Bisnis.com, JAKARTA -- China kembali diserang wabah, kali ini Human Metapneumovirus (HMPV), yang mengalami lonjakan kasus dan menyebabkan rumah sakit dipenuhi pasien.
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes RI) menyebutkan sampai saat ini belum ada kasus tercatat di Indonesia. Namun, masyarakat diminta tetap waspada dengan menjaga kesehatan untuk mencegah risiko penularan virus ini.
Epidemiolog Dicky Budiman juga mengatakan bahwa meskipun sudah menjadi kejadian luar biasa (KLB) di China, wabahnya masih menjadi wabah lokal, walaupun sudah ada di beberapa wilayah lain di Asia.
"Tapi ini sekali lagi saya tegaskan ini bukan wabah dengan kehadiran virus baru. HMPV adalah virus yang sudah ditemukan di awal 2000-an atau tepatnya 2001, dan sejak itu dia menjadi satu virus yang endemik ya berpola musiman terutama di Desember dan Januari yang bertepatan dengan musim dingin kalau di belahan bumi utara," jelasnya, Senin (6/1/2025).
Secara klasik, Dicky mengatakan, HPMV kebanyakan menyerang orang dengan gangguan imunitas rendah. Karena umumnya yang seperti ini adalah anak di bawah 14 tahun dan lansia.
"Itu [pola penularan] sampai sekarang tidak ada perubahan hanya yang menjadi perhatian saat ini ada peningkatan kasus. Jadi lebih banyak terkesan lebih mudah menginfeksi, lebih mudah menyebar," terangnya.
Lebih lanjut, Dicky mengatakan bahwa penyebaran virus ini semakin masif karena selain mengalami mutasi, juga karena penyebarannya bertepatan dengan momentum orang melakukan perjalanan baik liburan, mudik, juga menjelang tahun baru China.
"Jadi adanya peningkatan ini karena memang di sana penduduknya sedang terkonsentrasi padat. Ini yang membuat kerentanan juga meningkat. Tapi kalau dikatakan bahwa ini tidak terkontrol, tidak juga ya. Karena berdasarkan informasi resmi dari pemerintah China tetap bisa mereka kendalikan," jelasnya.
Secara umum HMPV menyebabkan gejala seperti flu atau Covid-19, antara lain batuk, demam, hidung beringus, atau tersumbat seperti flu.
Kemudian, pada beberapa kasus menyebabkan nyeri menelan, sesak napas, dan mengi. Ada pula yang mengalami kelainan di kulit seperti kemerahan atau bercak merah.
"Karena sebetulnya virus ini satu keluarga sebetulnya dengan RSV, respiratory syncytial virus ataupun campak ataupun gondongan," lanjutnya.
Adapun penularannya dapat melalui dari batuk, bersin, kontak fisik erat dan dekat seperti bersalaman, berpelukan, berciuman, dan juga sentuhan pada permukaan benda yang dipegang oleh pasien.
Oleh karena itu, pencegahan atau mitigasi yang bisa dilakukan sama dengan penyakit menular lainnya, yaitu dengan 5M, mencuci tangan, memakai masker, menjauhi kerumunan, menjaga jarak, dan mengurangi mobilitas.
HMPV sendiri hingga saat ini belum punya obat atau antivirus spesifik. Namun, bukan berarti kasus ini tidak bisa ditangani. Dicky menegaskan, kebanyakan kasus HMPV bisa pulih sendiri dengan terapi suportif, atau mengobati gejalanya.
"Walaupun ada kasus-kasus yang fatal, umumnya yang memang terlambat di deteksi, khususnya pada lansia yang memang sudah memiliki komorbid. Jadi, secara umum ini saya melihat belum menjadi satu ancaman untuk menjadi pandemi," ungkapnya.
Namun, untuk Pemerintah, Epidemiolog mengimbau untuk melakukan skrining di pintu masuk dan perbatasan negara, dan bila perlu melakukan karantina jika memang terindikasi sakit.
"Kemudian, untuk masyarakat agar mengurangi gejala, keparahan, dan juga durasi sakitnya, sekali saya lagi imbau untuk setidaknya vaksinasi flu, terutama di masa musim dingin ataupun Anda akan melakukan perjalanan ke negara-negara bermusim dingin," tambahnya.