Bisnis.com, JAKARTA — Gangguan pendengaran merupakan penyebab tertinggi ke-empat untuk disabilitas secara global.
Dampak yang ditimbulkan oleh gangguan pendengaran sangat luas dan berat, yakni mengganggu perkembangan kognitif, psikologi dan sosial. Akibatnya, kualitas SDM menjadi rendah serta penurunan daya saing masyarakat di pangsa pasar.
World Report on Hearing 2021 menyebutkan sekitar 1,5 miliar penduduk dunia mengalami gangguan pendengaran, dimana 430 juta orang diantaranya memerlukan layanan rehabilitasi untuk gangguan pendengaran bilateral yang dialami.
Tanpa upaya penanggulangan yang intensif maka diperkirakan sekitar 2,5 miliar penduduk dunia akan mengalami gangguan pendengaran pada tahun 2050, dan sekitar 700 juta orang diperkirakan membutuhkan layanan rehabilitasi dan alat bantu dengar.
Hari Pendengaran Sedunia diyakini dapat menjadi kesempatan untuk mengedukasi masyarakat terkait deteksi dini pada gangguan kesehatan. Plt. Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kementerian Kesehatan, Maxi Rein Rondonuwu, menjelaskan bahwa gangguan pendengaran termasuk ke dalam jaminan kesehatan nasional.
“Dalam memprioritaskan peningkatan sumber daya manusia, di dalamnya terkait dengan fokus jaminan kesehatan nasional termasuk gangguan masalah pendengaran. Gangguan pendengaran menganggu kognitif dan sosial,” jelas Maxi.
Orang yang berisiko terkena gangguan pendengaran termasuk mereka yang memiliki profesi dengan tingkat kebisingan yang tinggi.
“Gangguan pendengaran akan meningkat jika melihat alasan kebisingan termasuk pada profesi dengan tingkat kebisingan yang tinggi, ditambah dengan gangguan pendengaran secara alamiah pada lansia di atas 70 tahun. Ini akan meningkat karena umur harapan hidup semakin tinggi,” lanjutnya.
Kesehatan telinga dan pendengaran juga menjadi sangat penting di era pandemi, terlebih jika masih bisa dicegah dan segera diatasi. Masalah yang kerap dialami adalah infeksi telinga baik luar, tengah dan dalam, komplikasi telinga, gangguan pendengaran kongenital, gangguan pendengaran pada usia lanjut, tuli mendadak, serta kotoran telinga yang menyumbat.
Konsultan Neurotologi, Prof. Dr. dr. Jenny Bashiruddin, menjelaskan bahwa para pasien pendengaran perlu penanganan yang baik.
“Banyak pasien-pasien telinga dan pendengaran perlu penanganan yang baik, perlu penyesuaian layanan kesehatan pendengaran, kita terus melakuakn survei terhaddap perlakuan namun mengutamakan patient safety dan healthcare worker safety,” jelas Jenny.
Melihat keadaan yang serba daring, maka penggunaan headset atau earphone juga harus dibatasi agar tidak berlanjut menjadi gangguan pendengaran.
“Ingat 60+60 agar tidak berdenging, 60% volume paling besar saat menggunakan headset dan 60 menit pemakaian harus istirahat,” kata Jenny.
Jenny berharap bahwa segala permasalahan gangguan pendengaran ini bisa dicegah bersama.
“Mulai dari deteksi dini, sehingga jika terdeteksi bisa segera diatasi, bisa segera dirujuk dan bisa mencegah gangguan pendengaran yang semakin meningkat. Gangguan pendengaran bisa dicegah supaya kita tidak terpancar infeksi sehingga tidak bertambah berat dan kualitas pendengaran tetap terjaga dengan baik,” pungkasnya.