Bisnis.com, JAKARTA - Para peneliti menunjukkan bahwa remdesivir tidak mengurangi risiko pasien meninggal akibat Covid-19.
Berdasarkan studi yang didanai Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak ada obat tunggal atau kombinasi obat yang secara signifikan mengurangi kematian di antara pasien, dibandingkan dengan kelompok tanpa obat.
Selain itu, obat tidak mengurangi kemungkinan pasien yang dirawat akan ditempatkan pada ventilator, juga tidak mengurangi waktu pasien di rumah sakit.
"Temuan keseluruhan yang tidak menjanjikan dari rejimen yang diuji cukup untuk menyangkal harapan awal bahwa obat tersebut akan mengurangi kematian di antara pasien COVID-19," tulis laporan yang dipublikasi di medRxiv, seperti dikutip Bisnis dari Live Science, Sabtu (17/10/2020).
Studi ini melibatkan 11.200 pasien Covid-19 dari 30 negara. Sekitar 4.100 dari pasien tersebut menjadi kelompok pembanding dan tidak menerima perawatan obat, sedangkan sisanya menerima satu dari empat obat, atau kombinasi dari beberapa obat.
Obat ini termasuk remdesivir, hydroxychloroquine, antivirus yang disebut lopinavir dan molekul perangsang kekebalan yang disebut Interferon-β1a. Sekitar 650 pasien menerima interferon dan lopinavir secara bersamaan.
"Kisah besarnya adalah penemuan bahwa remdesivir tidak memberikan dampak yang berarti pada kelangsungan hidup, "kata Martin Landray, profesor kedokteran dan epidemiologi di Universitas Oxford.
Peserta uji coba dirawat di 405 rumah sakit yang berbeda di seluruh dunia, masing-masing dengan protokol pengobatan mereka sendiri. Landray menilai faktor di luar remdesivir mungkin berdampak pada kelangsungan hidup pasien.
Andai kata bahkan jika remdesivir membantu beberapa pasien, kata Landray itu masih mahal dan sulit untuk diberikan kepada pasien. "Ini adalah obat yang harus diberikan melalui infus intravena selama lima sampai 10 hari," tuturnya.
Landray mengatakan biayanya sekitar US$2.550 per pengobatan. "Covid mempengaruhi jutaan orang dan keluarga mereka di seluruh dunia. Kami membutuhkan perawatan yang terukur, terjangkau dan adil," tegasnya.
Badan Pengawas Obat dan Makanan pada Mei, mengesahkan remdesivir untuk digunakan dalam keadaan darurat untuk mengobati Covid-19. Setelah uji klinis skala besar menunjukkan bahwa obat tersebut mengurangi waktu yang dibutuhkan pasien Covid-19 untuk keluar dari rumah sakit, dibandingkan dengan pengobatan plasebo.
Pada Agustus, obat tersebut telah diizinkan untuk digunakan pada semua pasien yang dirawat di rumah sakit dengan Covid-19, tidak hanya mereka yang menggunakan oksigen tambahan. Ribuan pasien Covid-19 di AS telah menerima perawatan tersebut, termasuk Presiden AS Donald Trump.