Bisnis.com, JAKARTA - Sama seperti kasus COVID-19, penambahan kasus baru dan kematian akibat demam berdarah dengue (DBD) terus terjadi.
Tak hanya itu, wilayah dengan banyak kasus DBD juga merupakan wilayah dengan kasus COVID-19 yang tinggi, seperti Jawa Barat, Lampung, NTT, Jawa Timur, Yogyakarta, dan Sulawesi Selatan.
Tim Komunikasi Gugus Tugas Penanganan COVID-19 dr. Reisa Broto Asmoro mengatakan menurut laporan Kementerian Kesehatan dari minggu ke-1 sampai minggu ke-27 jumlah kasus DBD lebih dari 70 ribu di 34 provinsi dan 465 kabupaten/kota dengan hampir 500 kematian.
Jubir Pemerintah untuk COVID-19 dr. Achmad Yurianto mengatakan tingginya kasus DBD dan COVID-19 merupakan fenomena baru yang memungkinkan seseorang yang terinfeksi COVID-19 juga berisiko terinfeksi DBD.
Sementara itu, dr. Reisa mengatakan di tengah pandemi COVID-19 angka kasus DBD harus ditekan, masyarakat harus bergerak membasmi nyamuk dan sarang nyamuk paling tidak mulai dari rumah masing-masing.
“Gejala DBD tidak langsung muncul tapi memerlukan waktu 4-10 hari setelah digigit nyamuk dengue. Gejala paling umum adalah demam tinggi hingga 40 derajat Celsius disertai tubuh menggigil berkeringat, sakit kepala, nyeri tulang, mual, muncul bintik merah-merah dikulit hingga perdarahan pada hidung dan gusi,” katanya dikutip dari laman resmi kemenkes.
Ia menambahkan DBD bisa berkembang jadi kondisi berat dan gawat yang disebut dengan dengue shock syndrome. Gejalanya berupa muntah, nyeri perut, perubahan suhu tubuh dari demam jadi dingin atau hipotermia, dan melambatnya denyut jantung.
Sampai saat ini belum ada obat untuk DBD. Pemberian obat untuk pasien DBD hanya ditujukan untuk mengurangi gejalanya seperti demam dan mencegah komplikasi.
Nyamuk dengue senang bersarang di genangan air, atau pakaian yang bergantungan. 3M plus jadi salah satu cara membasmi keberadaan nyamuk dan sarang nyaMUk, yakni dengan menguras penampungan air, menutup wadah penampungan air, dan mengubur atau mendaur ulang barang bekas agar tidak jadi sarang nyamuk.