Bisnis.com, JAKARTA - Kementerian Agama mengusulkan rerata Biaya Perjalanan Ibadah Haji (Bipih) 1444 H/2023 M sebesar Rp69.193.733,60. Jumlah ini adalah 70% dari usulan rata-rata Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) yang mencapai Rp98.893.909,11.
Menanggapi hal tersebut, Ketua Umum Syarikat Penyelenggara Umrah dan Haji (SAPUHI) sekaligus Direktur Utama Travel Patuna Mekar Jaya, Syam Resfiadi menanggapi kenaikan tersebut.
Dia mengatakan telah memprediksi dalam bisnis travel miliknya akan ada sejumlah pembatalan. Namun, dirinya percaya kuota ini akan segera terisi kembali dan tetap tidak akan menyurutkan minat calon jamaah haji.
"Meski, akan ada pembatalan. Tapi, ini akan segera diisi oleh masyarakat lain yang ingin berangkat. Sehingga kuota jamaah tidak perlu sampai dikembalikan ke Arab Saudi" ucapnya.
Syam juga mengatakan bahwa secara perhitungan kenaikan tersebut masih dalam batas lazim sepanjang pemanfaatan subsidi dari Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) turut mengalami kenaikan.
“Tapi, ini tergantung kemampuan Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) mampu memberi subsidi atau nilai manfaat tahun 2023. Kalau memang BPKH mampu memberikan nilai pemanfaatan biaya abadi yang sebesar Rp166 triliun, maka biaya haji juga akan lebih lazim lagi,” katanya ketika dihubungi Bisnis, Rabu (25/1/2023).
Menurut Syam, kenaikan biaya haji reguler ini memang berbanding lurus dengan kenaikan harga untuk haji khusus. Pasalnya, kenaikan biaya haji reguler yang cukup signifikan ini didorong oleh faktor naiknya harga akomodasi khususnya penginapan untuk jemaah di Arab Saudi yang sebelumnya sudah dialami oleh haji khusus.
Bahkan, kebijakan ini sebaiknya ditetapkan oleh Pemerintah di 2023. Sehingga, jemaah yang hendak beribadah haji di 2024 sudah memiliki persiapan untuk biaya perjalanan.
Hal ini pun disetujui oleh Pemilik Haji Furoda Indonesia Mico Kelana Perdana, kenaikan harga adalah suatu hal yang wajar.
“Baik haji regular atau misal haji plus alias ONH Plus, pemerintah memang terus merekomendasikan sesuai dengan realita yang terjadi saat ini. Apalagi, dengan kenaikan perjalanan internasional dan kenaikan hotel di Arab Saudi mencapai 300 persen ini kan sudah dialami oleh kami, para fasilitator umroh dan haji,” ungkapnya.
Jamaah Beralih ke Umrah
Munculnya tarif sebanyak itu, menurut Syam Resfiadi dari PT Patuna Tour & Travel nyatanya tidak mengalihkan dan mempengaruhi niat masyarakat untuk berhaji.
"Tentunya penawaran biaya haji regular dan haji khusus kan berbeda, maka kemampuan pasarnya akan berbeda. Tapi, di Patuna Travel sendiri sempat beberapa jamaan membatalkan karena ekonomi maupun umur di atas 65 tahun beralih ke umrah,” jelasnya.
Sementara itu, Mico dari Haji Furoda pun turut mengingatkan tentang niatan ibadah haji, di mana masyarakat tidak usah terlalu terburu-buru dalam mengambil keputusan untuk membatalkan keberangkatan haji.
“Saya rasa semua pihak penyelenggara haji menetapkan booking seat, lalu ada DP dan pelunasannya ketika tahun keberangkatan. Lalu, soal pindah program dari umrah ke haji itu ada aja meski tidak banyak. Umrah dan haji kan sedikit berbeda ya,” tutur Mico.
Kenaikan Biaya Haji dan Umrah Dinilai Realistis
Bagi sejumlah travel yang melayani pemberangkatan haji dan umrah, meksipun besar kenaikan tersebut lumayan besar, namun angka tersebut masih realistis.
Apalagi, di haji sendiri terdapat biaya penerbangan dan visa, membuat komponen kenaikan biaya antara umrah dan haji menjadi berbeda.
Mico pun menambahkan, kenaikan umrah mulai dari Rp1 juta sampai Rp3 juta masih masuk akal, selagi yang dituntut adalah penyelenggara yang bisa memberikan informasi transparan ke jamaah.
“Kami sebagai pelaku bisnis menemukan bahwa mayoritas jamaah umrah ternyata legowo atas kenaikan, karena lebih mudah di jangkau. Asalkan, kenaikan travel tetap bisa mengakomodir keberangkatan jamaah sesuai dengan waktu yang direncanakan, fasilitas yang sesuai dengan paket, over all tingkat komplain kecil,” ujarnya.
Kini, pihaknya sebagai pelaku bisnis, hanya bisa menyampaikan pada jamaah untuk tidak tepatok pada naiknya besaran jumlah harga.
“Bagi jamaah yang kecewa, menurut saya saat ini berpikirnya jangan terlalu ke arah materi, karena ini semua didukung oleh faktor gejolak di luar kehendak kita. Tidak ada yang bisa mengubah kekecewaan, bukan pemerintah bukan travel. Ini urusannya calon jamaah haji dan seberapa besar niat ibadah itu sendiri,” tuturnya.