Bisnis.com, JAKARTA – Persoalan gizi merupakan salah satu hal yang perlu mendapatkan perhatian dari masyarakat, terutama pemenuhan gizi balita.
Pada sebuah keluarga, balita merupakan kelompok yang paling rentan dalam hal distribusi makanan karena pemenuhan gizi mereka sangat bergantung orang tua.
Sayangnya, kebutuhan ini sering kali tergeser oleh kebutuhan keluarga yang lainnya. Bahkan menurut penelitian Foodbank of Indonesia, ada sekitar 27 persen anak usia dini atau balita di Indonesia yang mengalami kelaparan pada pagi hingga siang hari.
Menilik data dari laporan sensus penduduk pada Maret 2020 dari BPS, rokok kretek filter ternyata menjadi pengeluaran terbesar kedua di dalam keluarga jauh di atas pemenuhan protein seperti telur ayam dan daging ayam, baik di kota maupun di desa. Artinya, sebagian besar keluarga di Indonesia lebih mementingkan pengeluaran untuk rokok dibandingkan kebutuhan gizi yang seimbang.
Pengeluaran rokok kreter filter untuk keluarga di perkotaan mencapai 12,2 persen sedangkan di desa sekitar 10,9 persen. Sementara itu, pengeluaran untuk beras di perkotaan sebesar 20,2 persen sedangkan di desa sekitar 25,3 persen.
Adapun pengeluaran untuk protein telur ayam di perkotaan sebesar 4,3 persen dan 3,7 persen untuk di desa, sedangkan protein daging ayam sekitar 4,1 persen untuk keluarga perkotaan dan 2,4 persen di keluarga desa. Sementara mie instan mengambil porsi pengeluaran sebesar 2,3 persen di masyarakat kota dan 2,1 persen untuk masyarakat desa.
“Besarnya pengeluaran rokok yang ternyata cukup mendominasi konsumsi di dalam rumah tangga di Indonesia menunjukkan bahwa persoalan kecukupan gizi belum mendapatkan perhatian di masyarakat,” ujar Deputi Tumbuh Kembang Anak KPPA Lenny N Rosalin, dalam bincang media : Catatan di Hari Sumpah Pemuda: Media Bisa Akhiri Kelaparan Balita, Rabu (28/10/2020).
Kurangnya perhatian keluarga terhadap kecukupan gizi ini bisa menjadi salah satu penyebab masih tingginya angka stunting di Indonesia yang pada 2019 masih mencapai 27,7 persen atau sebanyak 7 juta balita mengalami stunting. Kondisi ini menjadikan Indonesia sebagai negara kelima di dunia dengan balita stunting terbanyak.
Hal ini diperparah dengan adanya pandemi Covid-19, kemiskinan kian bertambah, angka pengangguran dan tingkat pendidikan rendah. Keluarga dan anak-anak yang jatuh miskin dalam waktu singkat akan mengalami dampak berat dalam hal keamanan pangan rumah tangga.