Bisnis.com, JAKARTA - Penyakit Hirschsprung adalah kondisi yang tampaknya sederhana namun menyimpan kompleksitas biologis yang mendalam.
Penyakit Hirschsprung adalah kelainan bawaan lahir yang terjadi ketika sebagian usus besar (kolon) tidak memiliki sel saraf yang disebut ganglion. Sel-sel saraf ini penting untuk mengendalikan gerakan usus. Tanpa sel ganglion, bagian usus tersebut tidak dapat berkontraksi dan menggerakkan tinja, yang menyebabkan obstruksi atau penyumbatan usus.
Dilansir dari laman resmi kemenkes, penyebab utama penyakit Hirschsprung adalah kegagalan perkembangan sel saraf ganglion di dinding usus selama masa janin. Kondisi ini diyakini terkait dengan mutasi genetik tertentu dan dapat terjadi secara sporadis atau diturunkan dalam keluarga.
Secara genetik, penyebab utama Penyakit Hirschsprung berakar pada gangguan sinyal RET, gen yang seharusnya mengarahkan sel-sel saraf untuk mencapai usus bagian bawah. Ketika sinyal ini gagal, sel-sel saraf mati sebelum tiba di tempat tujuan, meninggalkan bagian usus tanpa kontrol saraf yang memadai.
Tidak hanya RET, gen EDNRB dan EDN3 turut berkontribusi pada hambatan migrasi sel saraf, memperburuk kondisi. Selain itu, mutasi pada gen SOX10 dapat mempengaruhi perkembangan sel saraf secara keseluruhan, bahkan mengaitkannya dengan sindrom lain.
Secara histologis, ciri khas Penyakit Hirschsprung adalah tidak adanya sel ganglion di area yang terdampak, serta penebalan serabut saraf yang berusaha mengompensasi kekosongan tersebut.
Gejala penyakit Hirschsprung?
Gejala utama penyakit Hirschsprung dapat bervariasi berdasarkan usia penderita:
Pada bayi baru lahir: Tidak buang air besar dalam 48 jam pertama setelah lahir, muntah hijau atau coklat, perut buncit, dan rewel.
Pada anak-anak: Sembelit kronis, pertumbuhan terhambat, infeksi usus (enterokolitis), dan tinja berbau busuk.
Pada remaja dan dewasa: Sembelit parah, kembung, dan nyeri perut kronis.
Intinya, secara klinis, kondisi penderita penyakit Hirschsprung ini termanifestasi dalam sembelit kronis yang berulang, perut kembung, hingga risiko infeksi usus yang meningkat. Penyakit Hirschsprung bukanlah sekadar gangguan buang air besar—ini adalah kondisi genetik kompleks yang memerlukan intervensi medis intensif sejak dini. Dengan memahami mekanisme molekuler di baliknya, harapannya pengobatan yang lebih efektif dapat dikembangkan untuk mengatasi gangguan saraf usus yang menyebabkan derita berkepanjangan ini.
Diagnosa dilakukan melalui beberapa pemeriksaan berikut:
Pemeriksaan fisik: Dokter akan meraba perut untuk mendeteksi pembengkakan usus.
Foto Rontgen atau X-ray perut untuk melihat adanya penyumbatan.
Biopsi rektum untuk mengambil sampel jaringan usus dan memeriksa keberadaan sel ganglion.
Manometri anorektal untuk mengukur fungsi saraf di sekitar anus.
Baca Juga 144 Penyakit yang Bakal Ditolak Rujukannya oleh RS & Kondisi Darurat Berobat dengan BPJS Kesehatan |
---|
Penyakit Hirschsprung dapat dibagi menjadi beberapa jenis berdasarkan panjang segmen usus yang terkena:
Hirschsprung Segmen Pendek (Short-Segment): Hanya sebagian kecil usus yang terkena.
Hirschsprung Segmen Panjang (Long-Segment): Sebagian besar usus besar terkena.
Total Colon Aganglionosis: Seluruh usus besar tidak memiliki sel ganglion.
Pengobatan utama penyakit Hirschsprung adalah pembedahan. Ada dua jenis operasi utama:
Pull-through Surgery: Bagian usus yang tidak memiliki sel ganglion diangkat, dan bagian usus yang sehat disambungkan ke anus.
Kolostomi: Lubang buatan dibuat di perut untuk mengeluarkan tinja sementara, sebelum operasi pull-through.
Bagaimana potensi regenerative medicine di masa mendatang di dalam mengatasi Penyakit Hirschsprung?
Berbicara tentang regenerative medicine, maka kita tentunya membahas potensi terapi stem cell, terapi gen, nanoteknologi, organoid, dan CRISPR dalam mengatasi penyakit Hirschsprung. Berikut ini penjelasannya.
Terapi Sel Punca (Stem Cell)
Terapi berbasis sel induk (stem cell) bertujuan untuk menggantikan sel ganglion enterik yang hilang akibat penyakit Hirschsprung. Sel induk pluripoten yang diinduksi (iPSCs) telah digunakan untuk membentuk model penyakit dan menunjukkan kemampuan diferensiasi menjadi sel neural crest yang dapat bermigrasi dan berfungsi sebagai neuron enterik (Lui et al., 2018).
Gene Therapy
Terapi gen menggunakan CRISPR/Cas9 untuk mengoreksi mutasi genetik yang menyebabkan Hirschsprung. Teknik ini telah digunakan untuk mengoreksi mutasi Sox10 dalam model tikus dan mengembalikan fungsi neural crest cells (NCCs) yang terganggu (Li et al., 2018).
Nanoteknologi
Nanoteknologi dapat digunakan untuk pengiriman terapi gen secara spesifik ke sel target. Sebagai contoh, nanopartikel DNA telah digunakan untuk mengirimkan editor genetik (ABE) ke sel hematopoietik CD34+ untuk memperbaiki mutasi genetik (Liang et al., 2024). Kombinasi nanobubbles dengan terapi – pendekatan lainnya berpotensi mengatasi penyakit Hirschsprung.
Organoid
Organoid berbasis iPSCs dapat digunakan sebagai model untuk mempelajari patogenesis Hirschsprung serta sebagai sumber potensial sel untuk transplantasi guna menggantikan neuron enterik yang hilang (Conner et al., 2023).
CRISPR/Cas9
CRISPR/Cas9 telah digunakan untuk mengoreksi mutasi genetik yang terkait dengan Hirschsprung, termasuk mutasi RET dan Sox10. Koreksi genetik ini mengembalikan fungsi NCCs dan berpotensi mengatasi aganglionosis pada usus (Lai et al., 2017).
Pendekatan berbasis stem cell, terapi gen, nanoteknologi, organoid, dan CRISPR menunjukkan potensi besar dalam mengatasi Hirschsprung melalui penggantian sel ganglion, koreksi genetik, dan peningkatan fungsi neural crest cells.