduksi penggunaan pendingin ataupun cahaya ruangan.

Kamar mandi utama dalam Rumah Bambu ini bahkan menjadi ruang sosial di mana masih dapat berinteraksi dengan area yang lain. Apalagi kata Budi, saat ini banyak orang yang membawa alat komunikasi di kamar mandi hingga menemukan inspirasi di sana. Oleh karena itu, dia kini merancang kamar mandi yang kering serta luas.

"Desain saya selalu berkorelasi dengan situasi kekinian. Saya menganalisis dulu fenomena yang terjadi, lifestyle-nya seseorang kayak apa, tempatnya dimana, lokasi dimana, itu yang buat arsitektur," bebernya.

Mengenai material yang dipakainya dalam merancang sebuah bangunan, Budi lebih memilih bahan baku yang tersedia di sekitar lokasi. Dengan begitu, tidak perlu mengeluarkan biaya pengiriman yang mahal dan secara tidak langsung mengurasi emisi karbon kendaraan pengirimnya.

Material yang dipakai dan rancangannya pun lebih tanggap terhadap alam. Misal dia menggunakan baja yang nyatanya bisa diolah kembali jika sudah tidak terpakai. "Air hujan ditampung, diolah, dipakai lagi untuk kamar mandi. Resource dari alam tidak dibuang percuma," jelasnya.

Hal inilah mengapa dia disebut menganut konsep arsitektur hijau. Namun diakuinya kerap kali konsep ini bersebrangan dengan developer atau pengembang yang memperhatikan efisiensi dan murah.

Bagikan

Tags :


Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terkini

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Terpopuler

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro