Bisnis.com, JAKARTA - Pandemi virus corona (Covid-19) yang telah masuk ke Indonesia telah memukul mundur laju sebagian besar industri di dalam negeri, tak terkecuali industri perfilman yang dalam beberapa tahun terakhir sedang mengalami lonjakan positif.
Industri dan ekosistem film dalam negeri harus merasakan dampaknya, mulai dari hulu hingga hilir. Mulai dari pekerja kreatif perfilman, hingga proses promosi bahkan penutupan bioskop pemutaran film secara luas.
Ketua Umum Asosiasi Produser Film Indonesia Edwin Nazir mengatakan, berdasarkan data yang dikumpulkan oleh produser ada sekitar 15 proyek film yang jadwal syutingnya harus dihentikan per periode Maret dan April tahun ini, hingga waktu yang belum ditentukan.
Dia menyebut, jumlah itu belum mencakup proses produksi film-film independen dan yang ada di daerah sehingga angkanya bisa jauh lebih ini. Penundaan produksi ini, katanya, berimbas langsung terhadap para pekerja film.
“Rata-rata pengerjaan proyek film itu sekitar 80 sampai 100 orang kru per proyek. Bisa dibayangkan dampak dari corona ini dari sisi produksi saja sudah sangat terasa sekali,” katanya kepada Bisnis.
Hal senada juga diungkapkan oleh sutradara film Anggy Umbara. Dia menjelaskan bahwa para kru film sebagian besarnya merupakan pekerja lepas yang berbasis proyek. Alhasil, ketika proyek dihentikan karena alasan apapun hal itu akan langsung berimbas pada mereka.
Menurutnya, penghentian total syuting film telah terjadi sejak pertengahan Maret lalu serta diimbau oleh asosiasi dan pihak berwenang untuk tidak melakukan proses produksi hingga setidaknya akhir April mendatang, “Itu pun belum tentu sudah selesai. Ini kru juga udah pada teriak-teriak sebetulnya,” tandasnya.
Dampak lain dari pandemi Covid-19 terhadap industri dan ekosistem perfilman Tanah Air adalah penutup bioskop pemutaran film secara luas. Hal ini dilakukan berdasarkan imbauan dari pemerintah daerah setempat.
Di Jakarta saja, Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Provinsi DKI Jakarta telah mengeluarkan surat edaran yang salah satu isinya meminta sejumlah pelaku usaha bioskop menonaktifkan bisnisnya mulai 23 Maret lalu hingga 5 April mendatang. Masih belum ada informasi tentang instruksi lanjutan dari surat edaran tersebut.
Head of Corporate Communications & Brand Manager Cinema XXI, Dewinta Hutagaol, menyatakan bahwa pihaknya masih terus memantau kondisi sebelum menentukan kapan jaringan bioskopnya akan kembali dibuka.
Dia mengungkapkan ini merupakan kondisi sulit yang dihadapi oleh Cinema XXI. Pasalnya, kendati operasional bisnisnya belum berjalan, perusahaan harus tetap mengeluarkan biaya rutin seperti gaji karyawan.
Namun demikian, Dewinta mengatakan guna mempertahankan keberlangsungan bisnis sekaligus menjaga keutuhan tim, perusahaan memutuskan untuk jajaran Komisaris dan Direksi tidak menerima remunerasi terhitung bulan April hingga keadaan kembali normal.
“Ini semua dilakukan agar dapat membantu membiayai sejumlah pengeluaran dan kewajiban yang harus dijalankan selama kondisi pandemi berlangsung,” katanya.
Tak hanya itu, industri film juga terdampak virus corona dalam hal penjadwalan. Edwin menuturkan sejumlah judul film yang seharusnya tayang pada Maret dan April harus mundur penayangannya hingga kondisi mulai pulih.
Hal tersebut, lanjutnya, akan mengakibatkan penumpukan jadwal film yang bisa jadi berdampak terhadap durasi penayangan di bioskop dan akhirnya ke penjualan tiket. Selain itu, investasi promosi yang dilakukan oleh perusahaan film terdampak juga harus lebih panjang.
Edwin juga mengkhawatirkan fase setelah kondisi mulai pulih, berkaitan dengan mengembalikan antusiasme dan budaya menonton film di bioskop, “Jadi fase sekarang kan sedang krisis, nanti setelahnya ada fase pemulihan di mana bisa jadi prioritas orang untuk proporsi belanja berubah,” tandasnya.
Menurutnya, hal ini juga sedang menjadi pembahasan di kalangan produser, sutradara, dan pelaku industri perfilman untuk menentukan strategi melanjutkan tren positif industri film dalam negeri.
Sutradara film Ernest Prakasa memberikan usul kepada para pengusaha bioskop untuk nantinya memutarkan film-film populer Indonesia, ketika kondisi bioskop sudah mulai kembali berjalan, “Waktu udah dibuka [bioskops] puterin aja box office dulu yang blockbuster untuk narik penggemar, baru nanti mulai masukin film-film baru,” katanya.
Sementara itu, dalam rangka menyiasati dampak negatif pandemi Covid-19 terhadap golongan layer pertama seperti pekerja lepas atau pekerja kreatif, pihaknya bersama dengan asosiasi kesenian lainnya sedang berdiskusi dengan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
Usulan yang sedang digodok hingga kini adalah menyiapkan jaring pengaman (safety net) berdasarkan skala prioritas untuk industri seni dan kreatif, mulai dari level pekerja hingga tingkatan perusahaan. Menurutnya, Kemendikbud saat ini sedang menyiapkan skema subsidi untuk pekerja seni dan industri kreatif.
Selain itu, diharapkan juga akan ada keringanan-keringanan pajak dan insentif lainnya di industri yang sama untuk perusahaan, “Saat ini masih dalam pembahasan nantinya akan seperti apa safety net ini. Asosiasi-asosiasi yang terlibat juga mulai coba mendata apa saja yang kiranya diperlukan dalam kondisi seperti ini,” kata Edwin.