Bisnis.com, DENPASAR-- Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Provinsi Bali mencatat setidaknya ada 60 hotel yang akan dijual, karena pemiliknya tidak mampu lagi membayar biaya operasional dan gaji karyawan akibat dampak virus corona.
Ketua PHRI Badung I Gusti Agung Ngurah Rai Suryawijaya mengatakan pandemi ini menyebabkan tingkat hunian hotel hanya 5-7 persen, sehingga pengusaha tidak dapat menutupi biaya operasional, membayar gaji karyawan, dan tagihan listrik. Termasuk beratnya hutang dari pinjaman bank yang harus dibayarkan.
"Pengusaha tidak bisa bertahan pada tingkat hunian yang rendah ini," tuturnya saat dihubungi Bisnis, Jumat, (5/2/2021).
Menurutnya, pengusaha pariwisata hanya memiliki kekuatan untuk bertahan pada tiga bulan pertama, selanjutnya biaya operasional ditanggung dari tabungan yang dimiliki. Namun jika sudah lebih dari enam bulan, pengusaha akan langsung menawarkan aset-aset yang dimiliki untuk dijual.
Sementara itu, disinggung mengenai dana hibah dari Kemenparekraf senilai Rp1,1 triliun untuk Bali, dia menyebutkan hanya cukup digunakan selama dua bulan saja, sedangkan pariwisata telah terpuruk dari Maret tahun lalu.
"Untuk pengusaha menjual asetnya di sektor ini, karena saya rasa mereka ingin memiliki bisnis di sektor lainnya lagi," tambah Rai.
Terkait dengan calon pembeli, lanjutnya, banyak pihak yang masih wait and see, sedangkan penawaran seperti ini akan menguntungkan pihak yang memiliki modal lebih banyak. "Istilahnya sekarang cash is king, siapa yang punya uang itu akan sangat diuntungkan," jelasnya.
Dari sisi lain, pihaknya turut mengapresiasi pemerintah pusat yang berencana memberikan soft loan kepada Bali. Tapi jika hal ini disetujui, dia meminta agar bunga yang diberikan rendah dengan jangka waktu yang panjang.
"Kami khawatirkan jika pinjaman ini lama disetujui, lebih banyak lagi pengusaha yang ingin menjual asetnya," kata dia.
Ketua Asosiasi Villa Bali Gede Sukarta menuturkan saat ini Pulau Dewata sedang menjadi incaran para investor, ditambah dengan banyaknya pengusaha yang ingin menjual properti dan aset-aset lainnya akibat ketidakpastian bisnis pariwisata di tengah pandemi.
"Bahkan saya dengar ada banyak yang sudah dipaksa libur tanpa gaji dan entah akan dipanggil atau tidak, padahal ada juga yang sudah dapat dana hibah malah tetap memberhentikan stafnya," tuturnya.
Terkait dengan harga jual yang ditawarkan oleh para pengusaha, dia mengaku belum mendalami hal tersebut. Namun menurut pemantauannya pengusaha villa telah banyak yang menawarkan aset kepada broker yang memiliki networking dengan pihak asing.
"Semoga segera ada solusi terhadap permasalahan ini," kata Sukarta. (k44)