Bisnis.com, JAKARTA - Pandemi virus corona (Covid-19) merupakan pengalaman perdana dalam pertunjukkan tari dan teater karena harus melakukan adaptasi yang tidak mudah untuk bisa kembali eksis seperti sedia kala.
Seni tari dan teater adalah jenis pertunjukkan yang mengandalkan segenap indera manusia untuk bisa merasakan makna dan sensasi atas penampilan itu. Teater misalnya, keindahan penampilan ini terasa nyata karena langsung tersaji di depan mata tanpa melalui layar kaca dan lensa.
Pembatasan sosial akibat pandemi Covid-19 jelas memberikan dampak yang besar pada pertunjukan teater. Kondisi ini jelas memberikan perubahan besar yang sangat mempengaruhi mekanisme kerja teater.
Menurut Produser Teater Koma Ratna Riantiarno, saat ini para pelaku seni teater khususnya Teater Koma, masih bergumul dengan adaptasi seni pertunjukan teater masa normal baru. Pergumulan untuk menemukan formula baru menjaga eksistensi seni teater jelas membuat kebingungan banyak pelaku seni teater.
“Bingung soal panduan pagelarannya, karena di DKI saja masih banyak gedung pertunjukkan yang harus ditutup,” ujar Ratna kepada Bisnis, beberapa waktu yang lalu.
Pada masa normal baru seni pertunjukan teater mulai memanfaatkan ruang virtual yang jelas sangat berbeda sensasinya dari pertunjukan teater pada umumnya. Ratna pun menceritakan pengalaman ketika mencoba tampil dalam pertunjukan Rumah Kenangan yang rilis pada 15 dan 16 Agustus lalu secara daring. Ratna bermain dalam pertunjukan itu bersama Happy Salma, Butet Kertaradjasa, Wulan Guritnom dan Reza Rahadian.
Dia mencerita, pementasan secara daring perdana ini baru adaptasi awal bagi seni pertunjukkan teater. Ada beberapa pembaharuan dalam mekanisme teater yakni; setiap pemain harus melalui tes Covid-19, paling sedikit menjalani rapid tes dan dinyatakan sehat atau non-reaktif.
Selain itu, pemilihan lokasi pertunjukkan juga memakan waktu yang lama. Hal ini seiring dengan sejumlah gedung pertunjukan yang dari sisi desain ruangan rawan terhadap penyebaran virus Covid-19. Selain itu gedung-gedung yang tidak bisa sepenuhnya menerapkan protokol Covid-19.
“Makanya Rumah Kenangan pun akhirnya dapat lokasi tampil di Yogyakarta, karena ke luar kota, saya pun tak berani pakai pesawat, saya coba naik kendaraan pribadi saja,” ungkapnya.
Pertunjukkan Rumah Kenangan berdurasi 75 menit ini ternyata berhasil menggaet 2000 penonton secara daring. Pertunjukkan secara daring tentu membuat biaya tiket menjadi lebih murah sekitar Rp50.000. Padahal, biasanya harga satu tiket teater bisa mencapai Rp500 ribu.
“Hanya saja dalam pertunjukkan teater daring, kami juga tak bisa melihat apakah audience bertahan dengan baik sepanjang pertunjukan,” tuturnya.
Meski demikian, Ratna mencatat pertunjukkan teater secara daring punya risiko bagi kualitas pertunjukkan itu sendiri. Biasanya, kualitas seni pertunjukkan teater bisa mudah dikelola sejak proses pra-produksi tanpa ada pembatasan sosial.
Namun kini dengan protokol kesehatan yang berlaku, dia mencemaskan kualitas yang dihasilkan sejak masa pra-produksi terlalu minimalis dan mengurangi kualitas. Salah satu contohnya dari sisi teknis seperti lighting. Selain itu, masa normal baru membuat pertunjukan teater tidak bisa memiliki pemain yang terlalu banyak.
Teater Koma pun membatasi jumlah pemain dalam pertunjukan masa normal baru hanya maksimal 6 orang dengan komitmen mengikuti protokol kesehatan dan sudah melalui rapid test.
“Saya yang sudah bergelut dengan teater puluhan tahun pun sadar mungkin risikonya penampilan secara daring ini bisa menyuburkan kebiasaan gratis, lalu standar akting bisa berkurang karena penonton pun tidak melihat pemain dengan detail,” kata Ratna.