Bisnis.com, SOLO - Sebuah bulus atau labi-labi berukuran jumbo ditemukan oleh warga di sekitar terowongan kuno di Dusun Samber, Desa Sabrang Lor, Kecamatan Trucuk, Klaten, Jawa Tengah.
Dilansir dari Solopos.com, menurut warga setempat, Fajar Ari Widodo, bulus dengan berat sekitar 20 kg, panjang 80 cm, dan lebar 36 cm itu diperkirakan berusia lebih kurang 100 tahun.
"Kemungkinan (usia sudah 100 tahun) karena panjang kepala sampai ekor segitu,” katanya, dikutip pada Rabu (8/9/2021).
Sementara itu, salah seorang pekerja proyek di bekas embung Sabrang Lor, Kirjo mengatakan bahwa pada saat pertama kali ditemukan, bulus itu sempat hendak disembelih dan disantap warga setempat.
Namun demikian, rencana itu urung dilakukan karena ternyata hewan tersebut sudah dalam kondisi mati.
“Awalnya dikira bantal. Setelah dipinggirkan, ternyata bulus. Kami sempat ingin menyembelihnya untuk plentonan [dimakan bersama]. Pisau dan daun pisang sudah disiapkan. Ternyata bulus itu sudah mati. Kami pun tak jadi menyembelihnya. Di samping itu, ada yang ngagar-agari [menakut-nakuti] jangan disembelih dan dimakan. Takutnya, dagingnya beracun,” katanya
Lalu, bagaimanakah hukum memakan bulus itu sendiri? Apakah halal atau haram?
Menyoal hal itu, Majelis Ulama Indonesia (MUI) ternyata telah mengeluarkan fatwa Nomor: 51 Tahun 2019 tentang Hukum Mengonsumsi Bulus.
Dalam fatwa yang dipublikasikan laman halalmui.org, MUI menyatakan bahwa bulus merupakan hewan yang halal untuk dikonsumsi (ma’kul al-lahmi) dengan syarat disembelih secara syar’i.
"Bulus sebagaimana yang dimaksud dalam ketentuan umum merupakan hewan yang halal untuk dikonsumsi (ma’kul al-lahmi) dengan syarat disembelih secara syar’i," tulis keterangan dalam fatwa tersebut.
Meski begitu, MUI juga mengatakan bahwa terdapat bulus di suatu daerah yang ditetapkan sebagai satwa langka, sehingga wajib dilindungi.
Bertolak dari ketentuan tersebut, MUI pun merekomendasikan tiga hal.
Pertama, umat Islam diimbau menjadikan fatwa ini sebagai pedoman dalam konsumsi produk pangan. Kedua, pemegang otoritas diminta menjadikan fatwa ini sebagai pedoman dalam menjalankan proses sertifikasi halal terhadap produk makanan, minuman, obat-obatan, dan kosmetika.
Lalu, yang ketiga, guna menjaga ekosistem bulus, maka industri pangan yang menjadikan bulus sebagai bahan industri diharapkan untuk melakukan budidaya dan penangkaran.