Bisnis.com, JAKARTA - Program Eat-Out-to-Help-Out yang dibuat oleh pemerintah Inggris, untuk pemicu obat ekonomi di industri restoran, diduga telah memperburuk pandemi secara substansial, menurut sebuah penelitian.
Pemerintah telah menghabiskan dana sekitar 500 juta pound ($ 647 juta) untuk mensubsidi biaya makan di restoran dan minuman non-alkohol sebanyak 50% pada bulan Agustus, bahkan setelah bukti muncul bahwa Covid-19 dapat dengan mudah menyebar di lingkungan perhotelan, menurut sebuah penelitian dari University of Warwick ditemukan.
Program ini berhasil mengisi meja restoran dan memberikan uang pada bisnis perhotelan, tetapi kebijakan ini mungkin bertanggung jawab atas 8% hingga 17% dari semua kasus virus korona Inggris selama musim panas, serta infeksi tanpa gejala yang mungkin telah membantu mendorong gelombang kedua pandemi yang eksplosif, menurut Thiemo Fetzer, seorang profesor ekonomi dan rekan tamu di London School of Economics.
"Wilayah dengan tingkat makan di tempat yang lebih tinggi mengalami peningkatan yang signifikan dalam kluster infeksi Covid-19 yang baru dalam waktu seminggu sejak kebijakan ini dimulai, dan sekali lagi perlambatan infeksi terjadi dalam dua minggu setelah program berakhir," tulis Fetzer di dalam penelitian yang berisikan 52 halaman tersebut.
Program yang dimulai pada 3 Agustus dan berakhir pada 31 Agustus, dua bulan sebelum Perdana Menteri Boris Johnson menjadi pemimpin terbaru Eropa yang mundur dari janji tidak akan memberlakukan lockdown. Pada hari Sabtu (31 Oktober), dia memerintahkan kebijakan tinggal di rumah selama satu bulan untuk seluruh Inggris mulai 5 November untuk mengekang kasus Covid-19 yang melonjak.
Kunjungan restoran meningkat lebih dari dua kali lipat pada minggu terakhir program, dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya, didorong oleh diskon sebanyak 10 pound per orang untuk makan di puluhan ribu restoran yang berpartisipasi pada hari Senin, Selasa, dan Rabu, yang merupakan hari ketika biasanya pengunjung restoran surut. Subsidi pada hampir 100 juta makanan dengan senilai sekitar 1 miliar pound diklaim selama periode empat minggu program tersebut, menurut data dari pemerintah. Fetzer memperkirakan biaya bagi pembayar pajak sekitar 500 juta pound.
Dia menemukan bahwa wilayah dengan lebih banyak restoran yang berpartisipasi dalam program mengalami peningkatan yang signifikan dalam munculnya kluster kasus Covid-19 sekitar seminggu setelah program dimulai, dengan pola pergerakan yang diperkuat oleh data mobilitas dari Google dan data agregat dari situs pemesanan restoran. Dengan cuaca hujan tampaknya menghalangi pengunjung, sejalan dengan penurunan insiden Covid-19.
Inggris mulai melihat peningkatan kasus Covid-19 pada saat yang sama dengan program itu beroperasi, menurut Toby Phillips, seorang peneliti kebijakan publik di Universitas Oxford.
"Kebijakan ini membuat kapasitas test Covid kewalahan dan menyebabkan beberapa daerah memberlakukan kembali pembatasan," ujar Phillips dalam sebuah artikel di The Conversation pada bulan September.
“Tidak memungkinkan untuk mengetahui apa yang menyebabkan ini. Orang-orang juga kembali dari liburan musim panas dan menghabiskan lebih banyak waktu dengan teman,” tambahnya seperti yang dikutip dari bloomberg.com
Namun, percepatan yang cepat dalam proporsi kasus positif yang terdeteksi pada awal September “konsisten dengan kasus di mana infeksi terjadi pada pertengahan Agustus,” ujarnya. “Memang layak mempertimbangkan efek yang diberikan oleh diskon sebesar 10 pound di pub. Dan efek dari tingkat kepadatan masyarakat yang keluar pada tiga hari dalam seminggu tersebut,"